Cegah Krisis Pangan, BMKG Tekankan Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
Minggu, 01 Oktober 2023 - 10:47 WIB
JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG ) menekankan mitigasi dan adaptasi dalam terjadinya perubahan iklim. Hal ini sebagai respons untuk mencegah terjadinya krisis pangan.
Karenanya untuk mencegah fenomena tersebut, BMKG melakukan edukasi kepada para petani di Indonesia melalui pelaksanaan Sekolah Lapang Iklim (SLI). BMKG memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petani Indonesia agar bisa semakin terampil dalam strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, jika petani bisa melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, maka niscaya ketahanan pangan Indonesia akan terjaga dan semakin kuat.
"Insya Allah dengan terjaganya ketahanan pangan, Indonesia bisa terhindar dari ancaman krisis pangan global. Krisis pangan telah melanda berbagai negara di belahan dunia sebagai dampak dari derasnya laju perubahan iklim," kata Dwikorita Karnawati dalam keterangan tertulisnya, Minggu (1/10/2023).
SLI kali ini diselenggarakan di Desa Widodomartani, Kapanewon Ngemplak, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Sektor pertanian sangat berhubungan erat dengan keadaan cuaca dan iklim. Dampak buruk dari perubahan ekstrem cuaca atau iklim dapat mengakibatkan penurunan produksi pertanian secara kuantitas maupun kualitasnya," jelasnya.
"Selain itu, berkembangnya hama penyakit disebabkan tidak berjalannya pola tanam yang baik. Kedua hal tersebut wajib diminimalisir dampaknya karena dapat mengancam ketahanan pangan nasional. Kejadian iklim ekstrem berupa banjir dan kekeringan menyebabkan tanaman yang mengalami gagal panen atau puso semakin luas," tambah Dwikorita.
Petani kata dia, sebagai ujung tombak pertanian perlu memiliki bekal ilmu untuk memahami fenomena cuaca dan iklim beserta perubahannya. Pranoto mongso atau ilmu titen yang digunakan untuk menentukan kapan harus tanam dan panen harus diperbarui dengan menyertakan penggunaan teknologi. Dengan begitu, para petani bisa terhindar dari risiko terburuk berupa gagal panen akibat dampak cuaca ekstrem.
"Jika petani sudah dibekali dengan teknologi yang bisa memprediksi cuaca dan iklim maka petani bisa segera menyusun rencana tanam. Rencana tanam disesuaikan dengan prediksi cucaca bisa meliputi penyesuaian waktu tanam, jenis tanaman yang tepat dan kapan harus ditanam, kapan harus menunda tanam, kapan harus memanen, pengelolaan air, apa saja yang harus disiapkan agar tidak mengalami gagal panen, dan lain sebagainya," jelasnya.
Pertanian merupakan kegiatan yang dilakukan di tempat terbuka sehingga sangat berkaitan dengan cuaca dan iklim. Oleh karena itu BMKG melalui SLI selalu berupaya membantu petani memahami informasi iklim dengan harapan para petani dan tenaga penyuluh pertanian bisa memanfaatkan layanan informasi cuaca dan iklim yang disediakan BMKG dengan baik.
"SLI adalah bukti komitmen BMKG untuk terus menjaga ketahanan pangan Indonesia dan memajukan sektor pertanian di Indonesia. Penggunaan aplikasi Smart Framing bisa memberikan informasi terkait cuaca dan iklim, dengan begitu penanggulangan mitigasi perubahan iklim dapat dilakukan dengan baik. Saya pun berharap petani menghindari merusak lahan dan lereng dan meminimalkan penggalian berlebihan karena rentan menimbulkan longsor," tutup Dwikorita.
Karenanya untuk mencegah fenomena tersebut, BMKG melakukan edukasi kepada para petani di Indonesia melalui pelaksanaan Sekolah Lapang Iklim (SLI). BMKG memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petani Indonesia agar bisa semakin terampil dalam strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, jika petani bisa melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, maka niscaya ketahanan pangan Indonesia akan terjaga dan semakin kuat.
"Insya Allah dengan terjaganya ketahanan pangan, Indonesia bisa terhindar dari ancaman krisis pangan global. Krisis pangan telah melanda berbagai negara di belahan dunia sebagai dampak dari derasnya laju perubahan iklim," kata Dwikorita Karnawati dalam keterangan tertulisnya, Minggu (1/10/2023).
Baca Juga
SLI kali ini diselenggarakan di Desa Widodomartani, Kapanewon Ngemplak, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Sektor pertanian sangat berhubungan erat dengan keadaan cuaca dan iklim. Dampak buruk dari perubahan ekstrem cuaca atau iklim dapat mengakibatkan penurunan produksi pertanian secara kuantitas maupun kualitasnya," jelasnya.
"Selain itu, berkembangnya hama penyakit disebabkan tidak berjalannya pola tanam yang baik. Kedua hal tersebut wajib diminimalisir dampaknya karena dapat mengancam ketahanan pangan nasional. Kejadian iklim ekstrem berupa banjir dan kekeringan menyebabkan tanaman yang mengalami gagal panen atau puso semakin luas," tambah Dwikorita.
Petani kata dia, sebagai ujung tombak pertanian perlu memiliki bekal ilmu untuk memahami fenomena cuaca dan iklim beserta perubahannya. Pranoto mongso atau ilmu titen yang digunakan untuk menentukan kapan harus tanam dan panen harus diperbarui dengan menyertakan penggunaan teknologi. Dengan begitu, para petani bisa terhindar dari risiko terburuk berupa gagal panen akibat dampak cuaca ekstrem.
"Jika petani sudah dibekali dengan teknologi yang bisa memprediksi cuaca dan iklim maka petani bisa segera menyusun rencana tanam. Rencana tanam disesuaikan dengan prediksi cucaca bisa meliputi penyesuaian waktu tanam, jenis tanaman yang tepat dan kapan harus ditanam, kapan harus menunda tanam, kapan harus memanen, pengelolaan air, apa saja yang harus disiapkan agar tidak mengalami gagal panen, dan lain sebagainya," jelasnya.
Pertanian merupakan kegiatan yang dilakukan di tempat terbuka sehingga sangat berkaitan dengan cuaca dan iklim. Oleh karena itu BMKG melalui SLI selalu berupaya membantu petani memahami informasi iklim dengan harapan para petani dan tenaga penyuluh pertanian bisa memanfaatkan layanan informasi cuaca dan iklim yang disediakan BMKG dengan baik.
"SLI adalah bukti komitmen BMKG untuk terus menjaga ketahanan pangan Indonesia dan memajukan sektor pertanian di Indonesia. Penggunaan aplikasi Smart Framing bisa memberikan informasi terkait cuaca dan iklim, dengan begitu penanggulangan mitigasi perubahan iklim dapat dilakukan dengan baik. Saya pun berharap petani menghindari merusak lahan dan lereng dan meminimalkan penggalian berlebihan karena rentan menimbulkan longsor," tutup Dwikorita.
(maf)
tulis komentar anda