PKS: Marah Sekali Wajar, Berkali-kali Cenderung Sakit
Rabu, 05 Agustus 2020 - 13:45 WIB
JAKARTA - Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyayangkan bahwa Presiden Jokowi terus menerus marah kepada menterinya tapi kinerja para menterinya masih sama. Semestinya, presiden mulai menelusuri alasan menterinya tidak kunjung memperbaiki kinerjanya dalam penanganan pandemi ini.
"Pak Jokowi mestinya berpikir apa penyebab para menteri sudah berkali-kali dimarahi tapi belum juga berubah," kata Mardani kepada SINDOnews, Rabu (5/8/2020).
Anggota Komisi II DPR ini menyarankan beberapa hal. Pertama, Jokowi harus mulai melihat akar masalahnya, ibarat disuruh berlari tapi kakinya diikat tentu tidak akan bisa lari. Sama halnya dengan para menteri itu, mau dimarahi seratus kali pun karena ada batasan-batasan tentu mereka tidak akan bisa bergerak.( )
"Potong atau selesaikan akar masalahnya. Bisa regulasi bisa juga kapasitas menterinya," katanya.
Kedua, Mardani mengusulkan agar presiden membuat KPI (key performance indicators) atau indikator kinerja dari menteri-menterinya. Para menteri itu diminta berlari dan membuat gebrakan, tapi tidak tahu indikatornya apa saja. Dan tanpa KPI tentu penilaian tidak bisa dilakukan dengan adil.
"Tetapkan KPI, walau mestinya semua sudah tahu karena ini dah masuk bulan ke-10. Marah sekali wajar, marah berkali-kali tidak wajar, bahkan cenderung sakit," ujar Mardani.
Legislator dapil DKI Jakarta ini menegaskan, Presiden Jokowi punya otoritas penuh atas kabinetnya, sangat disayangkan jika emosinnya terus diumbar ke publik. "Pak Presiden punya otoriras penuh. Sayang kalau diumbar emosinya. Mesti dieman-eman karena banyak pekerjaan besar menanti Pak Presiden," katanya.( )
Soal solusi reshuffle atau kocok ulang kabinet, menurut Mardani, hak sepenuhnya di tangan Jokowi. Tentu Jokowi bisa melakukan itu kecuali takut sehingga lebih memilih marah pada menterinya.
"Reshuffle hak prerogatif kok. Kecuali Pak Presiden takut. Jadi bukannya ambil aksi malah reaktif," kata Mardani.
Soal penyerapan anggaran yang sering disebut-sebut, dia meminta agar Jokowi memperjelas itu, kementerian mana yang serapan anggarannya rendah, dan apa penjelasan kementerian yang bersangkutan. Karena kalau dipublikasi keluar justru merendahkan lembaga kepresidenan sendiri.
"Walau aneh karena dipublikasi keluar. Ini bisa men-downgrade lembaga kepresidenan karena dah marah berkali-kali tapi tidak berubah," kata Mardani.
"Pak Jokowi mestinya berpikir apa penyebab para menteri sudah berkali-kali dimarahi tapi belum juga berubah," kata Mardani kepada SINDOnews, Rabu (5/8/2020).
Anggota Komisi II DPR ini menyarankan beberapa hal. Pertama, Jokowi harus mulai melihat akar masalahnya, ibarat disuruh berlari tapi kakinya diikat tentu tidak akan bisa lari. Sama halnya dengan para menteri itu, mau dimarahi seratus kali pun karena ada batasan-batasan tentu mereka tidak akan bisa bergerak.( )
"Potong atau selesaikan akar masalahnya. Bisa regulasi bisa juga kapasitas menterinya," katanya.
Kedua, Mardani mengusulkan agar presiden membuat KPI (key performance indicators) atau indikator kinerja dari menteri-menterinya. Para menteri itu diminta berlari dan membuat gebrakan, tapi tidak tahu indikatornya apa saja. Dan tanpa KPI tentu penilaian tidak bisa dilakukan dengan adil.
"Tetapkan KPI, walau mestinya semua sudah tahu karena ini dah masuk bulan ke-10. Marah sekali wajar, marah berkali-kali tidak wajar, bahkan cenderung sakit," ujar Mardani.
Legislator dapil DKI Jakarta ini menegaskan, Presiden Jokowi punya otoritas penuh atas kabinetnya, sangat disayangkan jika emosinnya terus diumbar ke publik. "Pak Presiden punya otoriras penuh. Sayang kalau diumbar emosinya. Mesti dieman-eman karena banyak pekerjaan besar menanti Pak Presiden," katanya.( )
Soal solusi reshuffle atau kocok ulang kabinet, menurut Mardani, hak sepenuhnya di tangan Jokowi. Tentu Jokowi bisa melakukan itu kecuali takut sehingga lebih memilih marah pada menterinya.
"Reshuffle hak prerogatif kok. Kecuali Pak Presiden takut. Jadi bukannya ambil aksi malah reaktif," kata Mardani.
Soal penyerapan anggaran yang sering disebut-sebut, dia meminta agar Jokowi memperjelas itu, kementerian mana yang serapan anggarannya rendah, dan apa penjelasan kementerian yang bersangkutan. Karena kalau dipublikasi keluar justru merendahkan lembaga kepresidenan sendiri.
"Walau aneh karena dipublikasi keluar. Ini bisa men-downgrade lembaga kepresidenan karena dah marah berkali-kali tapi tidak berubah," kata Mardani.
(abd)
tulis komentar anda