Soal RPP Turunan UU Kesehatan, Pasal Zat Adiktif Berupa Tembakau Disorot
Senin, 25 September 2023 - 14:11 WIB
"Bayangkan dalam RPP Kesehatan yang berjumlah ribuan pasal, terdapan sisipan pasal-pasal yang mengancam keberlangsungan IHT, disandingkan dengan pasal tentang pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, dan lainnya," tambahnya.
Ia juga menyesalkan pola campur aduk pasal zat adiktif dengan ribuan pasal lainnya dalam PP dimaksud.
"Yang terjadi hari ini merupakan bentuk arogansi dan pemaksaan kehendak Kemenkes agar pasal pelarangan tembakau larut dalam pembahasan topik kesehatan lainnya yang sangat luas," ungkapnya.
Oleh karena itu, Sudarto memohon kepada Kemenkes supaya aturan pasal zat adiktif dikeluarkan dari RPP UU Kesehatan. Sebab, industri hasil tembakau melibatkan komoditas dan produk tembakau merupakan satu-satunya komoditas yang dibahas dalam RPP, sehingga tidak tepat berada di peraturan sistem jaminan kesehatan.
Terpisah, Pakar Kebijakan Publik Universitas Airlangga (Unair), Gitadi Tegas, meragukan kualitas RPP UU Kesehatan jika dikejar hanya sebulan sejak UU Kesehatan diundangkan. Kesannya terburu-buru.
"Memaksakan waktu sampai September ini menurut saya terlalu utopis ideal di atas kertas, tapi dari perspektif policy implementation diragukan," ujarnya.
Percepatan pembahasan RPP tersebut, bukan hanya berdampak pada minimnya jumlah dan kualitas partisipasi publik, tetapi juga seolah melupakan landasan fundamental dari penyusunan sebuah aturan yang berkaitan dengan masyarakat banyak.
Selain itu ia menilai, bahwa pemerintah (dalam hal ini Kemenkes) dalam menyusun PP tembakau juga tidak boleh mengesampingkan realitas yang terjadi. "Seperti produk tembakau," tutupnya.
Ia juga menyesalkan pola campur aduk pasal zat adiktif dengan ribuan pasal lainnya dalam PP dimaksud.
"Yang terjadi hari ini merupakan bentuk arogansi dan pemaksaan kehendak Kemenkes agar pasal pelarangan tembakau larut dalam pembahasan topik kesehatan lainnya yang sangat luas," ungkapnya.
Oleh karena itu, Sudarto memohon kepada Kemenkes supaya aturan pasal zat adiktif dikeluarkan dari RPP UU Kesehatan. Sebab, industri hasil tembakau melibatkan komoditas dan produk tembakau merupakan satu-satunya komoditas yang dibahas dalam RPP, sehingga tidak tepat berada di peraturan sistem jaminan kesehatan.
Terpisah, Pakar Kebijakan Publik Universitas Airlangga (Unair), Gitadi Tegas, meragukan kualitas RPP UU Kesehatan jika dikejar hanya sebulan sejak UU Kesehatan diundangkan. Kesannya terburu-buru.
"Memaksakan waktu sampai September ini menurut saya terlalu utopis ideal di atas kertas, tapi dari perspektif policy implementation diragukan," ujarnya.
Percepatan pembahasan RPP tersebut, bukan hanya berdampak pada minimnya jumlah dan kualitas partisipasi publik, tetapi juga seolah melupakan landasan fundamental dari penyusunan sebuah aturan yang berkaitan dengan masyarakat banyak.
Selain itu ia menilai, bahwa pemerintah (dalam hal ini Kemenkes) dalam menyusun PP tembakau juga tidak boleh mengesampingkan realitas yang terjadi. "Seperti produk tembakau," tutupnya.
(maf)
tulis komentar anda