Pakai Istilah Asing saat Debat Cawapres, Gibran Dinilai Ingin Dianggap Pintar

Senin, 25 Desember 2023 - 22:50 WIB
Penggunaan istilah asing oleh cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka (kanan) dalam debat cawapres 2024 di JCC, Jumat, 22 Desember 2023 menjadi sorotan. Foto/Tangkapan layar
JAKARTA - Penggunaan istilah asing oleh calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dalam debat cawapres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Jumat, 22 Desember 2023 menjadi sorotan. Misalnya, saat Gibran bertanya kepada cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar (Cak Imin) tentang State of Global Islamic Economy (SGIE).

Pengamat Komunikasi Politik dari Pusat Kajian Pembangunan Daerah (PKPD) Wahyuningsih Subekti menilai ada dua hal yang bisa dicermati dari Gibran di debat cawapres tersebut, terkait penampilan dan penggunaan kata-kata, serta istilah asing. Mengenai penampilan, dia melihat Gibran

Terkait penampilan, Wahyuningsih menilai Gibran dalam situasi overconfidence atau memiliki rasa percaya diri yang terlalu berlebihan. Gibran dianggap berusaha tampak menguasai bidang yang ditanyakan oleh panelis walaupun jawaban yang disampaikan meskipun sebenarnya tidak menjawab pertanyaan.





Gibran juga dinilai mengesankan dirinya menguasai materi tersebut dengan gayanya yang meyakinkan, intonasi nada bicara, dan ritme yang diatur. “Tetapi faktanya tidak menyimak apa isi pesan dari pertanyaan panelis. Bahkan pertanyaan yang dilontarkan kepada cawapres lainnya, pada sesi 3, cenderung tidak berada dalam koridor tema sesuai arahan dari moderator acara debat,” kata Wahyuningsih dalam keterangan resmi, Senin (25/12/2023).

Dia juga berpendapat bahwa penggunaan kata-kata dan istilah yang tidak umum didengar oleh masyarakat pada umumnya juga menarik. Contohnya adalah Carbon Capture and Storage dan SGIE.

Padahal, kata dia, yang harus diperhatikan dalam hal ini sebenarnya adalah pemilihan kata-kata yang mudah dimengerti oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, bukan hanya oleh sekelompok elite dan akademisi saja. Kemudian, pemberian narasi awal sebelum masuk ke dalam pertanyaan juga dapat mempermudah masyarakat untuk memahami apa yang hendak dipertanyakan, bukan langsung ke pertanyaan dan menggunakan kata-kata atau istilah asing.

“Sehingga yang memang dibutuhkan dari seorang pemimpin untuk masa yang akan datang antara lain adalah menjadi active listener, mendengarkan secara seksama pesan yang disampaikan oleh lawan bicara, memahami secara dalam apa yang menjadi pokok permasalahan dan memberikan jawaban-jawaban yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi,” imbuhnya.

Lebih lanjut Wahyuningsih menambahkan memiliki keahlian sebagai code switcher, memahami cara memilih istilah atau kata-kata yang tepat untuk disampaikan kepada lawan bicaranya dalam konteks apa juga sangat penting, sehingga tidak terkesan menguji dan menjatuhkan lawan bicaranya.

“Pemimpin di masa yang akan datang tidak hanya mengedepankan impression building. Membangun kesan yang baik di depan audience, terutama generasi Z yang sangat mendewakan istilah-istilah asing, sehingga dianggap ia pintar,” tuturnya.

“Seseorang akan dinilai pintar jika ia bisa menyampaikan sesuatu yang sulit menjadi mudah dimengerti oleh seluruh kalangan audience. Jika sebaliknya, maka kesan yang muncul hanyalah arogansi dan sok keminter,” pungkasnya.
(rca)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More