Kritisi Kebebasan berpendapat, LBH Sebut Demokrasi Indonesia Jauh dari Ideal
Sabtu, 02 Desember 2023 - 12:41 WIB
JAKARTA - Demokrasi yang dijalankan Indonesia hari ini dinilai jauh dari ideal. Hal itu ditandai sebagian masyarakat yang merasa takut mengemukakan pendapat .
Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana menjelaskan dalam sebuah negara demokrasi, kebebasan berpendapat sangat penting. Sebab, prinsip demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Masyarakat berhak berbicara agar kepentingannya didengar dan kebutuhannya dipenuhi oleh penguasa.
Kebebasan berpendapat sejatinya dijamin dan dilindungi sebagai fondasi dari demokrasi. Namun kenyataan hari ini, sikap-sikap aparat, undang-undang yang berlaku seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU KUHP, justru membelenggu suara rakyat dan antikritik.
"Jika kita membaca hasil dari Indikator Politik, 60-70% masyarakat Indonesia mereka takut untuk berpendapat. Tidak percaya pemerintah bisa menerima kritik. Wajar kalau indeks demokrasi di Indonesia terjun bebas," ujar Arif dalam keterangannya, Sabtu (2/12/2023).
Intimidasi dan tekanan dialami orang-orang yang mengkritisi pemerintah. "Represi bukan hanya fisik, tetapi bisa juga di-bully, offline-online, akunnya bisa dibajak. Lebih besar ancamannya. Dan ini tidak sesuai dengan prinsip demokrasi," katanya.
Arif menilai sekarang ini hukum justru dijadikan alat untuk melegitimasi praktik penyalahgunaan wewenang. Dia mencontohkan penggunaan aparat pemerintah seperti aparatur sipil negara (ASN), TNI-Polri, termasuk aparat desa dalam kampanye.
"Padahal mereka tidak boleh ikut politik praktis, berkampanye. Ketika kemudian mereka dimanfaatkan untuk melabrak aturan, itu jelas penyalahgunaan wewenang, tidak sesuai prinsip demokrasi. Tidak fair," jelasnya.
Dengan begitu banyak penyelewengan, Arif sulit untuk percaya bahwa pemilu kita ke depan akan berlangsung jujur dan adil (Jurdil).
Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana menjelaskan dalam sebuah negara demokrasi, kebebasan berpendapat sangat penting. Sebab, prinsip demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Masyarakat berhak berbicara agar kepentingannya didengar dan kebutuhannya dipenuhi oleh penguasa.
Kebebasan berpendapat sejatinya dijamin dan dilindungi sebagai fondasi dari demokrasi. Namun kenyataan hari ini, sikap-sikap aparat, undang-undang yang berlaku seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU KUHP, justru membelenggu suara rakyat dan antikritik.
"Jika kita membaca hasil dari Indikator Politik, 60-70% masyarakat Indonesia mereka takut untuk berpendapat. Tidak percaya pemerintah bisa menerima kritik. Wajar kalau indeks demokrasi di Indonesia terjun bebas," ujar Arif dalam keterangannya, Sabtu (2/12/2023).
Intimidasi dan tekanan dialami orang-orang yang mengkritisi pemerintah. "Represi bukan hanya fisik, tetapi bisa juga di-bully, offline-online, akunnya bisa dibajak. Lebih besar ancamannya. Dan ini tidak sesuai dengan prinsip demokrasi," katanya.
Arif menilai sekarang ini hukum justru dijadikan alat untuk melegitimasi praktik penyalahgunaan wewenang. Dia mencontohkan penggunaan aparat pemerintah seperti aparatur sipil negara (ASN), TNI-Polri, termasuk aparat desa dalam kampanye.
"Padahal mereka tidak boleh ikut politik praktis, berkampanye. Ketika kemudian mereka dimanfaatkan untuk melabrak aturan, itu jelas penyalahgunaan wewenang, tidak sesuai prinsip demokrasi. Tidak fair," jelasnya.
Dengan begitu banyak penyelewengan, Arif sulit untuk percaya bahwa pemilu kita ke depan akan berlangsung jujur dan adil (Jurdil).
Lihat Juga :
tulis komentar anda