Kalah Arbitrase di MA, Indonesia Power Harus Bayar Ganti Rugi Rp172,23 M
Minggu, 19 Juli 2020 - 12:35 WIB
JAKARTA - Majelis hakim agung Mahkamah Agung (MA) memutuskan menghukum PT Indonesia Power membayar uang ganti rugi Rp172,237.018.353 dan biaya administrasi kepada arbiter Rp1.327.877.000 karena kalah dalam banding arbitrase melawan Konsorsium Kinarya Liman Margaseta (KKLM).
Hal ini tertuang dalam putusan banding perkara arbitrase nomor: 460 B/Pdt.Sus-Arbt/2020. Perkara ini ditangani majelis hakim agung MA yang dipimpin Syamsul Ma’arif dengan anggota Sudrajad Dimyati dan Ibrahim. Salinan putusan diunggah di laman Direktori Putusan MA, Kamis,16 Juli 2020.
Perkara ini lebih dulu diajukan ke MA oleh KKLM sebagai pemohon banding I dan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai pemohon banding I melawan PT Indonesia Power sebagai termohon banding. Selain itu ada PT Perusahaan Gas Negara (PGN, Persero) Tbk dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN, Persero) sebagai turut terbanding. (Baca juga: Indonesia Power Gandeng IKBT Donasikan 1.000 Nasi Bungkus untuk Warga Terdampak COVID 19)
Banding ke MA diajukan KKLM dan BANI atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 754/Pdt.Arb/2019/PN.Jk t.Sel tertanggal 17 Desember 2019. Dalam amar, PN Jaksel memutuskan di antaranya, mengabulkan permohonan PT Indonesia Power sebagai pemohon untuk sebagian, membatalkan putusan BANI Nomor 41055/V/ARB-BANI/2018 tertanggal 16 Juli 2019 untuk seluruhnya dengan segala akibat hukumnya, menolak permohonan pemohon yang lain dan selebihnya.
Sebelumnya, BANI dalam putusan arbitrase nomor 41055/V/ARB-BANI/2018 memutuskan, dalam provisi, menolak permohonan provisi KKLM sebagai pemohon untuk seluruhnya. Dalam pokok perkara, BANI memutuskan 9 hal.
Di antaranya mengabulkan permohonan KKLM untuk sebagian, menyatakan termohon yakni PT Indonesia Power telah melakukan cidera janji/wanprestasi, menghukum dan memerintahkan PT Indonesia Power sebagai termohon untuk membayar ganti rugi sebesar Rp172.237.018.353 kepada pemohon yakni KKLM, membebankan seluruh biaya administasi, biaya pemeriksaan dan biaya arbiter kepada pemohon dan termohon masing-masing seperdua (1/2) bagian, serta menghukum dan memerintahkan PT Indonesia Power untuk mengembalikan/membayar biaya administrasi, biaya pemeriksaan dan biaya arbiter kepada pemohon sebesar Rp1.327.877.000.
Memori banding dari KKLM diterima MA pada 9 Januari 2020 dan dari BANI diterima pada 8 Januari 2020 serta PT Indonesia Power mengajukan kontra memori banding pada 30 Januari 2020 dan PT PLN (Persero) mengajukan kontra memori pada 31 Januari 2020.
Majelis hakim agung yang dipimpin Syamsul Ma’arif mengungkapkan, berdasarkan Pasal 72 ayat (4) Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, terhadap pembatalan putusan arbitrase oleh pengadilan negeri dapat diajukan banding kepada Mahkamah Agung (MA) yang memutus dalam tingkat terakhir. Dalam penjelasannya dinyatakan, yang dimaksud "banding" adalah hanya terhadap pembatalan putusan arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 UU Nomor 30 Tahun 1999. Oleh karena yang diperiksa dalam perkara ini adalah permohonan pembatalan putusan arbitrase, maka MA memeriksa perkara ini dalam tingkat terakhir.
Majelis hakim agung menegaskan, telah membaca memori banding yang diajukan pemohon I dan II, kontra memori yang diajukan PT Indonesia Power dan PT PLN (Persero), serta alasan-alasan yang diajukan. Karenanya majelis hakim agung menyatakan, MA berpendapat bahwa keberatan dari pemohon banding I dan pemohon banding II tersebut dapat dibenarkan. Musababnya menurut MA, Judex Facti yakni Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah salah menerapkan hukum, dengan lima pertimbangan.
Hal ini tertuang dalam putusan banding perkara arbitrase nomor: 460 B/Pdt.Sus-Arbt/2020. Perkara ini ditangani majelis hakim agung MA yang dipimpin Syamsul Ma’arif dengan anggota Sudrajad Dimyati dan Ibrahim. Salinan putusan diunggah di laman Direktori Putusan MA, Kamis,16 Juli 2020.
Perkara ini lebih dulu diajukan ke MA oleh KKLM sebagai pemohon banding I dan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai pemohon banding I melawan PT Indonesia Power sebagai termohon banding. Selain itu ada PT Perusahaan Gas Negara (PGN, Persero) Tbk dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN, Persero) sebagai turut terbanding. (Baca juga: Indonesia Power Gandeng IKBT Donasikan 1.000 Nasi Bungkus untuk Warga Terdampak COVID 19)
Banding ke MA diajukan KKLM dan BANI atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 754/Pdt.Arb/2019/PN.Jk t.Sel tertanggal 17 Desember 2019. Dalam amar, PN Jaksel memutuskan di antaranya, mengabulkan permohonan PT Indonesia Power sebagai pemohon untuk sebagian, membatalkan putusan BANI Nomor 41055/V/ARB-BANI/2018 tertanggal 16 Juli 2019 untuk seluruhnya dengan segala akibat hukumnya, menolak permohonan pemohon yang lain dan selebihnya.
Sebelumnya, BANI dalam putusan arbitrase nomor 41055/V/ARB-BANI/2018 memutuskan, dalam provisi, menolak permohonan provisi KKLM sebagai pemohon untuk seluruhnya. Dalam pokok perkara, BANI memutuskan 9 hal.
Di antaranya mengabulkan permohonan KKLM untuk sebagian, menyatakan termohon yakni PT Indonesia Power telah melakukan cidera janji/wanprestasi, menghukum dan memerintahkan PT Indonesia Power sebagai termohon untuk membayar ganti rugi sebesar Rp172.237.018.353 kepada pemohon yakni KKLM, membebankan seluruh biaya administasi, biaya pemeriksaan dan biaya arbiter kepada pemohon dan termohon masing-masing seperdua (1/2) bagian, serta menghukum dan memerintahkan PT Indonesia Power untuk mengembalikan/membayar biaya administrasi, biaya pemeriksaan dan biaya arbiter kepada pemohon sebesar Rp1.327.877.000.
Memori banding dari KKLM diterima MA pada 9 Januari 2020 dan dari BANI diterima pada 8 Januari 2020 serta PT Indonesia Power mengajukan kontra memori banding pada 30 Januari 2020 dan PT PLN (Persero) mengajukan kontra memori pada 31 Januari 2020.
Majelis hakim agung yang dipimpin Syamsul Ma’arif mengungkapkan, berdasarkan Pasal 72 ayat (4) Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, terhadap pembatalan putusan arbitrase oleh pengadilan negeri dapat diajukan banding kepada Mahkamah Agung (MA) yang memutus dalam tingkat terakhir. Dalam penjelasannya dinyatakan, yang dimaksud "banding" adalah hanya terhadap pembatalan putusan arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 UU Nomor 30 Tahun 1999. Oleh karena yang diperiksa dalam perkara ini adalah permohonan pembatalan putusan arbitrase, maka MA memeriksa perkara ini dalam tingkat terakhir.
Majelis hakim agung menegaskan, telah membaca memori banding yang diajukan pemohon I dan II, kontra memori yang diajukan PT Indonesia Power dan PT PLN (Persero), serta alasan-alasan yang diajukan. Karenanya majelis hakim agung menyatakan, MA berpendapat bahwa keberatan dari pemohon banding I dan pemohon banding II tersebut dapat dibenarkan. Musababnya menurut MA, Judex Facti yakni Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah salah menerapkan hukum, dengan lima pertimbangan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda