Panda Nababan 'Sentil' Gibran, Ketum KNPI: Kaderisasi Itu Keniscayaan

Senin, 03 Juli 2023 - 08:38 WIB
Ketua Umum KNPI M Ryano Panjaitan menyayangkan pernyataan Panda Nababan soal Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka anak ingusan. Foto/Dok. SINDOnews
JAKARTA - Pernyataan politisi senior Panda Nababan yang menyebut Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai anak ingusan memantik polemik. Sejumlah tokoh memberikan respons atas pernyataan tersebut.

Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia ( KNPI ) M Ryano Panjaitan menyayangkan pernyataan Panda Nababan tersebut. Menurutnya, pernyataan tersebut menunjukkan politisi senior menganggap remeh peran pemuda dalam politik nasional.

Padahal pemilih pada Pemilu 2024 nanti sebanyak 187 juta orang dan mayoritas adalah generasi muda. Ini artinya pemilih muda akan menjadi penentu di Pemilu 2024 nanti.



"Pernyataan politisi senior tersebut juga menegasikan realitas bahwa prestasi tidak bisa diukur dari faktor umur semata. Kenyataannya saat ini adalah era disrupsi. Di mana banyak sekali anak muda yang bukan saja berprestasi, tapi turut menjadi peletak dasar peradaban umat manusia dan kemanusiaan, baik di Indonesia maupun diseluruh penjuru dunia. Jadi, muda bukan berarti tidak bisa," kata Ryano dalam siaran persnya, Senin (3/7/2023).

Ryano menegaskan pernyataan anak ingusan seolah mengonfirmasi bahwa realitas politik menjadikan pemuda sebagai objek mendulang suara. Selain itu juga ada kesan politisi senior tersebut tidak ingin adanya kaderisasi dan regenerasi dalam rangka menjamin kesinambungan program pembangunan nasional.

Ryano menilai posisi pemuda yang hanya dijadikan objek bertentangan dengan semangat demokrasi yang transformatif. Padahal dalam sejarah umat manusia dan Indonesia, pemuda merupakan pilar penting masa depan bangsa, negara dan peradaban.

"Sumbangsih dan kontribusi pemuda terhadap negara di berbagai era politik telah memberikan corak tersendiri dalam arah perjalanan bangsa ini," tandasnya.

Indonesia, lanjut Ryano, saat ini sedang mengalami bonus demografi, di mana usia produktif lebih banyak daripada anak-anak dan usia lanjut. Potensi yang sangat luar biasa ini tidak didiskreditkan oleh gagasan istilah anak ingusan.

"Istilah tersebut secara etis kurang tepat dalam percakapan publik, apalagi pemuda secara kuantitas merupakan elemen dominan dalam konteks pemilih. Selain itu, Indonesia sedang mengalami bonus demografi di mana seharusnya lebih banyak diberi ruang untuk berpartisipasi," tuturnya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More