Tempat dan Pengisahan
Senin, 31 Juli 2023 - 05:29 WIB
Bandung Mawardi
Pedagang buku bekas
TEMPAT-tempat terus teringat dan tercatat. Tokoh, bahasa, benda, dan segala hal di pelbagai tempat turut membentuk biografi. Tempat tak sekadar alamat. Tempat memuat penggalan atau babak keimanan, keintelektualan, dan kekuasaan. Kita diajak mengartikan tempat meski berubah setelah ditinggalkan raga dan berjarak dengan pergumulan hidup lanjutan.
baca juga: Buku-Buku Terlarang Abad 21, Da Vinci Code Terjual 80 Juta Copy
Mahbub Djunaidi (1974) bercerita: “Minggu lalu, saya serahkan naskah roman otobiografi ‘Dari Hari Ke Hari’ ke redaksi Pustaka Jaya. Menurut pendapat saya, naskah itu tergolong kesusasteraan. Artinya, fakta-peristiwa yang ditulis bagus-bagus begitu rupa sehingga hampir-hampir bukan seperti fakta lagi. Tentu saja, sebuah hasil sastra atau bukan, bisa dibukukan atau tidak, akhirnya tergantung pada redaksi.” Buku itu memang terbit. Orang-orang mengakui sebagai novel.
Di novel gubahan Mahbub Djunaidi, kita membaca babak ia menjadi bocah di Solo. Ia mengenali pergaulan keagamaan di Kauman (Solo). Tempat itu jauh dari tanah asal. Di Solo, ia merasa tak salah tempat. Biografi tetap disusun dengan belajar di sekolah, ibadah, bermain, dan lain-lain. Ia mencatat tempat, mengingat peristiwa dan tokoh berkaitan masa kecil. Pada suatu masa, tempat itu diceritakan kepada pembaca berakibat merasa mengenali tokoh dan menilik sejarah Indonesia.
Tempat-tempat pun menentukan biografi Saifuddin Zuhri. Kita membaca buku berjudul Guruku Orang-Orang dari Pesantren (1977) mencatat tempat-tempat penting dalam urusan agama, ilmu, politik, seni, dan lain-lain. Ia memang mengutamakan pemuliaan tokoh-tokoh di pesantren tapi kita mengetahui ia bergerak di pelbagai tempat. Ingatan atas pengalaman-pengalaman itu menjadikan Saifuddin Zuhri mengerti diri, Islam, dan Indonesia.
Dua tokoh kondang itu mewariskan buku. Kita dapat mengenali dan mengagumi setela khatam buku. Kita bertambah akrab bila mengikuti berita dan wawancara bersama mereka di pelbagai koran dan majalah. Buku memuat biografi, buku menguak ketokohan dengan beragam latar tempat. Pada masa berbeda, kita menafsirkan berkaitan dakwah, revolusi, kebijakan pendidikan, pers, dan lain-lain.
baca juga: Buku dan Kertas Berlalu
Pedagang buku bekas
TEMPAT-tempat terus teringat dan tercatat. Tokoh, bahasa, benda, dan segala hal di pelbagai tempat turut membentuk biografi. Tempat tak sekadar alamat. Tempat memuat penggalan atau babak keimanan, keintelektualan, dan kekuasaan. Kita diajak mengartikan tempat meski berubah setelah ditinggalkan raga dan berjarak dengan pergumulan hidup lanjutan.
baca juga: Buku-Buku Terlarang Abad 21, Da Vinci Code Terjual 80 Juta Copy
Mahbub Djunaidi (1974) bercerita: “Minggu lalu, saya serahkan naskah roman otobiografi ‘Dari Hari Ke Hari’ ke redaksi Pustaka Jaya. Menurut pendapat saya, naskah itu tergolong kesusasteraan. Artinya, fakta-peristiwa yang ditulis bagus-bagus begitu rupa sehingga hampir-hampir bukan seperti fakta lagi. Tentu saja, sebuah hasil sastra atau bukan, bisa dibukukan atau tidak, akhirnya tergantung pada redaksi.” Buku itu memang terbit. Orang-orang mengakui sebagai novel.
Di novel gubahan Mahbub Djunaidi, kita membaca babak ia menjadi bocah di Solo. Ia mengenali pergaulan keagamaan di Kauman (Solo). Tempat itu jauh dari tanah asal. Di Solo, ia merasa tak salah tempat. Biografi tetap disusun dengan belajar di sekolah, ibadah, bermain, dan lain-lain. Ia mencatat tempat, mengingat peristiwa dan tokoh berkaitan masa kecil. Pada suatu masa, tempat itu diceritakan kepada pembaca berakibat merasa mengenali tokoh dan menilik sejarah Indonesia.
Tempat-tempat pun menentukan biografi Saifuddin Zuhri. Kita membaca buku berjudul Guruku Orang-Orang dari Pesantren (1977) mencatat tempat-tempat penting dalam urusan agama, ilmu, politik, seni, dan lain-lain. Ia memang mengutamakan pemuliaan tokoh-tokoh di pesantren tapi kita mengetahui ia bergerak di pelbagai tempat. Ingatan atas pengalaman-pengalaman itu menjadikan Saifuddin Zuhri mengerti diri, Islam, dan Indonesia.
Dua tokoh kondang itu mewariskan buku. Kita dapat mengenali dan mengagumi setela khatam buku. Kita bertambah akrab bila mengikuti berita dan wawancara bersama mereka di pelbagai koran dan majalah. Buku memuat biografi, buku menguak ketokohan dengan beragam latar tempat. Pada masa berbeda, kita menafsirkan berkaitan dakwah, revolusi, kebijakan pendidikan, pers, dan lain-lain.
baca juga: Buku dan Kertas Berlalu
tulis komentar anda