Sekjen Kemendagri Dorong Pemda Optimalkan Realisasi APBD
Senin, 24 Juli 2023 - 21:47 WIB
JAKARTA - Sekjen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro mendorong pemerintah daerah (Pemda) segera mengoptimalkan realisasi APBD . Berdasarkan data yang ada, dia menyoroti seputar capaian realisasi anggaran.
Salah satunya terkait realisasi pendapatan seluruh Indonesia tingkat kabupaten/kota yang baru mencapai 43,21 persen per 21 Juli 2023. “Harusnya di bulan Mei sudah 50 persen dan Juni akhir harusnya minimal sudah 58 persen, berarti Juli harusnya di atas 60 persen, jadi ada kekurangan,” ujar Suhajar pada Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Senin (24/7/2023).
Dia meminta kepala daerah, sekda selaku ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), hingga tim intensifikasi pendapatan daerah untuk memantau realisasi pendapatan. Apalagi berdasarkan data yang dihimpun Kemendagri, masih banyak daerah yang mengalami defisit APBD.
Dia khawatir rendahnya realisasi tersebut justru disebabkan target yang ditetapkan terlampau tinggi. “Sudah melampaui pertengahan Juli tapi realisasi baru 43 persen, apakah ini suatu gejala biasa atau memang target kita yang terlalu tinggi,” katanya.
Suhajar mengingatkan agar Pemda mewaspadai betul sisi penerimaan pendapatan. Jangan sampai di akhir tahun daerah terbebani oleh program atau proyek yang sudah berjalan tetapi uangnya tidak ada.
Untuk realisasi belanja, hingga saat ini realisasi belanja di tingkat kabupaten/kota baru mencapai 35,41 persen. Padahal, pemerintah menargetkan realisasi belanja bulan Juli sudah mencapai 60 persen.
Dia menganalisis masih banyak anggaran yang tertunda untuk dibelanjakan yang nilainya kurang lebih Rp250 triliun.
“Nah, ini di mana tertundanya penyaluran dan penyerapan. Misalnya kalau kita tertunda membayar upah tukang, berarti buruh terlambat menerima uang. Kalau buruh terlambat menerima uang, maka uang jajan anaknya mau sekolah tidak dikasihnya, jadi ini mohon dampaknya luar biasa,” tuturnya.
Dia menegaskan APBD merupakan tulang punggung utama untuk menggerakkan ekonomi. Karena itu, APBD harus tersalurkan secara tepat waktu baik untuk program yang telah direncanakan maupun masyarakat secara langsung. Hal itu termasuk pemberian bantuan sosial (bansos) dan berbagai dana insentif lainnya.
“Ini harus kita perhatikan bersama karena itu saya berterima kasih kepada kawan-kawan yang sudah bekerja keras merealisasikan APBD yakni Jabar, Yogyakarta, Banten, Jateng. Begitu pula kabupaten/kota yaitu Kabupaten Pati, Kulon Progo, Bengkulu Tengah, Bener Meriah, kota-kota juga Kota Bitung, Sukabumi, Prabumulih, Metro, Bandar Lampung, serta Salatiga,” ujar Suhajar.
Salah satunya terkait realisasi pendapatan seluruh Indonesia tingkat kabupaten/kota yang baru mencapai 43,21 persen per 21 Juli 2023. “Harusnya di bulan Mei sudah 50 persen dan Juni akhir harusnya minimal sudah 58 persen, berarti Juli harusnya di atas 60 persen, jadi ada kekurangan,” ujar Suhajar pada Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Senin (24/7/2023).
Dia meminta kepala daerah, sekda selaku ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), hingga tim intensifikasi pendapatan daerah untuk memantau realisasi pendapatan. Apalagi berdasarkan data yang dihimpun Kemendagri, masih banyak daerah yang mengalami defisit APBD.
Dia khawatir rendahnya realisasi tersebut justru disebabkan target yang ditetapkan terlampau tinggi. “Sudah melampaui pertengahan Juli tapi realisasi baru 43 persen, apakah ini suatu gejala biasa atau memang target kita yang terlalu tinggi,” katanya.
Suhajar mengingatkan agar Pemda mewaspadai betul sisi penerimaan pendapatan. Jangan sampai di akhir tahun daerah terbebani oleh program atau proyek yang sudah berjalan tetapi uangnya tidak ada.
Untuk realisasi belanja, hingga saat ini realisasi belanja di tingkat kabupaten/kota baru mencapai 35,41 persen. Padahal, pemerintah menargetkan realisasi belanja bulan Juli sudah mencapai 60 persen.
Dia menganalisis masih banyak anggaran yang tertunda untuk dibelanjakan yang nilainya kurang lebih Rp250 triliun.
“Nah, ini di mana tertundanya penyaluran dan penyerapan. Misalnya kalau kita tertunda membayar upah tukang, berarti buruh terlambat menerima uang. Kalau buruh terlambat menerima uang, maka uang jajan anaknya mau sekolah tidak dikasihnya, jadi ini mohon dampaknya luar biasa,” tuturnya.
Dia menegaskan APBD merupakan tulang punggung utama untuk menggerakkan ekonomi. Karena itu, APBD harus tersalurkan secara tepat waktu baik untuk program yang telah direncanakan maupun masyarakat secara langsung. Hal itu termasuk pemberian bantuan sosial (bansos) dan berbagai dana insentif lainnya.
“Ini harus kita perhatikan bersama karena itu saya berterima kasih kepada kawan-kawan yang sudah bekerja keras merealisasikan APBD yakni Jabar, Yogyakarta, Banten, Jateng. Begitu pula kabupaten/kota yaitu Kabupaten Pati, Kulon Progo, Bengkulu Tengah, Bener Meriah, kota-kota juga Kota Bitung, Sukabumi, Prabumulih, Metro, Bandar Lampung, serta Salatiga,” ujar Suhajar.
(jon)
tulis komentar anda