Setara Institute Sebut Andi Pangerang Termakan Unggahan Provokatif Profesor BRIN
Selasa, 25 April 2023 - 04:19 WIB
JAKARTA - Setara Institute menilai pernyataaan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangeran Hasanuddin berkaitan dengan perbedaan Lebaran Muhammadiyah dengan pemerintah bukanlah ranah kebebasan berpendapat. Sikap dan pernyataan Andi dinilai mengafirmasi unggahan provokatif profesor BRIN Thomas Djamaludin.
Ketua Badan Pengurus Setara Institute Jakarta Ismail Hasani mengungkapkan apa yang disampaikan Andi mendukung pernyataan Thomas, yang diketahui juga kerap menyebarkan pendapat soal perbedaan penetapan Idulfitri. "Sangat tendensius dan sinikal pada ijtihad Muhammadiyah," kata Ismail dalam keterangannya, Selasa (25/4/2023).
Menurut Ismail, pengakuan dan permintaan maaf Andi ssecara terbuka bisa diapresiasi. Tetapi itu bukanlah penyelesaian masalah.
"Permintaan maaf dan pengakuan Hasanuddin boleh diapresiasi tetapi tidaklah cukup untuk menyelesaikan masalah. Perbuatan Hasanuddin telah memenuhi unsur pidana, baik dari sisi tindakan penghasutan, ujaran kebencian, maupun dampak perbuatannya yang menimbulkan kegaduhan. Pernyataan Hasanuddin bukanlah bentuk kebebasan berpendapat bukan pula kebebasan bagi seorang peneliti," paparnya.
Pasalnya, kata Ismail, cara beberapa pemikir merespons perbedaan Hari Raya menunjukkan penerimaan atas perbedaan dan keberagaman begitu rapuh dan miskin perspektif.
Alih-alih menjadi penyeru toleransi atas perbedaan, sejumlah pemikir justru melakukan bullying terhadap kelompok yang berbeda.
"Inilah salah satu filosofi mengapa ujaran kebencian, diskriminasi, penghasutan kemudian dikualifikasi sebagai tindak pidana,” kata dia.
Ismail mengatakan, Setara Institute sejak lama memperkenalkan istilah condoning dan pelarangannya bagi pejabat publik. Condoning yang diartikan sebagai pernyataan pejabat publik yang berpotensi menimbulkan kebencian terhadap kelompok tertentu dan berpotensi menimbulkan kekerasan, secara etis adalah pelanggaran serius.
”Sekalipun condoning belum dikualifikasi sebagai tindak pidana," paparnya.
Sebab itu, Setara Institute meminta Polri untuk merespons dan menyikapi secara cepat dan tepat peristiwa ini.Termasuk merespons secara presisi sejumlah laporan yang akan dilayangkan beberapa pihak.
"Pembiaran tindakan seperti yang dilakukan oleh A.P Hasanuddin akan mendorong terjadinya normalisasi kebencian dan nornalisasi pluralisme represif," tutupnya.
Ketua Badan Pengurus Setara Institute Jakarta Ismail Hasani mengungkapkan apa yang disampaikan Andi mendukung pernyataan Thomas, yang diketahui juga kerap menyebarkan pendapat soal perbedaan penetapan Idulfitri. "Sangat tendensius dan sinikal pada ijtihad Muhammadiyah," kata Ismail dalam keterangannya, Selasa (25/4/2023).
Menurut Ismail, pengakuan dan permintaan maaf Andi ssecara terbuka bisa diapresiasi. Tetapi itu bukanlah penyelesaian masalah.
"Permintaan maaf dan pengakuan Hasanuddin boleh diapresiasi tetapi tidaklah cukup untuk menyelesaikan masalah. Perbuatan Hasanuddin telah memenuhi unsur pidana, baik dari sisi tindakan penghasutan, ujaran kebencian, maupun dampak perbuatannya yang menimbulkan kegaduhan. Pernyataan Hasanuddin bukanlah bentuk kebebasan berpendapat bukan pula kebebasan bagi seorang peneliti," paparnya.
Pasalnya, kata Ismail, cara beberapa pemikir merespons perbedaan Hari Raya menunjukkan penerimaan atas perbedaan dan keberagaman begitu rapuh dan miskin perspektif.
Alih-alih menjadi penyeru toleransi atas perbedaan, sejumlah pemikir justru melakukan bullying terhadap kelompok yang berbeda.
"Inilah salah satu filosofi mengapa ujaran kebencian, diskriminasi, penghasutan kemudian dikualifikasi sebagai tindak pidana,” kata dia.
Ismail mengatakan, Setara Institute sejak lama memperkenalkan istilah condoning dan pelarangannya bagi pejabat publik. Condoning yang diartikan sebagai pernyataan pejabat publik yang berpotensi menimbulkan kebencian terhadap kelompok tertentu dan berpotensi menimbulkan kekerasan, secara etis adalah pelanggaran serius.
”Sekalipun condoning belum dikualifikasi sebagai tindak pidana," paparnya.
Sebab itu, Setara Institute meminta Polri untuk merespons dan menyikapi secara cepat dan tepat peristiwa ini.Termasuk merespons secara presisi sejumlah laporan yang akan dilayangkan beberapa pihak.
"Pembiaran tindakan seperti yang dilakukan oleh A.P Hasanuddin akan mendorong terjadinya normalisasi kebencian dan nornalisasi pluralisme represif," tutupnya.
(muh)
tulis komentar anda