Anggota DPR Kasih Masukan Kejagung soal Penanganan Perkara hingga Tata Kelola SDM
Jum'at, 10 Maret 2023 - 19:21 WIB
Pertama, kata Sudirta, mengenai penanganan perkara, terutama korupsi dan HAM yang dinilai masyarakat menemui tren penurunan atau sering dikeluhkan oleh masyarakat. Terkait dengan penanganan kasus korupsi, Kejaksaan memang berfokus kepada pemulihan dan penyelamatan kerugian negara, sehingga kuantitas boleh menurun namun kualitas meningkat.
Mengingat fenomena dan dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana khusus lainnya, terutama bersama dengan TPPU, diduga masih tinggi seperti terekspos dari kasus pejabat Kantor Pajak yang sedang viral, Sudirta melihat bahwa Kejaksaan perlu banyak bekerja sama dengan KPK, Polri, dan seluruh kementerian/lembaga untuk melakukan pengawasan dan penindakan.
Sebagai contoh, terkait dengan dugaan TPPU dan pelanggaran hukum oleh oknum-oknum di Kementerian Keuangan yang saat ini menyita perhatian masyarakat. Menurutnya, peran Jaksa dalam hal ini akan sangat membantu dalam menimbulkan efek jera sekaligus kepercayaan masyarakat terhadap sistem penegakan hukum.
Dia juga menilai Kejaksaan perlu mengoptimalkan kembali penanganan perkara korupsi seperti kelanjutan dari pelaku korupsi di kasus lahan PT Duta Palma, korupsi oleh kepala daerah atau pemda maupun pemerintah desa, kasus BTS, dan kasus-kasus lainnya, terutama yang terkait dengan pendapatan dan penerimaan negara. “Hal ini juga dapat mendorong peningkatan indeks persepsi korupsi nasional,” tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, Kejaksaan juga perlu meningkatkan optimalisasi penyelesaian kasus-kasus HAM terutama HAM Berat termasuk yang terjadi di masa lalu, yang menjadi tugas dan kewenangannya. Sedangkan terhadap tata kelola sumber daya manusia (SDM) di Kejaksaan, Sudirta melihat bahwa Kejaksaan telah mengembangkan sistem pengawasan maupun pengembangan kapasitas, serta mendorong peningkatan pengawasan untuk membersihkan oknum-oknum jaksa yang terlibat dan terkait dengan mafia penegakan hukum dan kartelisasi lainnya.
Dia menyarankan agar independensi, kemandirian, dan tidak berpolitik, tetap perlu dijaga, agar hukum tidak menjadi alat dari politik dan kekuasaan kekuatan tertentu. Sudirta juga menyoroti sistem meritokrasi dan penerapan sistem reward and punishment yang selama ini dijalankan oleh Kejaksaan.
‘’Saya masih sering mendengar bahwa sistem pengisian jabatan atau penempatan Jaksa (mutasi dan rotasi) masih seringkali didasarkan pada tolok ukur subyektivitas daripada obyektivitas,’ imbuhnya.
Untuk itu, dia terus mendorong Kejaksaan membentuk aturan yang komprehensif terkait dengan tata kelola SDM dan pegawai terkait dengan tolok ukur kinerja dan prestasi, disamping meritokrasi untuk penurunan kinerja dan pelanggaran lainnya. Terkait meritokrasi, Sudirta mendorong agar Kejaksaan dapat lebih membuka peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi melalui sistem pelelangan yang terbuka dan tidak berbelit sehingga optimalisasi nilai lelang dapat menjadi maksimal.
“Selain itu, saya mendukung Kejaksaan untuk terus meneliti dan mengkaji, layaknya Jaksa Pengacara Negara, terhadap seluruh bidang-bidang yang dapat membuka potensi kebocoran pendapatan negara atau kerugian negara dan masyarakat,” katanya.
Dia memberikan contoh, terkait dengan permasalahan yang terjadi di Kementerian Keuangan, baik Pajak maupun Bea Cukai, Kejaksaan dapat secara proaktif melakukan pengawasan dan penelitian terkait dengan pelanggaran hukum maupun potensi dan pemetaan kerawanannya, sehingga dapat membantu dalam pengambilan kebijakan keuangan negara yang lebih komprehensif.
Mengingat fenomena dan dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana khusus lainnya, terutama bersama dengan TPPU, diduga masih tinggi seperti terekspos dari kasus pejabat Kantor Pajak yang sedang viral, Sudirta melihat bahwa Kejaksaan perlu banyak bekerja sama dengan KPK, Polri, dan seluruh kementerian/lembaga untuk melakukan pengawasan dan penindakan.
Sebagai contoh, terkait dengan dugaan TPPU dan pelanggaran hukum oleh oknum-oknum di Kementerian Keuangan yang saat ini menyita perhatian masyarakat. Menurutnya, peran Jaksa dalam hal ini akan sangat membantu dalam menimbulkan efek jera sekaligus kepercayaan masyarakat terhadap sistem penegakan hukum.
Dia juga menilai Kejaksaan perlu mengoptimalkan kembali penanganan perkara korupsi seperti kelanjutan dari pelaku korupsi di kasus lahan PT Duta Palma, korupsi oleh kepala daerah atau pemda maupun pemerintah desa, kasus BTS, dan kasus-kasus lainnya, terutama yang terkait dengan pendapatan dan penerimaan negara. “Hal ini juga dapat mendorong peningkatan indeks persepsi korupsi nasional,” tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, Kejaksaan juga perlu meningkatkan optimalisasi penyelesaian kasus-kasus HAM terutama HAM Berat termasuk yang terjadi di masa lalu, yang menjadi tugas dan kewenangannya. Sedangkan terhadap tata kelola sumber daya manusia (SDM) di Kejaksaan, Sudirta melihat bahwa Kejaksaan telah mengembangkan sistem pengawasan maupun pengembangan kapasitas, serta mendorong peningkatan pengawasan untuk membersihkan oknum-oknum jaksa yang terlibat dan terkait dengan mafia penegakan hukum dan kartelisasi lainnya.
Dia menyarankan agar independensi, kemandirian, dan tidak berpolitik, tetap perlu dijaga, agar hukum tidak menjadi alat dari politik dan kekuasaan kekuatan tertentu. Sudirta juga menyoroti sistem meritokrasi dan penerapan sistem reward and punishment yang selama ini dijalankan oleh Kejaksaan.
‘’Saya masih sering mendengar bahwa sistem pengisian jabatan atau penempatan Jaksa (mutasi dan rotasi) masih seringkali didasarkan pada tolok ukur subyektivitas daripada obyektivitas,’ imbuhnya.
Untuk itu, dia terus mendorong Kejaksaan membentuk aturan yang komprehensif terkait dengan tata kelola SDM dan pegawai terkait dengan tolok ukur kinerja dan prestasi, disamping meritokrasi untuk penurunan kinerja dan pelanggaran lainnya. Terkait meritokrasi, Sudirta mendorong agar Kejaksaan dapat lebih membuka peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi melalui sistem pelelangan yang terbuka dan tidak berbelit sehingga optimalisasi nilai lelang dapat menjadi maksimal.
“Selain itu, saya mendukung Kejaksaan untuk terus meneliti dan mengkaji, layaknya Jaksa Pengacara Negara, terhadap seluruh bidang-bidang yang dapat membuka potensi kebocoran pendapatan negara atau kerugian negara dan masyarakat,” katanya.
Dia memberikan contoh, terkait dengan permasalahan yang terjadi di Kementerian Keuangan, baik Pajak maupun Bea Cukai, Kejaksaan dapat secara proaktif melakukan pengawasan dan penelitian terkait dengan pelanggaran hukum maupun potensi dan pemetaan kerawanannya, sehingga dapat membantu dalam pengambilan kebijakan keuangan negara yang lebih komprehensif.
tulis komentar anda