Janji Pemangkasan Karbon Tak Cukup Atasi Pemanasan Global
A
A
A
Berbagai janji yang dibuat oleh sejumlah negara untuk memangkas emisi karbon sangat tidak cukup untuk menurunkan ke level aman pada 2030 dan mengerem pemanasan global.
Berdasarkan janji para emitter (pembuat emisi) terbesar dunia, emisi global dapat mencapai sekitar 57-59 miliar ton karbondioksida ekuivalen (GtCO2e) pada 2030.
Hal itu diungkapkan dalam laporan yang ditulis salah satunya oleh akademisi Inggris Nicholas Stern, mantan wakil presiden Bank Dunia yang memiliki otoritas pada ekonomi perubahan iklim. UN Environment Programme (UNEP) telah menghitung bahwa emisi harus turun menjadi sekitar 32-44 GtCO2e pada 2030 untuk 50-66% peluang mencapai target membatasi rata-rata pemanasan global hingga 2 derajat Celsius pada level pra-industri.
Pada 2010 tahun terbaru untuk penilaian komprehensif, emisi global sekitar 50 GtCO2e. Laporan baru oleh Stern dan mitranya di London School of Economics and Political Science (LSE) menyatakan, janji Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE) dan China, menempatkan mereka pada target output bersama 20,9-22,3 GtCO2e pada 2030. Ketiganegara itubertanggungjawab atas hampir setengah emisi global.
”Untuk memenuhi batas atas UNEP sebesar 44 GtCO2e pada 2030, negara-negara lain di dunia harus memiliki emisi tidak lebih dari 23 GtCO2e,” ungkap laporan tersebut, dikutip kantor berita AFP . Saat ini belum ada rencana kebijakan menuju level sekitar 35 GtCO2e. ”Ini berarti dunia menghadapi kemungkinan besar pemanasan global lebih dari 2 derajat Celsius,” ungkap salah satu penulis laporan itu, Bob Ward, direktur kebijakan Grantham Research Institute on Climate Change and the Environment, LSE.
Semua negara di dunia menegosiasikan pakta iklim global yang akan membatasi pemanasan global dengan membatasi emisi gas rumah kaca, terutama dari aktivitas manusia menggunakan bahan bakar fosil. Janji nasional yang disebut ”Kontribusi yang Ditentukan secara Nasional” atau INDC merupakan jantung kesepakatan dalam konferensi tingkat tinggi di Paris pada Desember dan berlaku pada 2020. Sejauh ini, blok UE, AS, Swiss, Norwegia, Meksiko, Gabon, Rusia, Liechtenstein dan Andorra telah memasukkan rencana mereka.
AS berjanji mengurangi emisi hingga 26-28% dari level 2005 pada 2025. Adapun, UE menargetkan pemangkasan 40% pada 2030 ke level pada 1990. China yang menyumbang 25% emisi global tidak memberikan janji resmi tapi menetapkan target tanggal sekitar 2030 untuk puncak emisinya. Emitter besar lainnya, Rusia, menyatakan dapat memangkasemisi25-30% pada 2030ke level pada 1990 dengan syarat tertentu.
”Ada kesenjangan antara jalur emisi yang akan menghasilkan bentuk ambisi dan rencana sekarang, dan jalur yang konsisten dengan batas pemanasan global 2 derajat Celsius,” papar laporan tersebut. ”Konsekuensinya, negaranegara harus mempertimbangkan peluang untuk mempersempit kesenjangan itu sebelum dan setelah konferensi tingkat tinggi Paris.”
Syarifudin
Berdasarkan janji para emitter (pembuat emisi) terbesar dunia, emisi global dapat mencapai sekitar 57-59 miliar ton karbondioksida ekuivalen (GtCO2e) pada 2030.
Hal itu diungkapkan dalam laporan yang ditulis salah satunya oleh akademisi Inggris Nicholas Stern, mantan wakil presiden Bank Dunia yang memiliki otoritas pada ekonomi perubahan iklim. UN Environment Programme (UNEP) telah menghitung bahwa emisi harus turun menjadi sekitar 32-44 GtCO2e pada 2030 untuk 50-66% peluang mencapai target membatasi rata-rata pemanasan global hingga 2 derajat Celsius pada level pra-industri.
Pada 2010 tahun terbaru untuk penilaian komprehensif, emisi global sekitar 50 GtCO2e. Laporan baru oleh Stern dan mitranya di London School of Economics and Political Science (LSE) menyatakan, janji Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE) dan China, menempatkan mereka pada target output bersama 20,9-22,3 GtCO2e pada 2030. Ketiganegara itubertanggungjawab atas hampir setengah emisi global.
”Untuk memenuhi batas atas UNEP sebesar 44 GtCO2e pada 2030, negara-negara lain di dunia harus memiliki emisi tidak lebih dari 23 GtCO2e,” ungkap laporan tersebut, dikutip kantor berita AFP . Saat ini belum ada rencana kebijakan menuju level sekitar 35 GtCO2e. ”Ini berarti dunia menghadapi kemungkinan besar pemanasan global lebih dari 2 derajat Celsius,” ungkap salah satu penulis laporan itu, Bob Ward, direktur kebijakan Grantham Research Institute on Climate Change and the Environment, LSE.
Semua negara di dunia menegosiasikan pakta iklim global yang akan membatasi pemanasan global dengan membatasi emisi gas rumah kaca, terutama dari aktivitas manusia menggunakan bahan bakar fosil. Janji nasional yang disebut ”Kontribusi yang Ditentukan secara Nasional” atau INDC merupakan jantung kesepakatan dalam konferensi tingkat tinggi di Paris pada Desember dan berlaku pada 2020. Sejauh ini, blok UE, AS, Swiss, Norwegia, Meksiko, Gabon, Rusia, Liechtenstein dan Andorra telah memasukkan rencana mereka.
AS berjanji mengurangi emisi hingga 26-28% dari level 2005 pada 2025. Adapun, UE menargetkan pemangkasan 40% pada 2030 ke level pada 1990. China yang menyumbang 25% emisi global tidak memberikan janji resmi tapi menetapkan target tanggal sekitar 2030 untuk puncak emisinya. Emitter besar lainnya, Rusia, menyatakan dapat memangkasemisi25-30% pada 2030ke level pada 1990 dengan syarat tertentu.
”Ada kesenjangan antara jalur emisi yang akan menghasilkan bentuk ambisi dan rencana sekarang, dan jalur yang konsisten dengan batas pemanasan global 2 derajat Celsius,” papar laporan tersebut. ”Konsekuensinya, negaranegara harus mempertimbangkan peluang untuk mempersempit kesenjangan itu sebelum dan setelah konferensi tingkat tinggi Paris.”
Syarifudin
(ars)