Kubu Djan Faridz Kembali Menegaskan sebagai PPP yang Sah
A
A
A
JAKARTA - PPP Muktamar Jakarta menyesalkan pendapat dan pemberitaan pihak tertentu mengenai konflik PPP. PPP Kubu Djan Faridz mengingatkan kepada kubu PPP Romi bahwa Mahkamah Agung (MA) tidak buta hukum.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Umum PPP Muktamar Jakarta Humphrey Djemat. Humphrey pun menegaskan bahwa kepengurusan PPP yang sah adalah PPP di bawah kepemimpinan Djan Faridz.
"Kepengurusan DPP PPP di bawah pimpinan Haji Djan Faridz adalah satu - satunya kepengurusan DPP PPP yang sah," tegas Humphrey dalam keterangannya, Kamis (28/12/2017).
Kemudian Humphrey menerangkan, pada awal perselisihan kepengurusan PPP Romi meminta pengesahan ke Menteri Hukum dan Ham masih dijabat Amir Syamsuddin. Kubu PPP Romi saat itu meminta pengesahan melalui Dirjen Administrasi Hukum (AHU).
"Dengan mendasarkan pada pasal 23, 32 dan 33 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang parpol, Dirjen AHU melalui surat AHU.AH.11.03.1 tanggal 25 September tahun 2014 secara tegas menolak tegas permohonan tersebut karena apabila ada perselisihan maka harus di selesaikan Mahkamah partai atau pengadilan," jelas Humphrey.
Humphrey pun mengakui keanehan muncul saat posisi Menkumham dijabat Yasonna Laoly. Yasonna kata Humphrey, membuat kebijakan berbeda dari pendahulunya Amir Syamsuddin lantaran baru sehari, Yasonna langsung memberi SK kepada pengurusan PPP Romi.
"Keputusan gegabah itu pun dinyatakan batal oleh Mahkamah Agung (MA) dalam putusan Nomor 504 dan putusan Nomor 601," imbuh Humphrey.
Kendati demikian setelah terbukti salah, lanjut Humphrey, tindakan Yasonna malah semakin menggila lantaran putusan MA Nomor 504 dan Nomor 601 malah dijadikan landasan untuk mengesahkan PPP Romi hasil muktamar Ilegal Pondok Gede. Keputusan tersebut, ditegaskan Humphrey, haram hukumnya.
Tidak hanya itu, Humphrey juga mengatakan, bahwa tindakan Menkumham Yasonna Laoly tersebut juga telah masuk pada unsur pidana Pasal 412 dan Pasal 263/ 266 KUHP serta Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor.
Soal kepengurusan PPP Kubu Romi, tegas Humphrey, juga semakin lengkap dengan adanya putusan PK MA nomor 79, Putusan MA Nomor 491 dan putusan MA Nomor 514.
"Di mana MA menyebut bahwa segala perselisihan sengketa partai mutlak kewenangan mahkamah partai, sehingga harus diselesaikan oleh Mahkamah Partai DPP PPP," jelas Humphrey.
Sementara jelas Humphrey, hanya PPP kepengurusan Haji Djan Faridz yang di bentuk oleh muktamar dengan prosedur yang ditentukan oleh Mahkamah Partai DPP PPP dalam putusan Nomor 14 Tahun 2014.
"Dengan demikian Menkumham sebagai pelaksana fungsi administrasi seharusnya dapat mengesahkan PPP kepengurusan Haji Djan Faridz," tandas dia.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Umum PPP Muktamar Jakarta Humphrey Djemat. Humphrey pun menegaskan bahwa kepengurusan PPP yang sah adalah PPP di bawah kepemimpinan Djan Faridz.
"Kepengurusan DPP PPP di bawah pimpinan Haji Djan Faridz adalah satu - satunya kepengurusan DPP PPP yang sah," tegas Humphrey dalam keterangannya, Kamis (28/12/2017).
Kemudian Humphrey menerangkan, pada awal perselisihan kepengurusan PPP Romi meminta pengesahan ke Menteri Hukum dan Ham masih dijabat Amir Syamsuddin. Kubu PPP Romi saat itu meminta pengesahan melalui Dirjen Administrasi Hukum (AHU).
"Dengan mendasarkan pada pasal 23, 32 dan 33 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang parpol, Dirjen AHU melalui surat AHU.AH.11.03.1 tanggal 25 September tahun 2014 secara tegas menolak tegas permohonan tersebut karena apabila ada perselisihan maka harus di selesaikan Mahkamah partai atau pengadilan," jelas Humphrey.
Humphrey pun mengakui keanehan muncul saat posisi Menkumham dijabat Yasonna Laoly. Yasonna kata Humphrey, membuat kebijakan berbeda dari pendahulunya Amir Syamsuddin lantaran baru sehari, Yasonna langsung memberi SK kepada pengurusan PPP Romi.
"Keputusan gegabah itu pun dinyatakan batal oleh Mahkamah Agung (MA) dalam putusan Nomor 504 dan putusan Nomor 601," imbuh Humphrey.
Kendati demikian setelah terbukti salah, lanjut Humphrey, tindakan Yasonna malah semakin menggila lantaran putusan MA Nomor 504 dan Nomor 601 malah dijadikan landasan untuk mengesahkan PPP Romi hasil muktamar Ilegal Pondok Gede. Keputusan tersebut, ditegaskan Humphrey, haram hukumnya.
Tidak hanya itu, Humphrey juga mengatakan, bahwa tindakan Menkumham Yasonna Laoly tersebut juga telah masuk pada unsur pidana Pasal 412 dan Pasal 263/ 266 KUHP serta Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor.
Soal kepengurusan PPP Kubu Romi, tegas Humphrey, juga semakin lengkap dengan adanya putusan PK MA nomor 79, Putusan MA Nomor 491 dan putusan MA Nomor 514.
"Di mana MA menyebut bahwa segala perselisihan sengketa partai mutlak kewenangan mahkamah partai, sehingga harus diselesaikan oleh Mahkamah Partai DPP PPP," jelas Humphrey.
Sementara jelas Humphrey, hanya PPP kepengurusan Haji Djan Faridz yang di bentuk oleh muktamar dengan prosedur yang ditentukan oleh Mahkamah Partai DPP PPP dalam putusan Nomor 14 Tahun 2014.
"Dengan demikian Menkumham sebagai pelaksana fungsi administrasi seharusnya dapat mengesahkan PPP kepengurusan Haji Djan Faridz," tandas dia.
(maf)