Ketersediaan Pangan Kunci Ketahanan Nasional di Masa Pandemi Covid-19

Kamis, 23 Juli 2020 - 11:19 WIB
Orgware berkaitan dengan rekayasa sosial budaya dan kelembagaan masyarakat yang bermitra dengan dunia usaha dengan dukungan dari lembaga pemerintah. Software berkaitan dengan lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan, perguruan tinggi, pendidikan dan pelatihan dan pengetahuan masyarakat. Sedangkan brainware berkaitan dengan sumber daya manusia untuk menghasilkan kreativitas dan inovasi.

Kempat hal ini saling terkait dan akan meningkatkan daya saing dari produk-produk yang dihasilkan oleh food estate tersebut. Namun dari keempat hal tersebut pakar yang malang melintang di dunia pengembangan organisasi masyarakat perdesaan Mirwanto Manuwiyoto mengingatkan hal tersebut memerlukan waktu lama dan ketekunan adalah untuk mempersiapkan orgware dan brainware. Padahal masalah kekurangan pangan sudah menghadang di depan mata.

Demikian pula Oon Kurniaputra dan Arsyad Nurdin ahli tanah dan transmigrasi daerah 3T (terluar, terdepan dan tertinggal) menganalisis pemetaan kabupaten/kota yang rentan pangan yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, bahkan daerah rawan pangan (kategori 1, 2 dan 3) sebagian besar bukan berada di Kalimantan Tengah, namun di Papua dan Papua Barat. Jarak yang jauh dari kedua daerah tersebut tentu akan berpengaruh terhadap rantai pasoknya. Apalagi barang-barang pertanian memiliki sifat mudah rusak, volumeous dan bulky dan ini akan membawa konsekuensi terhadap tingginya biaya transportasi.

Kelima pakar tersebut sepakat bahwa dalam menghadapi masalah kekurangan pangan ada strategi jangka pendek dan jangka panjang. Strategi jangka pendek antara lain pertama, rumah tangga agar menyimpan bahan pangan untuk jangka waktu dua tiga bulan ke depan, atau bagi masyarakat yang mengonsumsi beras, sampai panen musim gadu. Hal ini sesuai dengan paradigma baru bahwa ketahanan pangan titik beratnya bukan kepada ketahanan pangan nasional tapi lebih kepada ketahanan pangan rumah tangga.

Kedua, memanfaatkan instrumen Dana Desa untuk membeli gabah yang masih ada pada akhir musim panen ini dan panen musim gadu pada beberapa bulan mendatang, merevitalisasi bangunan yang tidak digunakan untuk lumbung desa ataupun lumbung komunitas.

Pengelolaan mulai dari pembeliaan gabah, pengolahan menjadi beras, sampai pemasaran berasnya diserahkan kepada BUMDES. Ketiga, pemanfaatan lahan pekarangan untuk penyediaan pangan.

Sedangkan strategi jangka panjang dalam rangka ketahanan pangan adalah, pengembangan food estate pada lahan sawah yang sudah ada yang berbasis klaster dan inovasi untuk dapat meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing produk dan wilayah; Pengembangan food estate ini tentunya diutamakan pada daerah-daerah yang rawan pangan dan daerah sekitarnya;

Kemudian, mengurangi konsumsi beras, dimana masyarakat didorong untuk memakan sayuran. Selain itu, mengurangi impor gandum maka pemerintah agar memberikan afirmasi kebijakan untuk penggunaan Modified Cassava Flour (MOCAF) yang berbasis bahan baku singkong, sebagai campuran terigu.

Terakhir adalah meningkatkan daya coping mechanism masyarakat dalam ketahanan pangan. Disamping itu gagasan tentang Metropolitan Food Cluster juga patut untuk dikembangkan khususnya mengantisipasi krisis pangan di perkotaan yang memiliki keunggulan pada rantai pasok yang efisien dan produktif.
(cip)
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More