Halaqoh Nasional P3M Minta Kemenkes Keluarkan Pasal Tembakau dari RPP Kesehatan
Senin, 16 Oktober 2023 - 21:16 WIB
JAKARTA - Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) bersama tokoh agama, dan petani meminta pasal pengamanan zat adiktif dikeluarkan dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) UU Kesehatan yang disusun Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sebab aturan tersebut dinilai perlu melibatkan partisipasi publik.
Direktur P3M Sarmidi Husna mengatakan, permintaan tersebut merupakan salah satu dari lima poin pernyataan sikap hasil kegiatan Halaqoh Nasional dengan tema “Telaah Rancangan RPP tentang Pelaksana UU Kesehatan 2023 terkait Pengamanan Zat Adiktif”.
Tidak hanya itu, P3M juga meminta pembahasan pasal pengamanan zat adiktif dalam RPP Kesehatan harus melibatkan partisipasi publik secara luas, termasuk pemangku kepentingan terkait, agar menghasilkan aturan yang berimbang. “Isi pasal-pasal pengamanan zat adiktif di dalam RPP Kesehatan ini mengancam dan berpotensi mematikan kelangsungan ekosistem dan tata niaga pertembakauan,” ucapnya, Senin (16/10/2023).
Selain itu, pasal pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau di RPP Kesehatan dinilai harus mengacu pada pada prinsip atau kaidah kemaslahatan umat secara umum yaitu tasharruful imam ‘ala al-ra‘iyyah manuthun bil mashlahah atau kebijakan negara atau pemerintah harus mengacu pada kemaslahatan.
Kemudian, perumusan RPP Kesehatan juga harus mengacu pada prinsip-prinsip pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, Bhineka Tunggal Ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, dan keseimbangan, keserasian, serta keselarasan, sebagaimana amanat dalam Pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
“Menurut kami, pemerintah bersama berbagai pemangku kepentingan harus merumuskan pasal-pasal terkait RPP yang non-diskriminatif, lebih berkeadilan, dan berkedaulatan,” kata Sarmidi.
Sarmidi melanjutkan pihkanya juga mendorong terbangunnya jejaring aliansi masyarakat sipil, asosiasi, akademisi, serta tokoh agama untuk melakukan advokasi kebijakan tembakau di pusat dan daerah.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, Wisnu Brata, menyampaikan pernyataan sikap tersebut harus ditempuh demi kebaikan bersama untuk menghindari konflik sosial. ”Insyaallah kami akan datang lagi ke Jakarta untuk menolak pembahasan RPP ini,” ucapnya
Para petani tembakau, menurutnya, sudah sangat lelah karena sumber mata pencahariannya selalu diganggu oleh kebijakan pemerintah. “Setiap musim politik, kami akan mendukung siapa yang mendukung tembakau. Kami akan berjuang sampai titik darah penghabisan untuk melawan pengeluaran aturan produk tembakau dari RPP Kesehatan karena itu hidup mati kami,” tegasnya.
Direktur P3M Sarmidi Husna mengatakan, permintaan tersebut merupakan salah satu dari lima poin pernyataan sikap hasil kegiatan Halaqoh Nasional dengan tema “Telaah Rancangan RPP tentang Pelaksana UU Kesehatan 2023 terkait Pengamanan Zat Adiktif”.
Tidak hanya itu, P3M juga meminta pembahasan pasal pengamanan zat adiktif dalam RPP Kesehatan harus melibatkan partisipasi publik secara luas, termasuk pemangku kepentingan terkait, agar menghasilkan aturan yang berimbang. “Isi pasal-pasal pengamanan zat adiktif di dalam RPP Kesehatan ini mengancam dan berpotensi mematikan kelangsungan ekosistem dan tata niaga pertembakauan,” ucapnya, Senin (16/10/2023).
Selain itu, pasal pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau di RPP Kesehatan dinilai harus mengacu pada pada prinsip atau kaidah kemaslahatan umat secara umum yaitu tasharruful imam ‘ala al-ra‘iyyah manuthun bil mashlahah atau kebijakan negara atau pemerintah harus mengacu pada kemaslahatan.
Kemudian, perumusan RPP Kesehatan juga harus mengacu pada prinsip-prinsip pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, Bhineka Tunggal Ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, dan keseimbangan, keserasian, serta keselarasan, sebagaimana amanat dalam Pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
“Menurut kami, pemerintah bersama berbagai pemangku kepentingan harus merumuskan pasal-pasal terkait RPP yang non-diskriminatif, lebih berkeadilan, dan berkedaulatan,” kata Sarmidi.
Sarmidi melanjutkan pihkanya juga mendorong terbangunnya jejaring aliansi masyarakat sipil, asosiasi, akademisi, serta tokoh agama untuk melakukan advokasi kebijakan tembakau di pusat dan daerah.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, Wisnu Brata, menyampaikan pernyataan sikap tersebut harus ditempuh demi kebaikan bersama untuk menghindari konflik sosial. ”Insyaallah kami akan datang lagi ke Jakarta untuk menolak pembahasan RPP ini,” ucapnya
Para petani tembakau, menurutnya, sudah sangat lelah karena sumber mata pencahariannya selalu diganggu oleh kebijakan pemerintah. “Setiap musim politik, kami akan mendukung siapa yang mendukung tembakau. Kami akan berjuang sampai titik darah penghabisan untuk melawan pengeluaran aturan produk tembakau dari RPP Kesehatan karena itu hidup mati kami,” tegasnya.
(cip)
tulis komentar anda