Lihai Jadi Mata-mata, Perwira Muda TNI AD Ini Diperebutkan Tiga Jenderal Jadi Ajudan
Jum'at, 03 Februari 2023 - 06:13 WIB
JAKARTA - Kapten Czi (Anumerta) Pierre Andries Tendean atau Pierre Tendean ketika masih menjadi perwira muda pernah menjadi rebutan para perwira tinggi TNI . Memiliki perawakan yang tampan, Pierre Tendean jadi rebutan karena kelihaiannya ketika menjalankan tugas di medan operasi.
Kelincahannya menjadi mata-mata ketika menjalan misi membuat petinggi TNI AD kepincut. Tak tanggung-tanggung, ada tiga jenderal yang berniat mengangkatnya menjadi ajudan. Ketiga pentolan TNI AD itu adalah Jenderal Abdul Haris Nasution, Jenderal Hartawan, dan Jenderal Dandi Kadarsan.
Dikutip dari buku Wajah dan Sejarah Perjuangan Nasional, Jumat (2/2/2023), lulusan Akademi Militer Nasional tahun 1961 ini akhirnya diangkat menjadi ajudan Jenderal AH Nasution yang ketika itu menjadi Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata (Menko Hankan/Kasab).
Jabatan sebagai ajudan Jenderal Nasution mulai dipangku Pierre tanggal 15 April 1965. Sebelum itu pangkatnya sudah dinaikkan menjadi letnan satu. Dalam menjalankan tugas sebagai ajudan inilah Letnan Satu Pierre Tendean gugur karena dibunuh oleh orang-orang PKI yang melakukan pemberontakan untuk merebut kekuasaan negara. Pemberontakan itu dikenal dengan nama Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30-S/PKI).
Kecintaannya pada dunia militer, sudah terlihat saat Pierre muda. Lulus dari SMA di Semarang, orang tua Pierre menghendaki agar ia melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Sesuai dengan profesi ayahnya, ia dianjurkan memasuki Fakultas Kedokteran.
Namun, Pierre mempunyai pilihan sendiri, yakni ingin memasuki AMN (Akademi Militer Nasional) sekarang Akademi Militer (Akmil). Akan tetapi, Pierre tidak ingin mengecewakan orang tuanya. Karena itulah, selain mengikuti testing untuk Akademi Militer Jurusan Teknik (Atekad), ia juga mengikuti testing untuk memasuki Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.
Tes untuk memasuki Fakultas Kedokteran tidak dilakukannya dengan sesungguh hati. Akhirnya ia tidak diterima di Fakultas Kedokteran dan bulan November 1958 ia diterima sebagai taruna Atekad di Bandung.
Keseriusannya terjun di militer ditunjukkan dengan lulus dari Atekad pada tahun 1962 dengan nilai sangat memuaskan. Pada waktu itu pula ia dilantik sebagai letnan dua. Selama mengikuti pendidikan di Atekad ia memperlihatkan sikap yang baik, sehingga ia disenangi oleh teman-temannya. Malahan ia terpilih menjadi Wakil Ketua Senat Korps Taruna.
Ketika masih menjalani pendidikan, yakni pada waktu masih menjadi Kopral Taruna, Pierre Tendean telah diikutkan dalam operasi militer untuk menumpas pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera. Sebagai taruna Atekad, Pierre ditempatkan dalam kesatuan Zeni Tempur Operasi Saptamarga.
Kelincahannya menjadi mata-mata ketika menjalan misi membuat petinggi TNI AD kepincut. Tak tanggung-tanggung, ada tiga jenderal yang berniat mengangkatnya menjadi ajudan. Ketiga pentolan TNI AD itu adalah Jenderal Abdul Haris Nasution, Jenderal Hartawan, dan Jenderal Dandi Kadarsan.
Baca Juga
Dikutip dari buku Wajah dan Sejarah Perjuangan Nasional, Jumat (2/2/2023), lulusan Akademi Militer Nasional tahun 1961 ini akhirnya diangkat menjadi ajudan Jenderal AH Nasution yang ketika itu menjadi Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata (Menko Hankan/Kasab).
Jabatan sebagai ajudan Jenderal Nasution mulai dipangku Pierre tanggal 15 April 1965. Sebelum itu pangkatnya sudah dinaikkan menjadi letnan satu. Dalam menjalankan tugas sebagai ajudan inilah Letnan Satu Pierre Tendean gugur karena dibunuh oleh orang-orang PKI yang melakukan pemberontakan untuk merebut kekuasaan negara. Pemberontakan itu dikenal dengan nama Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30-S/PKI).
Kecintaannya pada dunia militer, sudah terlihat saat Pierre muda. Lulus dari SMA di Semarang, orang tua Pierre menghendaki agar ia melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Sesuai dengan profesi ayahnya, ia dianjurkan memasuki Fakultas Kedokteran.
Namun, Pierre mempunyai pilihan sendiri, yakni ingin memasuki AMN (Akademi Militer Nasional) sekarang Akademi Militer (Akmil). Akan tetapi, Pierre tidak ingin mengecewakan orang tuanya. Karena itulah, selain mengikuti testing untuk Akademi Militer Jurusan Teknik (Atekad), ia juga mengikuti testing untuk memasuki Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.
Tes untuk memasuki Fakultas Kedokteran tidak dilakukannya dengan sesungguh hati. Akhirnya ia tidak diterima di Fakultas Kedokteran dan bulan November 1958 ia diterima sebagai taruna Atekad di Bandung.
Keseriusannya terjun di militer ditunjukkan dengan lulus dari Atekad pada tahun 1962 dengan nilai sangat memuaskan. Pada waktu itu pula ia dilantik sebagai letnan dua. Selama mengikuti pendidikan di Atekad ia memperlihatkan sikap yang baik, sehingga ia disenangi oleh teman-temannya. Malahan ia terpilih menjadi Wakil Ketua Senat Korps Taruna.
Ketika masih menjalani pendidikan, yakni pada waktu masih menjadi Kopral Taruna, Pierre Tendean telah diikutkan dalam operasi militer untuk menumpas pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera. Sebagai taruna Atekad, Pierre ditempatkan dalam kesatuan Zeni Tempur Operasi Saptamarga.
tulis komentar anda