Presiden Jokowi Diminta Buat Perpres Atasi Rangkap Jabatan di BUMN
Rabu, 05 Agustus 2020 - 09:47 WIB
JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia menyampaikan saran perbaikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) ihwal polemik rangkap jabatan dan penghasilan sejumlah komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) . Ombudsman menyarankan Jokowi segera menerbitkan Peraturan Presiden untuk menyelesaikan masalah ini.
Ombudsman menilai Presiden perlu memperjelas batasan dan kriteria dalam penempatan pejabat struktural dan fungsional aktif sebagai Komisaris BUMN serta pengaturan sistem penghasilan tunggal bagi perangkap jabatan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini dipertegas dalam aturan yang disarankan.
Anggota Ombudsman, Alamsyah Saragih menyebutkan saran lainnya adalah agar Presiden memerintahkan Menteri BUMN Erick Thohir untuk melakukan perbaikan terhadap Peraturan Menteri BUMN yang sekurang-kurangnya mengatur secara lebih jelas mengenai penetapan kriteria calon komisaris, sumber bakal calon, tata cara penilaian dan penetapan, mekanisme, hak dan kewajiban komisaris di BUMN, serta akuntabilitas kinerja para komisaris BUMN.( )
"Selanjutnya saran Ombudsman adalah agar Presiden melakukan evaluasi cepat dan memberhentikan para komisaris rangkap jabatan yang terbukti diangkat dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Alamsyah, Jakarta, Rabu (5/8/2020).
Alamsyah juga menyampaikan, saran perbaikan tersebut merupakan hasil assessment dan pemantauan dewan komisaris dan dewan pengawas sebagai pengawas BUMN dan BLU yang dilakukan sejak 2017.
Bahkan, kata dia, sejak 2020 ini, Ombudsman telah melakukan inisiatif pemeriksaan dengan memanggil Kementerian BUMN, Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan BPKP, juga berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan melakukan pembahasan bersama KPK. Dari permintaan keterangan diperoleh temuan sementara bahwa sampai dengan tahun 2019 ada 397 Komisaris pada BUMN dan 167 Komisaris pada anak perusahaan BUMN terindikasi rangkap jabatan dan rangkap penghasilan.
"Berdasarkan analisis Ombudsman bersama KPK terhadap data 2019, dilakukan profiling terhadap 281 komisaris yang masih aktif di instansi asal. Berdasarkan jabatan, rekam jejak karir dan pendidikan ditemukan sebanyak 91 komisaris atau 32% berpotensi konflik kepentingan dan 138 komisaris atau 49% tidak sesuai kompetensi teknis dengan BUMN dimana mereka ditempatkan," katanya. ( )
Ombudsman menyimpulkan bahwa terjadi sejumlah potensi maladministrasi rangkap jabatan pada komisaris BUMN disebabkan adanya benturan regulasi akibat batasan yang tidak tegas sehingga menyebabkan penafsiran yang berbeda dan cenderung meluas, serta adanya pelanggaran terhadap regulasi yang secara eksplisit telah mengatur pelarangan rangkap jabatan.
Di samping itu, Alamsyah mengatakan bahwa dalam rangkap jabatan telah menyebabkan rangkap penghasilan dengan nomenklatur honor dan gaji. Hal ini menyebabkan penerapan prinsip imbalan berdasarkan beban tambahan (incremental) menjadi tidak akuntabel dan menimbulkan ketidakadilan.
Ombudsman menilai Presiden perlu memperjelas batasan dan kriteria dalam penempatan pejabat struktural dan fungsional aktif sebagai Komisaris BUMN serta pengaturan sistem penghasilan tunggal bagi perangkap jabatan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini dipertegas dalam aturan yang disarankan.
Anggota Ombudsman, Alamsyah Saragih menyebutkan saran lainnya adalah agar Presiden memerintahkan Menteri BUMN Erick Thohir untuk melakukan perbaikan terhadap Peraturan Menteri BUMN yang sekurang-kurangnya mengatur secara lebih jelas mengenai penetapan kriteria calon komisaris, sumber bakal calon, tata cara penilaian dan penetapan, mekanisme, hak dan kewajiban komisaris di BUMN, serta akuntabilitas kinerja para komisaris BUMN.( )
"Selanjutnya saran Ombudsman adalah agar Presiden melakukan evaluasi cepat dan memberhentikan para komisaris rangkap jabatan yang terbukti diangkat dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Alamsyah, Jakarta, Rabu (5/8/2020).
Alamsyah juga menyampaikan, saran perbaikan tersebut merupakan hasil assessment dan pemantauan dewan komisaris dan dewan pengawas sebagai pengawas BUMN dan BLU yang dilakukan sejak 2017.
Bahkan, kata dia, sejak 2020 ini, Ombudsman telah melakukan inisiatif pemeriksaan dengan memanggil Kementerian BUMN, Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan BPKP, juga berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan melakukan pembahasan bersama KPK. Dari permintaan keterangan diperoleh temuan sementara bahwa sampai dengan tahun 2019 ada 397 Komisaris pada BUMN dan 167 Komisaris pada anak perusahaan BUMN terindikasi rangkap jabatan dan rangkap penghasilan.
"Berdasarkan analisis Ombudsman bersama KPK terhadap data 2019, dilakukan profiling terhadap 281 komisaris yang masih aktif di instansi asal. Berdasarkan jabatan, rekam jejak karir dan pendidikan ditemukan sebanyak 91 komisaris atau 32% berpotensi konflik kepentingan dan 138 komisaris atau 49% tidak sesuai kompetensi teknis dengan BUMN dimana mereka ditempatkan," katanya. ( )
Ombudsman menyimpulkan bahwa terjadi sejumlah potensi maladministrasi rangkap jabatan pada komisaris BUMN disebabkan adanya benturan regulasi akibat batasan yang tidak tegas sehingga menyebabkan penafsiran yang berbeda dan cenderung meluas, serta adanya pelanggaran terhadap regulasi yang secara eksplisit telah mengatur pelarangan rangkap jabatan.
Di samping itu, Alamsyah mengatakan bahwa dalam rangkap jabatan telah menyebabkan rangkap penghasilan dengan nomenklatur honor dan gaji. Hal ini menyebabkan penerapan prinsip imbalan berdasarkan beban tambahan (incremental) menjadi tidak akuntabel dan menimbulkan ketidakadilan.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda