Haedar Nashir Yakin Kalender Global Islam Bakal Hadir Meski Butuh 1 Abad
Kamis, 20 April 2023 - 10:01 WIB
JAKARTA - Muhammadiyah telah menetapkan 1 Syawal 1444 Hijriyah jatuh pada 21 April 2023 besok. Ketetapan Muhammadiyah ini hampir dipastikan berbeda dengan pemerintah dan sejumlah ormas Islam lain karena perbedaan metode yang digunakan.
Sebagaimana diketahui, pemerintah memakai metode imkanur rukyat untuk menentukan 1 Syawal. Metode ini menempatkan hasil perhitungan (hisab) sebagai acuan untuk melihat hilal. Sementara Muhammadiyah menggunakan metode hisab murni wujudul hilal. Dengan metode ini, Ramadan dinyatakan berakhir bila secara hisab posisi hilal positif (di atas ufuk) dan telah terjadi ijtimak (konjungsi) sebelum Matahari terbenam tanpa harus melihat langsung.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir meyakini metode hisab bakal digunakan umat Islam di Indonesia bahkan dunia, seperti jam sebagai penanda salat. Haedar optimistis metode hisab wujudul hilal akan dijadikan sebagai landasan dalam menentukan waktu-waktu penting ibadah umat Islam.
“Sekarang kita bisa mudah sekali untuk salat zuhur dan segala macam tanpa harus melihat matahari,” kata Haedar dalam acara Media Gathering di Kantor PP Muhammadiyah, Jalan Cik Ditiro, Nomor 23 Kota Yogyakarta, dikutip dari muhammadiah.or.id, Kamis (20/4/2023).
Meskipun saat ini masih ditolak, kata Haedar, suatu saat metode hisab akan diterima. Memang, hal itu membutuhkan waktu yang tidak pendek.
Awalnya, Kiai Dahlan ditentang banyak orang dan bahkan dituding gila. Tapi apa yang dilakukan Kiai Dahlan saat ini bahkan diikuti bahkan seluruh umat Islam di Indonesia.
“Tapi sekarang Alhamdulillah, bahkan Kementerian Agama membikin sertifikasi, bahwa setiap masjid harus dapat sertifikat arah kiblat yang benar. Bahwa perubahan untuk memakai kalender Islam global itu memerlukan waktu satu abad lagi,” imbuhnya.
Penggunaan metode hisab hakiki wujudul hilal, imbuh Haedar, merupakan landasan yang bisa digunakan oleh generasi mendatang supaya hidup menjadi praktis. Islam harus menjawab tantangan yang ada di masyarakat modern yang memerlukan kepastian.
“Kepastian transaksi, kepastian tentang hari dan tanggal dan lain sebagainya. Yang tidak pasti dalam terawangan kita kan kematian dan ajal,” ucapnya.
“Dan benda-benda langit itu juga beredar dengan kepastian. Apa ada bulan itu demi toleransi mundur dulu? Bulan itu mau datang ya datang, matahari mau terbenam ya terbenam,” ungkap Haedar.
Sebagaimana diketahui, pemerintah memakai metode imkanur rukyat untuk menentukan 1 Syawal. Metode ini menempatkan hasil perhitungan (hisab) sebagai acuan untuk melihat hilal. Sementara Muhammadiyah menggunakan metode hisab murni wujudul hilal. Dengan metode ini, Ramadan dinyatakan berakhir bila secara hisab posisi hilal positif (di atas ufuk) dan telah terjadi ijtimak (konjungsi) sebelum Matahari terbenam tanpa harus melihat langsung.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir meyakini metode hisab bakal digunakan umat Islam di Indonesia bahkan dunia, seperti jam sebagai penanda salat. Haedar optimistis metode hisab wujudul hilal akan dijadikan sebagai landasan dalam menentukan waktu-waktu penting ibadah umat Islam.
Baca Juga
“Sekarang kita bisa mudah sekali untuk salat zuhur dan segala macam tanpa harus melihat matahari,” kata Haedar dalam acara Media Gathering di Kantor PP Muhammadiyah, Jalan Cik Ditiro, Nomor 23 Kota Yogyakarta, dikutip dari muhammadiah.or.id, Kamis (20/4/2023).
Meskipun saat ini masih ditolak, kata Haedar, suatu saat metode hisab akan diterima. Memang, hal itu membutuhkan waktu yang tidak pendek.
Sejarah Arah Kiblat
Optimisme Haedar bukan tanpa alasan. Dia berkaca pada fakta sejarah mengenai arah kiblat masjid di Tanah Air. Adalah KH Ahmad Dahlan yang menentukan arah kiblat masjid di Indonesia lewat perhitungan ilmu falak.Awalnya, Kiai Dahlan ditentang banyak orang dan bahkan dituding gila. Tapi apa yang dilakukan Kiai Dahlan saat ini bahkan diikuti bahkan seluruh umat Islam di Indonesia.
“Tapi sekarang Alhamdulillah, bahkan Kementerian Agama membikin sertifikasi, bahwa setiap masjid harus dapat sertifikat arah kiblat yang benar. Bahwa perubahan untuk memakai kalender Islam global itu memerlukan waktu satu abad lagi,” imbuhnya.
Penggunaan metode hisab hakiki wujudul hilal, imbuh Haedar, merupakan landasan yang bisa digunakan oleh generasi mendatang supaya hidup menjadi praktis. Islam harus menjawab tantangan yang ada di masyarakat modern yang memerlukan kepastian.
“Kepastian transaksi, kepastian tentang hari dan tanggal dan lain sebagainya. Yang tidak pasti dalam terawangan kita kan kematian dan ajal,” ucapnya.
“Dan benda-benda langit itu juga beredar dengan kepastian. Apa ada bulan itu demi toleransi mundur dulu? Bulan itu mau datang ya datang, matahari mau terbenam ya terbenam,” ungkap Haedar.
(muh)
tulis komentar anda