Sultan Serang Balik Kerabat Keraton
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Perseteruan antara Raja KeratonNgayogyakartaHadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan adik-adiknya semakin runcing.
Saat desakan agar sabda raja dibatalkan, Sultan bersikukuh pada pendiriannya. Sultan kemarin meminta para kerabat keraton untuk belajar memahami falsafahJawa, yaknimelihat semuapersoalan dengan menggunakan hati nurani. ”Adik-adik saya tidak mau belajar terkait ini (falsafah Jawa) yang melihat segala sesuatu menggunakan ini (menunjuk dada), bukan ini (menunjuk kepala), mesti kleru (salah),” kata Sultan di Gunungkidul, Yogyakarta, kemarin.
Sultan menyadari dari awal bahwa sabda raja akan memicu pro dan kontra. Hanya dia menyayangkan adikadiknya tidak datang ketika diundang dalam pengucapan sabda raja. Karena itu Sultan menduga mereka tidak mengetahui secara utuh. ”Karena yang lima poin (dan beredar di media) itu salah,” katanya.
Seperti diketahui, kalangan internal keraton Yogyakarta memanas setelah Sultan mengeluarkan sabda raja yang dinilai kontroversial. Pada sabda raja pertama (30/4), Sultan disebut mengganti penyebutan namanya menjadi Sri Sultan Hamengku Bawono X. Selain itu menghilangkan kata khalifatullah dan mengganti frase kaping sedasa menjadi kaping sepuluh dalam gelar resminya.
Kontroversi makin mencuat setelah pada sabda raja II (5/5), Sultan mengganti gelar putri sulungnya GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawano Langgeng Ing Mataram. Penggantian nama ini disebut-sebut sebagai jalan memuluskan GKR Pembayun sebagai calon penerus takhta Keraton Yogyakarta. Sabda raja menjadi polemik karena selama ini belum ada perempuan memimpin Keraton.
Sultan menegaskan segera membuka isi sabda raja itu kepada publik. Dia pun akan kembali mengundang adik-adiknya setelah pembahasan selesai. Dalam kesempatan itu, pria bernama asli Bendara Raden Mas Herjuno Darpito ini menyangkal memiliki dukun seperti dituduhkan adik-adiknya. ”Membicarakan keraton tidak hanya menggunakan akal saja, tetapi juga kedalaman hati. Jadi saya tidak mempunyai dukun, berbeda dengan adik-adik saya yang memiliki dukun santet,” kata Gubernur Yogyakarta ini.
Minta Dibatalkan
Adik-adik Sultan kembali menegaskan ketidaksetujuannya atas sabda raja. Mereka mendesak agar sabda itu segera dibatalkan karena telah merusak paugeran (aturan baku di keraton). ”Istilahnya sudah keluar ludah kemudian dijilat kembali tidak apa-apa, tidak usah malu,” kata GBPH Yudhaningrat di kediamannya di Dalem Yudhanegaran. ”Aturan-aturan yang sudah kokoh malah diterjang. Ini menjadi mimpi buruk bagi kami,” sambung dia.
GBPH Yudho—panggilan Yudhaningrat—mengkritik penghapusan kata khalifatullah dalam gelar Sultan karena akan berakibat fatal. Gelar itu memiliki fungsi pengingat bahwa selain menjadi pemimpin kerajaan Islam, juga sebagai imam untuk masyarakat Yogyakarta. Tak hanya kerabat keraton, penolakan atas sabda raja juga ditunjukkan abdi dalem. Mas Wedono Nitikartyo, seorang abdi dalem, kemarin mengembalikan surat kekancingan (surat pengangkatan sebagai abdi dalem) sebagai bentuk kekecewaan atas sikap Sultan.
”Raja Keraton Yogyakarta itu menyandang gelar khafilatullah , kalau sudah tidak ada lagi berarti bukan raja lagi,” kata pria bernama asli Kardi itu saat menyerahkan surat kekancingan di Ndalem Yudhanegaran. Mantan Kepala Kejaksaan Negeri Yogyakarta itu mengaku sudah memikirkan masak-masak keputusannya itu.
Menurutnya, situasi keraton terkini tidak lagi memberikan rasa nyaman baginya sebagai seorang abdi dalem. GBPH Cakraningrat, juga adik Sultan, yang menerima surat itu menuturkan, sepengetahuannya baru kali ini ada abdi dalem mengembalikan surat kekancingan . Dia khawatir, sabda raja akan berpengaruh pada abdi dalem yang lain, ”Kalau nanti banyak yang mengembalikan (surat kekancingan abdi dalem), keraton kosong,” ujarnya.
Tidak Turut Campur
Pemerintah memastikan tidak akan terlibat dalam urusan internal Keraton Yogyakarta. Meskipun kedudukan Sultan sebagai gubernur DIY diatur undangundang, bukan berarti seluruh urusan keraton menjadi bagian pemerintah. Keraton Ngayogyakarta mempunyai keistimewaan dan otonomi khusus tersendiri.
”Itu urusan internal keraton, antara kakak-adik. Baik Kemendagri maupun Presiden tidak akan melibatkan diri,” ujar Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo kemarin. Politikus PDIP itu mengakui sebagian keluarga keraton meminta dirinya untuk memfasilitasi rapat keluarga mengenai sabda raja tersebut. Namun Tjahjo menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki kapasitas untuk mengeluarkan rekomendasi. Hal senada disampaikan Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Dodi Riyadmadji.
Menurutnya, mengenai kerajaan, hal itu akan diselesaikan oleh raja dan keluarganya. Sabda raja juga tidak berhubungan atau butuh persetujuan Kemendagri.
Ridwan anshori/ erfanto linangkung/ suharjono/ dita angga/ant
Saat desakan agar sabda raja dibatalkan, Sultan bersikukuh pada pendiriannya. Sultan kemarin meminta para kerabat keraton untuk belajar memahami falsafahJawa, yaknimelihat semuapersoalan dengan menggunakan hati nurani. ”Adik-adik saya tidak mau belajar terkait ini (falsafah Jawa) yang melihat segala sesuatu menggunakan ini (menunjuk dada), bukan ini (menunjuk kepala), mesti kleru (salah),” kata Sultan di Gunungkidul, Yogyakarta, kemarin.
Sultan menyadari dari awal bahwa sabda raja akan memicu pro dan kontra. Hanya dia menyayangkan adikadiknya tidak datang ketika diundang dalam pengucapan sabda raja. Karena itu Sultan menduga mereka tidak mengetahui secara utuh. ”Karena yang lima poin (dan beredar di media) itu salah,” katanya.
Seperti diketahui, kalangan internal keraton Yogyakarta memanas setelah Sultan mengeluarkan sabda raja yang dinilai kontroversial. Pada sabda raja pertama (30/4), Sultan disebut mengganti penyebutan namanya menjadi Sri Sultan Hamengku Bawono X. Selain itu menghilangkan kata khalifatullah dan mengganti frase kaping sedasa menjadi kaping sepuluh dalam gelar resminya.
Kontroversi makin mencuat setelah pada sabda raja II (5/5), Sultan mengganti gelar putri sulungnya GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawano Langgeng Ing Mataram. Penggantian nama ini disebut-sebut sebagai jalan memuluskan GKR Pembayun sebagai calon penerus takhta Keraton Yogyakarta. Sabda raja menjadi polemik karena selama ini belum ada perempuan memimpin Keraton.
Sultan menegaskan segera membuka isi sabda raja itu kepada publik. Dia pun akan kembali mengundang adik-adiknya setelah pembahasan selesai. Dalam kesempatan itu, pria bernama asli Bendara Raden Mas Herjuno Darpito ini menyangkal memiliki dukun seperti dituduhkan adik-adiknya. ”Membicarakan keraton tidak hanya menggunakan akal saja, tetapi juga kedalaman hati. Jadi saya tidak mempunyai dukun, berbeda dengan adik-adik saya yang memiliki dukun santet,” kata Gubernur Yogyakarta ini.
Minta Dibatalkan
Adik-adik Sultan kembali menegaskan ketidaksetujuannya atas sabda raja. Mereka mendesak agar sabda itu segera dibatalkan karena telah merusak paugeran (aturan baku di keraton). ”Istilahnya sudah keluar ludah kemudian dijilat kembali tidak apa-apa, tidak usah malu,” kata GBPH Yudhaningrat di kediamannya di Dalem Yudhanegaran. ”Aturan-aturan yang sudah kokoh malah diterjang. Ini menjadi mimpi buruk bagi kami,” sambung dia.
GBPH Yudho—panggilan Yudhaningrat—mengkritik penghapusan kata khalifatullah dalam gelar Sultan karena akan berakibat fatal. Gelar itu memiliki fungsi pengingat bahwa selain menjadi pemimpin kerajaan Islam, juga sebagai imam untuk masyarakat Yogyakarta. Tak hanya kerabat keraton, penolakan atas sabda raja juga ditunjukkan abdi dalem. Mas Wedono Nitikartyo, seorang abdi dalem, kemarin mengembalikan surat kekancingan (surat pengangkatan sebagai abdi dalem) sebagai bentuk kekecewaan atas sikap Sultan.
”Raja Keraton Yogyakarta itu menyandang gelar khafilatullah , kalau sudah tidak ada lagi berarti bukan raja lagi,” kata pria bernama asli Kardi itu saat menyerahkan surat kekancingan di Ndalem Yudhanegaran. Mantan Kepala Kejaksaan Negeri Yogyakarta itu mengaku sudah memikirkan masak-masak keputusannya itu.
Menurutnya, situasi keraton terkini tidak lagi memberikan rasa nyaman baginya sebagai seorang abdi dalem. GBPH Cakraningrat, juga adik Sultan, yang menerima surat itu menuturkan, sepengetahuannya baru kali ini ada abdi dalem mengembalikan surat kekancingan . Dia khawatir, sabda raja akan berpengaruh pada abdi dalem yang lain, ”Kalau nanti banyak yang mengembalikan (surat kekancingan abdi dalem), keraton kosong,” ujarnya.
Tidak Turut Campur
Pemerintah memastikan tidak akan terlibat dalam urusan internal Keraton Yogyakarta. Meskipun kedudukan Sultan sebagai gubernur DIY diatur undangundang, bukan berarti seluruh urusan keraton menjadi bagian pemerintah. Keraton Ngayogyakarta mempunyai keistimewaan dan otonomi khusus tersendiri.
”Itu urusan internal keraton, antara kakak-adik. Baik Kemendagri maupun Presiden tidak akan melibatkan diri,” ujar Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo kemarin. Politikus PDIP itu mengakui sebagian keluarga keraton meminta dirinya untuk memfasilitasi rapat keluarga mengenai sabda raja tersebut. Namun Tjahjo menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki kapasitas untuk mengeluarkan rekomendasi. Hal senada disampaikan Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Dodi Riyadmadji.
Menurutnya, mengenai kerajaan, hal itu akan diselesaikan oleh raja dan keluarganya. Sabda raja juga tidak berhubungan atau butuh persetujuan Kemendagri.
Ridwan anshori/ erfanto linangkung/ suharjono/ dita angga/ant
(ars)