Lahan Terkontaminasi, Pelaku Usaha Diminta Tanggap Darurat Limbah B3
Selasa, 11 Agustus 2020 - 19:05 WIB
JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengingatkan para pelaku pelaku usaha agar selalu mengelola limbah B3 sesuai regulasi. Tidak hanya di hulu, pengelolaan juga harus mencakup aspek hilir berupa pemulihan dan penanggulangan kedaruratan limbah B3.
“Salah satu tugas berat yang dihadapi adalah pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi pada lahan tak bertuan atau tidak diketahui penanggungjawabnya. Untuk itu, perlu ada sinergi yang bagus antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 non institusi,” ujar Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, dalam keterangannya, Selasa (11/8/2020).
(Baca: Tumbuhkan Budaya Konservasi lewat Aksi Revegetasi Mangrove)
Hal itu dikemukakan Vivien dalam kegiatan Bimbingan Teknis Pemulihan Lahan Terkontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3, yang berlangsung 10-12 Agustus 2020. Kegiatan tersebut diselenggarakan untuk para pelaku usaha dan institusi-institusi pengelola lingkungan hidup dengan tujuan menyosialisasikan tata cara pemulihan lahan terkontaminasi dan tanggap darurat limbah B3.
Selama kurun 2015-2019, data KLHK menunjukkan terjadinya peningkatan luasan lahan terkontaminasi limbah B3 yang cukup signifikan. Pada 2015, luas lahan terkontaminasi sebesar 211 ribu m2 dengan jumlah tonase yang harus dipulihkan sebesar 501.470,4 ton. Area terkontaminasi itu meningkat pada 2019 menjadi 840 ribu m2 dengan jumlah tanah yang harus dipulihkan sebesar 890 ribu ton.
Vivien membeberkan, sumber kegiatan yang menyebabkan kontaminasi lahan institusi itu berasal dari kegiatan sektor pertambangan, energi dan migas, manufaktur, agroindustri dan jasa. Adapun lahan terkontaminasi non institusi, sebagian besarnya adalah dari kegiatan kecil masyarakat seperti penambangan emas skala kecil (PESK), peleburan logam skala kecil, kegiatan recycle barang elektronik bekas, dan lainnya.
“Meningkatnya luas lahan terkontaminasi limbah B3 di Indonesia mengindikasikan bahwa masih ada permasalahan di bagian hulu pengelolaan limbah B3. Aspek pencegahan perlu dilakukan secara optimal,” tegasnya.
(Baca: Limbah Padat B3 Berlebih, Begini Solusi dari KLHK)
Poin penting yang juga harus dipahami para pelaku usaha adalah pelaksanaan penanggulangan kedaruratan pengelolaan B3. Vivien meminta prosedur tersebut harus dilakukan sesuai ketentuan. Apalagi pemahaman penanganan itu belum dimiliki secara merata oleh pihak terkait.
Dalam kaitan itu, KLHK terus berupaya untuk membangun sarana berbagi informasi dan pengetahuan dalam bidang pemulihan lahan terkontaminasi dan sistem tanggap darurat limbah B3. Misalnya, menyediakan laman web dan aplikasi mengenai pemulihan dan tanggap darurat yang dapat diakses pada situs pemulihanlb3.info/database-2018.
Vivien menambahkan, pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemudian, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Adapan aturan teknisnya tertuang dalam Permen LHK Nomor P.101/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2018 tentang Pedoman Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3. Sedangkan pedoman teknis penyusunan program kedaruratan diatur dalam Permen LHK Nomor P.74/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 tentang Program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3.
“Salah satu tugas berat yang dihadapi adalah pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi pada lahan tak bertuan atau tidak diketahui penanggungjawabnya. Untuk itu, perlu ada sinergi yang bagus antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 non institusi,” ujar Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, dalam keterangannya, Selasa (11/8/2020).
(Baca: Tumbuhkan Budaya Konservasi lewat Aksi Revegetasi Mangrove)
Hal itu dikemukakan Vivien dalam kegiatan Bimbingan Teknis Pemulihan Lahan Terkontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3, yang berlangsung 10-12 Agustus 2020. Kegiatan tersebut diselenggarakan untuk para pelaku usaha dan institusi-institusi pengelola lingkungan hidup dengan tujuan menyosialisasikan tata cara pemulihan lahan terkontaminasi dan tanggap darurat limbah B3.
Selama kurun 2015-2019, data KLHK menunjukkan terjadinya peningkatan luasan lahan terkontaminasi limbah B3 yang cukup signifikan. Pada 2015, luas lahan terkontaminasi sebesar 211 ribu m2 dengan jumlah tonase yang harus dipulihkan sebesar 501.470,4 ton. Area terkontaminasi itu meningkat pada 2019 menjadi 840 ribu m2 dengan jumlah tanah yang harus dipulihkan sebesar 890 ribu ton.
Vivien membeberkan, sumber kegiatan yang menyebabkan kontaminasi lahan institusi itu berasal dari kegiatan sektor pertambangan, energi dan migas, manufaktur, agroindustri dan jasa. Adapun lahan terkontaminasi non institusi, sebagian besarnya adalah dari kegiatan kecil masyarakat seperti penambangan emas skala kecil (PESK), peleburan logam skala kecil, kegiatan recycle barang elektronik bekas, dan lainnya.
“Meningkatnya luas lahan terkontaminasi limbah B3 di Indonesia mengindikasikan bahwa masih ada permasalahan di bagian hulu pengelolaan limbah B3. Aspek pencegahan perlu dilakukan secara optimal,” tegasnya.
(Baca: Limbah Padat B3 Berlebih, Begini Solusi dari KLHK)
Poin penting yang juga harus dipahami para pelaku usaha adalah pelaksanaan penanggulangan kedaruratan pengelolaan B3. Vivien meminta prosedur tersebut harus dilakukan sesuai ketentuan. Apalagi pemahaman penanganan itu belum dimiliki secara merata oleh pihak terkait.
Dalam kaitan itu, KLHK terus berupaya untuk membangun sarana berbagi informasi dan pengetahuan dalam bidang pemulihan lahan terkontaminasi dan sistem tanggap darurat limbah B3. Misalnya, menyediakan laman web dan aplikasi mengenai pemulihan dan tanggap darurat yang dapat diakses pada situs pemulihanlb3.info/database-2018.
Vivien menambahkan, pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemudian, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Adapan aturan teknisnya tertuang dalam Permen LHK Nomor P.101/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2018 tentang Pedoman Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3. Sedangkan pedoman teknis penyusunan program kedaruratan diatur dalam Permen LHK Nomor P.74/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 tentang Program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3.
(muh)
tulis komentar anda