Laju Ekonomi Terhambat Infrastruktur
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah harus fokus mempercepat pembangunan infrastruktur demi mendorong perekonomian. Selama ini laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terkendala infrastruktur yang belum memadai.
”Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di negara berkembang seperti Indonesia, perlu melakukan percepatan pembangunan di bidang infrastruktur seperti pembangkit listrik, pelabuhan, dan bandar udara,” ujar Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin pada acara Institute of International Finance (IIF) Asia Summit 2015 di Jakarta kemarin.
Menurutnya, untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, Indonesia membutuhkan dana sekitar USD80 miliar setiap tahun untuk membangun infrastruktur. Budi Gunadi juga mengingatkan pemerintah agar tidak memasang target pertumbuhan ekonomi terlalu tinggi, namun harus disesuaikan dengan kondisi yang ada. Pasalnya, target yang dicanangkan pemerintah akan memengaruhi tingkat kepercayaan publik. ”Kalau tidak tercapai publik akan kecewa,” ujarnya.
Dia menilai, target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,7% masih masuk akal untuk dicapai. Meski demikian, pemerintah tetap harus berhati-hati. ”Saya lihatnya pertumbuhan 5% ke atas masih reasonable , masih lebih baik dari 2008. Perlambatan pasti terjadi, pada 2008 dari 6% turun ke 4,5%, 2010 balik lagi di atas 6%,” paparnya. Wakil Presiden Jusuf Kalla optimistis perekonomian Indonesia pada kuartal II tahun ini akan tumbuh di atas 5%. Mulai berjalannya proyek infrastruktur akan menjadi stimulus perekonomian.
”Proyek sudah jalan, yang lain akan naik, konsumsi semen naik, rakyat kerja, punya pendapatan, dan konsumsi akan naik,” ujarnya. Seperti diberitakan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan perekonomian Indonesia pada tiga bulan pertama tahun ini hanya tumbuh 4,71% atau melambat dibandingkan pada kuartal IV 2014 yang sebesar 5,01%. Laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2015 juga lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, 5,14%.Pencapaian tersebut menjadi yang terburuk dalam enam tahun terakhir.
Kalla mengatakan, meski melambat, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara tetangga. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia secara keseluruhan melambat karena adanya ketergantungan satu negara dengan lainnya. ”Situasi di Eropa dan AS berpengaruh di negara kita,” paparnya.
Selain itu, dia menuturkan, faktor lain yang membuat perekonomian melambat adalah harga komoditas yang melemah. Padahal selama ini mayoritas ekspor Indonesia berasal dari komoditas mineral. Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan, perlambatan ekonomi Indonesia merupakan dampak dari situasi perekonomian global yang melemah. China yang menjadi salah satu pusat perekonomian terbesar di dunia pun melambat perekonomiannya.
”Perlambatan ekonomi global menyeret pertumbuhan ekonomi kita,” ujarnya. Meski begitu, pemerintah akan terus berupaya menjaga kinerja ekonomi. Salah satunya dengan menggencarkan sinergi dengan kalangan swasta. ”Ini krusial untuk mendorong perkembangan ekonomi,” katanya.
Waspadai Perlambatan China dan Jepang
Dana Moneter Internasional ((IMF) mengingatkan ancaman risiko perlambatan ekonomi China dan Jepang terhadap ekonomi negara-negara Asia-Pasifik, termasuk Indonesia. Wakil Direktur Departemen Asia-Pasifik IMF, Kalpana Kochhar, mengatakan China dan Jepang memiliki dampak ekonomi yang besar terhadap negara-negara Asia-Pasifik.
Saat ini laju pertumbuhan ekonomi kedua negara lebih rendah daripada yang diperkirakan. ”Pertumbuhan ekonomi China diprediksi akan terus menurun di angka 6,8% pada 2015 dan 6,3% pada 2016,” katanya. Sementara itu, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Jepang pada 2015 berada di kisaran angka 1% dan 1,2% pada 2016. Kalpana mengatakan, melambatnya ekonomi kedua negara tersebut mulai terlihat dampaknya pada laporan data ekonomi Indonesia kuartal I 2015 yang hanya tumbuh 4,7%.
IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 5,2-5,5% pada 2015. Kendati demikian, Kalpana melihat potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup baik akibat reformasi struktural berupa pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) ke infrastruktur dan bantuan sosial. Selain itu, rendahnya harga minyak dunia dinilainya juga menguntungkan Indonesia sebagai negara importir minyak.
”Untuk sementara, turunnya harga minyak akan menekan angka inflasi dan karena sebagian besar dana bisa disimpan, neraca transaksi berjalan bisa membaik,” ujarnya. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, selama 20 tahun terakhir, ekonomi China selalu tumbuh dua digit. Namun, sejak 2012, Negara Tirai Bambu tersebut mengalami perlambatan ekonomi yang diprediksi berlangsung setidaknya hingga tahun depan.
”Bahkan pada 2013 dan 2014, ekonomi China yang tumbuh di atas 7%, pada 2015 diprediksi di bawah 7%,” ujarnya. Agus menyebut China merupakan salah satu tujuan utama negara ekspor bagi Indonesia. Dengan demikian, perlambatan ekonomi di negara itu menyebabkan permintaan ekspor turun sehingga harga komoditas utama ekspor Indonesia juga mengalami penurunan.
Di bagian lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum menurunkan target pertumbuhan kredit perbankan tahun ini dari 15% hingga 17%. Otoritas masih optimistis dan baru melakukan evaluasi target pada semester pertama tahun ini. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengaku optimistis dengan strategi pemerintah yang sedangmencariterobosanuntuk mendorong pertumbuhan ekonomi tahun ini.
”Kita akan melihat perkembangan hingga akhir semester I nanti. Saya sendiri optimistis target itu bisa terealisasi,” ujarnya. Namun dia mengakui rasio kredit bermasalah atau NPL perbankan dapat semakin bertambah apabila kondisi tidak berubah. Kondisi sektor riil yang sedang lesu akan memicu kenaikan NPL.
”Tapi masih dalam posisi yang rendah atau aman,” ujarnya. Dia menambahkan pihaknya terus berkomunikasi dengan pelaku perbankan supaya selalu waspada dalam merespons kondisiperekonomiansekarang. Tapi di sisi lain dia juga tetap mengharapkan kredit tumbuh dengan baikdemimenjagapertumbuhan ekonomi terus membaik.
Rahmat fiansyah/ rabia edra/ hafid fuad/ sindonews/ant
”Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di negara berkembang seperti Indonesia, perlu melakukan percepatan pembangunan di bidang infrastruktur seperti pembangkit listrik, pelabuhan, dan bandar udara,” ujar Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin pada acara Institute of International Finance (IIF) Asia Summit 2015 di Jakarta kemarin.
Menurutnya, untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, Indonesia membutuhkan dana sekitar USD80 miliar setiap tahun untuk membangun infrastruktur. Budi Gunadi juga mengingatkan pemerintah agar tidak memasang target pertumbuhan ekonomi terlalu tinggi, namun harus disesuaikan dengan kondisi yang ada. Pasalnya, target yang dicanangkan pemerintah akan memengaruhi tingkat kepercayaan publik. ”Kalau tidak tercapai publik akan kecewa,” ujarnya.
Dia menilai, target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,7% masih masuk akal untuk dicapai. Meski demikian, pemerintah tetap harus berhati-hati. ”Saya lihatnya pertumbuhan 5% ke atas masih reasonable , masih lebih baik dari 2008. Perlambatan pasti terjadi, pada 2008 dari 6% turun ke 4,5%, 2010 balik lagi di atas 6%,” paparnya. Wakil Presiden Jusuf Kalla optimistis perekonomian Indonesia pada kuartal II tahun ini akan tumbuh di atas 5%. Mulai berjalannya proyek infrastruktur akan menjadi stimulus perekonomian.
”Proyek sudah jalan, yang lain akan naik, konsumsi semen naik, rakyat kerja, punya pendapatan, dan konsumsi akan naik,” ujarnya. Seperti diberitakan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan perekonomian Indonesia pada tiga bulan pertama tahun ini hanya tumbuh 4,71% atau melambat dibandingkan pada kuartal IV 2014 yang sebesar 5,01%. Laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2015 juga lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, 5,14%.Pencapaian tersebut menjadi yang terburuk dalam enam tahun terakhir.
Kalla mengatakan, meski melambat, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara tetangga. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia secara keseluruhan melambat karena adanya ketergantungan satu negara dengan lainnya. ”Situasi di Eropa dan AS berpengaruh di negara kita,” paparnya.
Selain itu, dia menuturkan, faktor lain yang membuat perekonomian melambat adalah harga komoditas yang melemah. Padahal selama ini mayoritas ekspor Indonesia berasal dari komoditas mineral. Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan, perlambatan ekonomi Indonesia merupakan dampak dari situasi perekonomian global yang melemah. China yang menjadi salah satu pusat perekonomian terbesar di dunia pun melambat perekonomiannya.
”Perlambatan ekonomi global menyeret pertumbuhan ekonomi kita,” ujarnya. Meski begitu, pemerintah akan terus berupaya menjaga kinerja ekonomi. Salah satunya dengan menggencarkan sinergi dengan kalangan swasta. ”Ini krusial untuk mendorong perkembangan ekonomi,” katanya.
Waspadai Perlambatan China dan Jepang
Dana Moneter Internasional ((IMF) mengingatkan ancaman risiko perlambatan ekonomi China dan Jepang terhadap ekonomi negara-negara Asia-Pasifik, termasuk Indonesia. Wakil Direktur Departemen Asia-Pasifik IMF, Kalpana Kochhar, mengatakan China dan Jepang memiliki dampak ekonomi yang besar terhadap negara-negara Asia-Pasifik.
Saat ini laju pertumbuhan ekonomi kedua negara lebih rendah daripada yang diperkirakan. ”Pertumbuhan ekonomi China diprediksi akan terus menurun di angka 6,8% pada 2015 dan 6,3% pada 2016,” katanya. Sementara itu, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Jepang pada 2015 berada di kisaran angka 1% dan 1,2% pada 2016. Kalpana mengatakan, melambatnya ekonomi kedua negara tersebut mulai terlihat dampaknya pada laporan data ekonomi Indonesia kuartal I 2015 yang hanya tumbuh 4,7%.
IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 5,2-5,5% pada 2015. Kendati demikian, Kalpana melihat potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup baik akibat reformasi struktural berupa pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) ke infrastruktur dan bantuan sosial. Selain itu, rendahnya harga minyak dunia dinilainya juga menguntungkan Indonesia sebagai negara importir minyak.
”Untuk sementara, turunnya harga minyak akan menekan angka inflasi dan karena sebagian besar dana bisa disimpan, neraca transaksi berjalan bisa membaik,” ujarnya. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, selama 20 tahun terakhir, ekonomi China selalu tumbuh dua digit. Namun, sejak 2012, Negara Tirai Bambu tersebut mengalami perlambatan ekonomi yang diprediksi berlangsung setidaknya hingga tahun depan.
”Bahkan pada 2013 dan 2014, ekonomi China yang tumbuh di atas 7%, pada 2015 diprediksi di bawah 7%,” ujarnya. Agus menyebut China merupakan salah satu tujuan utama negara ekspor bagi Indonesia. Dengan demikian, perlambatan ekonomi di negara itu menyebabkan permintaan ekspor turun sehingga harga komoditas utama ekspor Indonesia juga mengalami penurunan.
Di bagian lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum menurunkan target pertumbuhan kredit perbankan tahun ini dari 15% hingga 17%. Otoritas masih optimistis dan baru melakukan evaluasi target pada semester pertama tahun ini. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengaku optimistis dengan strategi pemerintah yang sedangmencariterobosanuntuk mendorong pertumbuhan ekonomi tahun ini.
”Kita akan melihat perkembangan hingga akhir semester I nanti. Saya sendiri optimistis target itu bisa terealisasi,” ujarnya. Namun dia mengakui rasio kredit bermasalah atau NPL perbankan dapat semakin bertambah apabila kondisi tidak berubah. Kondisi sektor riil yang sedang lesu akan memicu kenaikan NPL.
”Tapi masih dalam posisi yang rendah atau aman,” ujarnya. Dia menambahkan pihaknya terus berkomunikasi dengan pelaku perbankan supaya selalu waspada dalam merespons kondisiperekonomiansekarang. Tapi di sisi lain dia juga tetap mengharapkan kredit tumbuh dengan baikdemimenjagapertumbuhan ekonomi terus membaik.
Rahmat fiansyah/ rabia edra/ hafid fuad/ sindonews/ant
(ars)