Sudah Banyak Bukti, Pemerintah Didorong Perjelas Status NII sebagai DTTOT
Selasa, 18 Juli 2023 - 05:41 WIB
Gus Islah menegaskan perlu memisahkan Al Zaytun sebagai lembaga pendidikan aktif dengan Panji Gumilang dan NII yang sampai hari ini masih melakukan konsolidasi dengan jaringannya di Indonesia. Al Zaytun sendiri sebenarnya hanya dijadikan episentrum oleh Panji Gumilang dengan segala kepentingannya.
"Yang menarik adalah bahwa sebenarnya tidak ada kaitannya Al Zaytun dengan NII sendiri. Memang Al Zaytun ini dibentuk oleh seorang NII yang bernama Abu Toto alias Panji Gumilang alias Abu Maarik, banyak sekali namanya. Tapi kalau kita perhatikan memang sebenarnya Al Zaytun sendiri ini adalah lembaga pendidikan pada zaman Orde Baru milik Panji Gumilang yang mantan NII ini setelah digalang oleh pemerintah ketika itu," katanya.
Terkait perbedaan fikih yang terjadi di Al Zaytun, Gus Islah berpendapat tidak menjadi masalah. Di dalam Islam sejarah-sejarah terbentuknya berbagai sekte, firqoh, ataupun ajaran yang berbeda itu memang sudah terjadi sejak ratusan tahun lalu. Di Indonesia juga antar organisasi saja bisa berbeda pandangan fikihnya.
"Yang harus kita hindari adalah pemahaman takfir atau mengkafirkan sesama yang cenderung menghegemoni dan melakukan klaim kebenaran atas nama diri dan kelompoknya, lalu memberikan stigma dan penghakiman pasti salah terhadap orang lain yang berbeda. Ini yang nggak boleh," katanya.
"Yang menarik adalah bahwa sebenarnya tidak ada kaitannya Al Zaytun dengan NII sendiri. Memang Al Zaytun ini dibentuk oleh seorang NII yang bernama Abu Toto alias Panji Gumilang alias Abu Maarik, banyak sekali namanya. Tapi kalau kita perhatikan memang sebenarnya Al Zaytun sendiri ini adalah lembaga pendidikan pada zaman Orde Baru milik Panji Gumilang yang mantan NII ini setelah digalang oleh pemerintah ketika itu," katanya.
Terkait perbedaan fikih yang terjadi di Al Zaytun, Gus Islah berpendapat tidak menjadi masalah. Di dalam Islam sejarah-sejarah terbentuknya berbagai sekte, firqoh, ataupun ajaran yang berbeda itu memang sudah terjadi sejak ratusan tahun lalu. Di Indonesia juga antar organisasi saja bisa berbeda pandangan fikihnya.
"Yang harus kita hindari adalah pemahaman takfir atau mengkafirkan sesama yang cenderung menghegemoni dan melakukan klaim kebenaran atas nama diri dan kelompoknya, lalu memberikan stigma dan penghakiman pasti salah terhadap orang lain yang berbeda. Ini yang nggak boleh," katanya.
(abd)
tulis komentar anda