Belajar Sukses Haji dari Saudi
Selasa, 04 Agustus 2020 - 06:04 WIB
HAL ihwal haji di tengah pandemi tahun ini tuntas sudah. Arab Saudi sebagai sahibulbait akhirnya menunjukkan kemampuan tetap menyelenggarakan haji dalam situasi yang tak normal. Di sisi lain, gelaran haji tahun ini juga melegakan semua kalangan. Tak sebatas bagi umat Islam, namun umat manusia pada umumnya.
Hingga prosesi haji berakhir ditandai dengan nafar awal pada Minggu (2/8) petang, tidak ada persoalan besar yang dihadapi Saudi. Jamaah yang hanya dibatasi sekitar 1.000 orang itu pulang dengan senang, tenang, sekaligus menang. Senang karena mereka adalah orang-orang istimewa yang dipilih dari jutaan orang yang mendaftar. Tenang karena protokol kesehatan untuk mengantisipasi persebaran Covid-19 yang dijalankan oleh Saudi benar-benar berlaku konsekuen dan ketat sehingga tak memicu keraguan atau kepanikan di tengah ibadah. Jamaah juga merasa menang. Tak sekadar menang dalam pengertian spiritual, mereka hakikatnya bersama-sama telah mengalahkan ancaman datangnya virus yang hingga kini belum ditemukan penangkalnya tersebut.
Sebanyak 16 warga negara Indonesia (WNI) yang beruntung terpilih menjadi anggota jamaah haji istimewa ini juga terpantau sehat hingga hari terakhir. Ini setidaknya hasil pendataan Konsul Haji Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah Endang Jumali. Kesuksesan Saudi inilah yang juga akhirnya mendapat banyak pujian global, termasuk dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Wajar banyak pihak memberikan apresiasi. Mereka awalnya masih ragu dengan keputusan Saudi yang tetap menggelar haji, meski pandemi Covid-19 belum terkendali. Keraguan atau kekhawatiran ini tak berlebihan karena kasus korona di Saudi masih tinggi. Kini kasus positif di sana mencapai 280.000. Ini diperparah dengan tingkat kedisiplinan warganya yang tergolong masih rendah. Bahkan otoritas Saudi berulang kali memberlakukan lockdown , termasuk di dua kota suci Mekkah dan Madinah.
Namun, semua keraguan mampu dimentahkan Saudi. Pemerintahan di bawah Raja Salman bin Abdul Aziz al-Saud ini justru menampilkan standar pelayanan tinggi, termasuk protokol kesehatan yang ketat. Prestasi ini tidak datang tiba-tiba. Sejak awal Saudi tampak sangat hati-hati membuat kebijakan haji pada saat pandemi ini. Saudi baru memberi keputusan ada tidaknya haji pada 22 Juni 2020, atau sebulan sebelum puncak haji. Lamanya Saudi ini menunjukkan kematangan berpikir sebelum bertindak lebih jauh.
Proses pendaftaran calon peserta haji secara transparan dan bersistem online juga menggambarkan ada perubahan besar dalam birokrasi di negara ini. Gambaran ini tentu kontras dibandingkan layanan serupa, misalnya, pada satu dasawarsa lalu yang tampak masih belepotan. Penerapan teknologi tinggi ini juga makin membanggakan karena haji tahun ini bersifat gratis. Artinya, Saudi benar-benar bukan profit oriented, meski Pangeran Muhammad bin Salman tak henti-hentinya menggelorakan Saudi Vision 2030.
Di lapangan, Saudi benar-benar menjaga komitmennya. Bahkan petugas yang diterjunkan untuk mengawal agar protokol kesehatan dijalankan dengan benar jumlahnya mencapai dua kali lipat dari kuota jamaah.
Di luar segala ikhtiar besar yang dilakukan Saudi, muaranya kini telah dirasakan. Saudi mendapat banyak pujian karena meski pandemi belum mau beranjak dari negara penghasil minyak ini, nyatanya mereka bisa menyelenggarakan kegiatan besar yang mendapat atensi luas berskala global dengan baik. Bagi banyak negara, Covid-19 membuat perekonomian dan kedigdayaan bangsa terpuruk. Namun, Arab Saudi justru mampu memanfaatkan haji di tengah pandemi ini sebagai sarana kampanye yang positif di kancah internasional. Kecerdasan berpikir dan bertindak ala Saudi inilah yang bisa jadi menjadi cara baru hidup dan memenangi pertarungan global.
Saudi mengajarkan banyak pihak untuk tetap tidak gegabah menghadapi pandemi. Keselamatan jiwa (hifzhu al-nafs) tetap jadi prioritas. Toh, pandemi tak lantas membuat semua mati. Sebaliknya, situasi ini butuh pola pikir jernih dan kolaborasi aktif. Dengan cara begitu, langkah yang dibuat terukur.
Saudi juga menunjukkan diri sebagai pemerintah yang memiliki kebijakan kuat, bukan saling tumpang tindih atau bertabrakan seperti di Indonesia. Sudah saatnya, keberhasilan Saudi mengarungi pandemi ini patut dijadikan inspirasi, khususnya dalam pembuatan kebijakan publik yang tepat.
Hingga prosesi haji berakhir ditandai dengan nafar awal pada Minggu (2/8) petang, tidak ada persoalan besar yang dihadapi Saudi. Jamaah yang hanya dibatasi sekitar 1.000 orang itu pulang dengan senang, tenang, sekaligus menang. Senang karena mereka adalah orang-orang istimewa yang dipilih dari jutaan orang yang mendaftar. Tenang karena protokol kesehatan untuk mengantisipasi persebaran Covid-19 yang dijalankan oleh Saudi benar-benar berlaku konsekuen dan ketat sehingga tak memicu keraguan atau kepanikan di tengah ibadah. Jamaah juga merasa menang. Tak sekadar menang dalam pengertian spiritual, mereka hakikatnya bersama-sama telah mengalahkan ancaman datangnya virus yang hingga kini belum ditemukan penangkalnya tersebut.
Sebanyak 16 warga negara Indonesia (WNI) yang beruntung terpilih menjadi anggota jamaah haji istimewa ini juga terpantau sehat hingga hari terakhir. Ini setidaknya hasil pendataan Konsul Haji Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah Endang Jumali. Kesuksesan Saudi inilah yang juga akhirnya mendapat banyak pujian global, termasuk dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Wajar banyak pihak memberikan apresiasi. Mereka awalnya masih ragu dengan keputusan Saudi yang tetap menggelar haji, meski pandemi Covid-19 belum terkendali. Keraguan atau kekhawatiran ini tak berlebihan karena kasus korona di Saudi masih tinggi. Kini kasus positif di sana mencapai 280.000. Ini diperparah dengan tingkat kedisiplinan warganya yang tergolong masih rendah. Bahkan otoritas Saudi berulang kali memberlakukan lockdown , termasuk di dua kota suci Mekkah dan Madinah.
Namun, semua keraguan mampu dimentahkan Saudi. Pemerintahan di bawah Raja Salman bin Abdul Aziz al-Saud ini justru menampilkan standar pelayanan tinggi, termasuk protokol kesehatan yang ketat. Prestasi ini tidak datang tiba-tiba. Sejak awal Saudi tampak sangat hati-hati membuat kebijakan haji pada saat pandemi ini. Saudi baru memberi keputusan ada tidaknya haji pada 22 Juni 2020, atau sebulan sebelum puncak haji. Lamanya Saudi ini menunjukkan kematangan berpikir sebelum bertindak lebih jauh.
Proses pendaftaran calon peserta haji secara transparan dan bersistem online juga menggambarkan ada perubahan besar dalam birokrasi di negara ini. Gambaran ini tentu kontras dibandingkan layanan serupa, misalnya, pada satu dasawarsa lalu yang tampak masih belepotan. Penerapan teknologi tinggi ini juga makin membanggakan karena haji tahun ini bersifat gratis. Artinya, Saudi benar-benar bukan profit oriented, meski Pangeran Muhammad bin Salman tak henti-hentinya menggelorakan Saudi Vision 2030.
Di lapangan, Saudi benar-benar menjaga komitmennya. Bahkan petugas yang diterjunkan untuk mengawal agar protokol kesehatan dijalankan dengan benar jumlahnya mencapai dua kali lipat dari kuota jamaah.
Di luar segala ikhtiar besar yang dilakukan Saudi, muaranya kini telah dirasakan. Saudi mendapat banyak pujian karena meski pandemi belum mau beranjak dari negara penghasil minyak ini, nyatanya mereka bisa menyelenggarakan kegiatan besar yang mendapat atensi luas berskala global dengan baik. Bagi banyak negara, Covid-19 membuat perekonomian dan kedigdayaan bangsa terpuruk. Namun, Arab Saudi justru mampu memanfaatkan haji di tengah pandemi ini sebagai sarana kampanye yang positif di kancah internasional. Kecerdasan berpikir dan bertindak ala Saudi inilah yang bisa jadi menjadi cara baru hidup dan memenangi pertarungan global.
Saudi mengajarkan banyak pihak untuk tetap tidak gegabah menghadapi pandemi. Keselamatan jiwa (hifzhu al-nafs) tetap jadi prioritas. Toh, pandemi tak lantas membuat semua mati. Sebaliknya, situasi ini butuh pola pikir jernih dan kolaborasi aktif. Dengan cara begitu, langkah yang dibuat terukur.
Saudi juga menunjukkan diri sebagai pemerintah yang memiliki kebijakan kuat, bukan saling tumpang tindih atau bertabrakan seperti di Indonesia. Sudah saatnya, keberhasilan Saudi mengarungi pandemi ini patut dijadikan inspirasi, khususnya dalam pembuatan kebijakan publik yang tepat.
(ras)
tulis komentar anda