Kabulkan Tafsir Baru Batas Usia Capres-Cawapres, Setara Institute: MK Promosikan Constitutional Evil
Selasa, 17 Oktober 2023 - 06:56 WIB
JAKARTA - Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi mengkritik Mahkamah Konstitusi ( MK ) yang mengabulkan gugatan yang diajukan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta Almas Tsaqibbirru. Menurut Hendardi, MK mempromosikan keburukan atau kejahatan konstitusional (constitutional evil).
“Dikabulkannya permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang pemilihan umum, yang pada pokoknya menetapkan batas usia calon presiden dan wakil presiden paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, telah menegaskan inkonsistensi Mahkamah Konstitusi dalam menegakkan Konstitusi RI,” kata Hendardi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (17/10/2023).
Dia menambahkan, apa pun alasannya, MK telah melampaui batas kewenangannya. Dia mengatakan, MK telah mengambil alih peran DPR dan Presiden, dua institusi yang mempunyai kewenangan legislasi. “Karena dengan putusan menerima dan mengubah bunyi pasal tersebut, artinya MK menjalankan positive legislator,” tuturnya.
Selain itu, dia mengatakan, MK juga sesuka hati menafsir ketentuan open legal policy sesuai selera penguasa. “MK yang mengklaim sebagai the sole interpreter of the constitution atau satu-satunya lembaga penafsir konstitusi, nyatanya telah memimpin penyimpangan kehidupan berkonstitusi dan mempromosikan keburukan atau kejahatan konstitusional (constitutional evil),” tuturnya.
Dalam posisi ini, dia mempertanyakan kelas kenegarawanan seperti apa yang hendak dibanggakan dari hakim-hakim MK. “Jika dengan putusan ini Gibran Rakabuming Raka melenggang ke bursa pilpres, tidak perlu analisis rumit untuk mengatakan bahwa putusan MK memang ditujukan untuk mempermudah anak Presiden Jokowi melanjutkan kepemimpinan bapaknya dan meneguhkan dinasti Jokowi dalam perpolitikan Indonesia,” imbuhnya.
Diketahui, MK mengabulkan permohonan materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) soal batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres Cawapres) yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A.
Dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, Almas Tsaqibbirru Re A meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).
"Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah". Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah," jelas Anwar.
Lihat Juga: Profil Kolonel Pnb Betya Lukman Madyana, Sosok Perisai Hidup Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka
“Dikabulkannya permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang pemilihan umum, yang pada pokoknya menetapkan batas usia calon presiden dan wakil presiden paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, telah menegaskan inkonsistensi Mahkamah Konstitusi dalam menegakkan Konstitusi RI,” kata Hendardi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (17/10/2023).
Dia menambahkan, apa pun alasannya, MK telah melampaui batas kewenangannya. Dia mengatakan, MK telah mengambil alih peran DPR dan Presiden, dua institusi yang mempunyai kewenangan legislasi. “Karena dengan putusan menerima dan mengubah bunyi pasal tersebut, artinya MK menjalankan positive legislator,” tuturnya.
Selain itu, dia mengatakan, MK juga sesuka hati menafsir ketentuan open legal policy sesuai selera penguasa. “MK yang mengklaim sebagai the sole interpreter of the constitution atau satu-satunya lembaga penafsir konstitusi, nyatanya telah memimpin penyimpangan kehidupan berkonstitusi dan mempromosikan keburukan atau kejahatan konstitusional (constitutional evil),” tuturnya.
Dalam posisi ini, dia mempertanyakan kelas kenegarawanan seperti apa yang hendak dibanggakan dari hakim-hakim MK. “Jika dengan putusan ini Gibran Rakabuming Raka melenggang ke bursa pilpres, tidak perlu analisis rumit untuk mengatakan bahwa putusan MK memang ditujukan untuk mempermudah anak Presiden Jokowi melanjutkan kepemimpinan bapaknya dan meneguhkan dinasti Jokowi dalam perpolitikan Indonesia,” imbuhnya.
Diketahui, MK mengabulkan permohonan materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) soal batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres Cawapres) yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A.
Dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, Almas Tsaqibbirru Re A meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).
"Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah". Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah," jelas Anwar.
Lihat Juga: Profil Kolonel Pnb Betya Lukman Madyana, Sosok Perisai Hidup Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka
(rca)
tulis komentar anda