KPK Sebut Sistem Pengawasan Internal Ditjen Pajak dan Bea Cukai Lemah

Jum'at, 07 Juli 2023 - 21:20 WIB
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat menggelar konferensi pers penahanan tersangka gratifikasi dan TPPU, Andhi Pramono yang merupakan mantan Kepala Bea Cukai Makassar, Jumat (7/7/2023). FOTO/MPI/ARIE DWI SATRIO
JAKARTA - Dua pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terjerat kasus gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Keduanya adalah mantan pejabat Ditjek Pajak, Rafael Alun Trisambodo dan eks Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono .

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, dua pejabat tersebut terjerat kasus rasuah salah satunya karena lemahnya pengawasan internal di masing-masing direktorat. Sebab, penerimaan gratifikasi kedua pejabat Kemenkeu tersebut terjadi sudah cukup lama.

"Ini juga sebetulnya menunjukkan kelemahan dalam sistem pengawasan internal di kedua institusi tersebut. Dalam hal ini adalah Ditjen Pajak atau Bea Cukai, dan ini kalau kita ikuti, dari tahun 2012-2022 cukup lama juga," kata Alex, sapaan karib Alexander Marwata di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (7/7/2023).



"Artinya, sebetulnya kalau pengawasan melekat itu berjalan dengan baik, tentu kejadian kejadian seperti ini bisa kita cegah sejak awal," ujarnya.

Alex menduga banyak pihak yang mengetahui penerimaan gratifikasi Rafael Alun Trisambodo dan Andhi Pramono. Sebab, penerimaan gratifikasi pejabat pajak dan Bea Cukai tersebut sudah berlangsung lama dan nilainya sangat fantastis.

"Jadi seorang pegawai yang secara normatif itu tidak mungkin bisa menghimpun kekayaan yang sedemikian besar dan kami meyakini tidak mungkin rekan sejawat, atasan atau pimpinannya itu tidak tahu," kata Alex.

Menurutnya, salah satu penanda atau refleks terjadinya suatu kecurangan atau dalam hal ini korupsi, salah satunya dari gaya hidup pejabat negara. Mereka yang doyan pamer harta atau flexing, kata Alex, wajib dicurigai asal usul kekayaannya.



"Jadi kalau seorang ASN atau penyelenggara negara mampu membeli rumah Rp20 miliar, tentu menjadi pertanyaan besar, dari mana yang bersangkutan mendapatkan penghasilan untuk membeli rumah sebesar itu," katanya.

"Apakah yang bersangkutan punya kegiatan usaha yang lain? Dan itu yang harus dibuktikan. Dan dalam proses penyidikan, ya untuk sementara diyakini bahwa sumber penghasilan untuk mendapatkan kekayaan itu berasal dari gratifikasi," katanya.
(abd)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More