Putri Sultan Ganti Nama, Keraton Memanas
A
A
A
YOGYAKARTA - Situasi Keraton Yogyakarta beberapa hari terakhir ini menghangat setelah keluarnya sabda raja Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X secara beruntun dan dinilai sarat kontroversial.
Kemarin Sri Sultan kembali mengeluarkan sabdanya di Sitihinggil Keraton Yogyakarta. Seperti sabda raja pada Kamis (30/4) lalu, kali ini juga digelar tertutup, hanya kalangan internal keraton yang diundang. Menjelang upacara pengeluaran sabda raja, wisata keraton tertutup untuk umum. Regol atau gerbang keraton ditutup setelah iring-iringan mobil Sultan serta kerabat keraton memasuki kawasan keben keraton pukul 10.45 WIB.
Rombongan keluar pukul 11.10 WIB. Isi sabda raja yang kedua ini adalah mengganti nama putri sulung sang raja, GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi. Banyak yang menafsirkan, penggantiannamamenjadiGKRMangkubumiinimerupakanpenobatanputri mahkota atau calon penerus takhta keraton. Adik-adik Sultan yang sebelumnya sudah memprotes keras sabda raja pertama pun kaget atas sabda raja kedua ini.
Mereka sepakat siap memberikan tanggapan bersama dalam waktu dekat ini. Salah satu abdi dalem yang mengikuti acara sabda raja kemarin, Raden Wedhono Ngabdul Sadak, mengungkapkan acara sabda raja hanya berlangsung sekitar lima menit. ”Hanya ganti nama dari GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi,” katanya kepada wartawan seusai mengikuti acara sabda raja. Dia tidak menampik, pergantian nama tersebut mengarah ke penobatan putri mahkota.
Prediksinya tak berlebihan. Sebab siapa pun yang bergelar Mangkubumi merupakan calon penerus takhta. ”Ya, dinobatkan sebagai putri mahkota,” kata Kaum Masjid Penepen Keraton Yogyakarta itu. Dalam acara tersebut, semua adik laki-laki Sultan atau para pangeran tidak hadir. Acara sabda raja hanya dihadiri Permaisuri GKR Hemas beserta putra-putrinya serta sejumlah panghageng keraton berpangkat kanjeng raden tumenggung (KRT). Putra mahkota Pura Paku Alam IX RM Wijoseno Hario Bimo juga hadir dalam acara itu.
Sementara para pangeran seperti adik tertua sang raja, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto, Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo, GBPH Yudhahadiningrat, GBPH Condrohadiningrat, GBPH Cakraningrat tidak hadir dalam acara tersebut. Yudhahadiningrat mengakui, tidak semua kerabat keraton bisa hadir dalam acara sabda raja. ”Gusti Hadi (KGPH Hadiwinoto) sudah ditelepon, tapi tidak datang. Mungkin terjebak macet,” ungkapnya.
Pada sabda raja pertama pekan lalu berisi beberapa poin antara lain perubahan gelar Raja Keraton Yogyakarta dari Sultan Hamengku Buwono menjadi Sultan Hamengku Bawono. Selain itu, gelar kalifatullah yang melekat pada Raja Keraton Yogyakarta juga dihapus. Adapun frase kaping sedasa dalam gelar Sultan HB X diubah menjadi kaping sepuluh. Sabda raja ini dinilai membuka peluang bagi putri Sultan untuk menggantikan posisinya sebagai orang nomor satu di Keraton Yogyakarta.
Gelar kalifatullah diketahui merupakan sebutan bagi pemimpin dalam agama Islam dan memiliki makna sebagai wakil Allah SWT. Pendapat yang beredar selama ini, gelar raja keraton harus dijabat oleh lakilaki karena hal itu sesuai dengan tradisi kepemimpinan dalam agama Islam. Salah satu menantu Sultan, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Purbodiningrat, mengatakan acara kemarin bukanlah sabda raja, tetapi dawuh raja.
”Itu dawuh raja, gantos asmi (ganti nama) GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawano Langgeng Ing Mataram,” katanya. Suami dari GKR Maduretno itu enggan menjelaskan, penggantian nama menjadi GKR Mangkubumi merupakan penerus takhta Keraton Yogyakarta selanjutnya. Namun dia secara implisit tidak menyangkalnya.
”Seseorang yang paham sudah bisa menafsirkan dengan nama Mangkubumi itu apa,” ungkapnya. Saat Sri Sultan HB X dinobatkan sebagai raja juga bergelar Mangkubumi setelah berganti nama dari BRM Herjuno Darpito. KPH Purbodiningrat mengungkapkan, dalam waktu dekatkeluargaraja akanmemberikan keterangan kepada publik seputar isi sabda raja yang sudah diucapkan sang raja.
”Minggu-minggu ini,” imbuhnya. Adik kandung Sultan, GBPH Prabukusumo, menegaskan dalam waktu dekat adik-adik raja juga akan menggelar rapat. ”Adik-adik Ngarso Dalem (Sultan HB X) baru datang ke Yogyakarta besok siang (hari ini) dan langsung rapat menyikapi kondisi terkini,” kata dia. Penghageng keraton yang akrab disapa dengan panggilan Gusti Prabu itu mengungkapkan, setelah rapat keluarga tersebut pihaknya akan berziarah ke kompleks raja-raja di Imogiri pada Kamis (7/5).
”Di Makam Imogiri, keluarga Hamengku Buwono IX akan menyampaikan sikap, akan jumpa pers,” tegasnya. Gusti Prabu mengungkapkan, sebelumnya bersama tiga adik Sultan yang lain masingmasing GBPH Yudhaningrat, GBPH Cakraningrat, dan GBPH Condrodiningrat, dia juga sudah berziarah ke makam Ki Ageng Pemanahan di Kotagede dan Ki Ageng Giring di Palihan, Gunungkidul. Gusti Prabu mewakili adikadik Sultan HB X telah mengeluarkan pernyataan sikap atas keluarnya sabda raja yang pertama. Sikap tersebut berbunyi, ”Sudah berlebihan, masyarakat harus bereaksi.
Ayo bersama menegakkan paugeran (ketentuan) bukan menegakkan berdirinya suatu kehendak, akan mendapatkan hukuman dari Gusti Allah dan para leluhur dalem . Camkanlah.” Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menanggapi positif penerbitan sabda raja Sri Sultan yang salah satunya menghapus gelar kalifatullah pada gelar Raja Keraton Yogyakarta. ”Ini kan artinya Keraton Yogyakarta mulai ada pengertian tentang (kesetaraan) gender. Di Inggris juga perempuan bisa jadi ratu, masa abad ke-21 masih ada diskriminasi. Bagus, tidak masalah,” jelas JK di Kantor Wakil Presiden Jakarta kemarin.
Menurut pakar politik dan pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Dardias Kurniadi, penobatan putri mahkota merupakan tantangan berat bagi putri sulung Sultan HB X. ”Aspek faktor sejarah maupun eksternal dan internal keraton,” katanya.
Ridwan anshori/ ant
Kemarin Sri Sultan kembali mengeluarkan sabdanya di Sitihinggil Keraton Yogyakarta. Seperti sabda raja pada Kamis (30/4) lalu, kali ini juga digelar tertutup, hanya kalangan internal keraton yang diundang. Menjelang upacara pengeluaran sabda raja, wisata keraton tertutup untuk umum. Regol atau gerbang keraton ditutup setelah iring-iringan mobil Sultan serta kerabat keraton memasuki kawasan keben keraton pukul 10.45 WIB.
Rombongan keluar pukul 11.10 WIB. Isi sabda raja yang kedua ini adalah mengganti nama putri sulung sang raja, GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi. Banyak yang menafsirkan, penggantiannamamenjadiGKRMangkubumiinimerupakanpenobatanputri mahkota atau calon penerus takhta keraton. Adik-adik Sultan yang sebelumnya sudah memprotes keras sabda raja pertama pun kaget atas sabda raja kedua ini.
Mereka sepakat siap memberikan tanggapan bersama dalam waktu dekat ini. Salah satu abdi dalem yang mengikuti acara sabda raja kemarin, Raden Wedhono Ngabdul Sadak, mengungkapkan acara sabda raja hanya berlangsung sekitar lima menit. ”Hanya ganti nama dari GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi,” katanya kepada wartawan seusai mengikuti acara sabda raja. Dia tidak menampik, pergantian nama tersebut mengarah ke penobatan putri mahkota.
Prediksinya tak berlebihan. Sebab siapa pun yang bergelar Mangkubumi merupakan calon penerus takhta. ”Ya, dinobatkan sebagai putri mahkota,” kata Kaum Masjid Penepen Keraton Yogyakarta itu. Dalam acara tersebut, semua adik laki-laki Sultan atau para pangeran tidak hadir. Acara sabda raja hanya dihadiri Permaisuri GKR Hemas beserta putra-putrinya serta sejumlah panghageng keraton berpangkat kanjeng raden tumenggung (KRT). Putra mahkota Pura Paku Alam IX RM Wijoseno Hario Bimo juga hadir dalam acara itu.
Sementara para pangeran seperti adik tertua sang raja, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto, Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo, GBPH Yudhahadiningrat, GBPH Condrohadiningrat, GBPH Cakraningrat tidak hadir dalam acara tersebut. Yudhahadiningrat mengakui, tidak semua kerabat keraton bisa hadir dalam acara sabda raja. ”Gusti Hadi (KGPH Hadiwinoto) sudah ditelepon, tapi tidak datang. Mungkin terjebak macet,” ungkapnya.
Pada sabda raja pertama pekan lalu berisi beberapa poin antara lain perubahan gelar Raja Keraton Yogyakarta dari Sultan Hamengku Buwono menjadi Sultan Hamengku Bawono. Selain itu, gelar kalifatullah yang melekat pada Raja Keraton Yogyakarta juga dihapus. Adapun frase kaping sedasa dalam gelar Sultan HB X diubah menjadi kaping sepuluh. Sabda raja ini dinilai membuka peluang bagi putri Sultan untuk menggantikan posisinya sebagai orang nomor satu di Keraton Yogyakarta.
Gelar kalifatullah diketahui merupakan sebutan bagi pemimpin dalam agama Islam dan memiliki makna sebagai wakil Allah SWT. Pendapat yang beredar selama ini, gelar raja keraton harus dijabat oleh lakilaki karena hal itu sesuai dengan tradisi kepemimpinan dalam agama Islam. Salah satu menantu Sultan, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Purbodiningrat, mengatakan acara kemarin bukanlah sabda raja, tetapi dawuh raja.
”Itu dawuh raja, gantos asmi (ganti nama) GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawano Langgeng Ing Mataram,” katanya. Suami dari GKR Maduretno itu enggan menjelaskan, penggantian nama menjadi GKR Mangkubumi merupakan penerus takhta Keraton Yogyakarta selanjutnya. Namun dia secara implisit tidak menyangkalnya.
”Seseorang yang paham sudah bisa menafsirkan dengan nama Mangkubumi itu apa,” ungkapnya. Saat Sri Sultan HB X dinobatkan sebagai raja juga bergelar Mangkubumi setelah berganti nama dari BRM Herjuno Darpito. KPH Purbodiningrat mengungkapkan, dalam waktu dekatkeluargaraja akanmemberikan keterangan kepada publik seputar isi sabda raja yang sudah diucapkan sang raja.
”Minggu-minggu ini,” imbuhnya. Adik kandung Sultan, GBPH Prabukusumo, menegaskan dalam waktu dekat adik-adik raja juga akan menggelar rapat. ”Adik-adik Ngarso Dalem (Sultan HB X) baru datang ke Yogyakarta besok siang (hari ini) dan langsung rapat menyikapi kondisi terkini,” kata dia. Penghageng keraton yang akrab disapa dengan panggilan Gusti Prabu itu mengungkapkan, setelah rapat keluarga tersebut pihaknya akan berziarah ke kompleks raja-raja di Imogiri pada Kamis (7/5).
”Di Makam Imogiri, keluarga Hamengku Buwono IX akan menyampaikan sikap, akan jumpa pers,” tegasnya. Gusti Prabu mengungkapkan, sebelumnya bersama tiga adik Sultan yang lain masingmasing GBPH Yudhaningrat, GBPH Cakraningrat, dan GBPH Condrodiningrat, dia juga sudah berziarah ke makam Ki Ageng Pemanahan di Kotagede dan Ki Ageng Giring di Palihan, Gunungkidul. Gusti Prabu mewakili adikadik Sultan HB X telah mengeluarkan pernyataan sikap atas keluarnya sabda raja yang pertama. Sikap tersebut berbunyi, ”Sudah berlebihan, masyarakat harus bereaksi.
Ayo bersama menegakkan paugeran (ketentuan) bukan menegakkan berdirinya suatu kehendak, akan mendapatkan hukuman dari Gusti Allah dan para leluhur dalem . Camkanlah.” Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menanggapi positif penerbitan sabda raja Sri Sultan yang salah satunya menghapus gelar kalifatullah pada gelar Raja Keraton Yogyakarta. ”Ini kan artinya Keraton Yogyakarta mulai ada pengertian tentang (kesetaraan) gender. Di Inggris juga perempuan bisa jadi ratu, masa abad ke-21 masih ada diskriminasi. Bagus, tidak masalah,” jelas JK di Kantor Wakil Presiden Jakarta kemarin.
Menurut pakar politik dan pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Dardias Kurniadi, penobatan putri mahkota merupakan tantangan berat bagi putri sulung Sultan HB X. ”Aspek faktor sejarah maupun eksternal dan internal keraton,” katanya.
Ridwan anshori/ ant
(ars)