Kejagung Rencanakan Eksekusi Mati Tahap III
A
A
A
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan sudah menjadwalkan eksekusi mati tahap III. Eksekusi mati tahap III ini masih untuk terpidana mati kasus-kasus narkoba.
”Sekarang kita masih prioritas kasus narkoba karena pemerintah sekarang memerangi narkoba secara habis-habisan,” tandas Jaksa Agung HM Prasetyo di Kejagung, Jakarta, kemarin. Menurut Prasetyo, sebelum melaksanakan eksekusi tahap III, Kejagung terlebih dulu menggelar evaluasi pelaksanaan eksekusi mati tahap II yang sudah dilaksanakan beberapa hari yang lalu.
Dalam evaluasi eksekusi mati tahap II ini, Kejagung akan meminta masukan dari jaksa eksekutor, Kejati Banten, Kejati Jatim, Kejati Sumsel, Kejati DKI Jakarta, termasuk dari Polri, Kemenkes, Kemenkumham, dan Kemlu agar pelaksanaan eksekusi mati ke depan lebih baik. Mengenai kabar yang beredar bahwaDPRakanmenghapuskan eksekusi mati dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Prasetyo tidak mau berkomentar banyak.
”Baruwacana, kita bicarakan yang sekarang saja. Wacana nanti saja kita bahas, kita jalankan undangundang saja,” tandasnya. Anggota Komisi III DPR Asrul Sani mengklarifikasi atas beredarnya isu bahwa DPR akan menghapuskan hukuman mati dalam revisi KUHP. Menurut dia, kabar tersebut tidak benar. ”Itu tidak benar, hukuman mati tidak dihapus, hanya digeser sedikit posisinya,” ungkap Asrul.
Menurutdia, posisihukuman mati dalam KUHP masuk dalam pidana pokok, namun pelaksanaannya ada syarat dan ketentuannya. ”Tetapi tidak berdiri sendiri karena pelaksanaannya dipersyaratkan,” ungkapnya. Dia menjelaskan bahwa terpidana mati hanya akan dieksekusi jika mengulangi lagi seperti kasus Freddy Budiman. Namun jika terpidana mati itu berkelakuan baik, hukumannya bisa berubah.
”Orang bisa berubah status hukumannya apabila berkelakuan baik. Karena itu, status hukuman mati juga bisa berubah menjadi hukuman seumur hidup,” ujarnya. Tujuan pergeseran posisi hukuman mati ini, lanjutnya, untuk menghindari kesalahan dalam penjatuhan hukuman. ”Agar hukuman mati tidak salah sasaran,” tandasnya. Dia juga menjelaskan bahwa eksekusi harus disegerakan apabila hukumannya sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
”Prinsipnya, eksekusi terhadap terpidana mati yang sudah inkracht dan semua upaya hukum sudah dipergunakan. Apalagi kalau yang bersangkutan mengulangi kejahatan, seperti Freddy Budiman yang kendalikan bisnis narkoba dari lapas, maka ini harus disegerakan,” paparnya. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony T Spontana mengatakan, Kejagung masih menunggu laporan dari pihak terkait mengenai pelaksanaan eksekusi mati tahap III.
”Masih menunggu laporan dari masing- masing jaksa eksekutor. Demikian pula saran/masukan dari pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan eksekusi baik itu dari Polri, Kanwilkumham, Kanwil Kemenag, Kanwil Kemenkes, dan lainnya,” ujarnya. Sementara itu, hakim agung Gayus Lumbuun menyayangkan sikap pemerintah Australia yang sudah melontarkan isu adanya penyuapan dalam persidangan duo Bali Nine.
Menurut Gayus, tudingan yang diembuskan oleh Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop itu sebagai bentuk penghinaan terhadap institusi pengadilan di Indonesia. Menurut Gayus, isu itu merupakan bentuk pencemaran atas sebuah lembaga negara dan dinilai sebagai upaya pencemaran nama baik serta harga diri bangsa Indonesia.
”Itu adalah contempt of court dan itu bisa dimungkinkan terjadi tidak hanya didalam pengadilan, namun bisa saja di luar pengadilan yang bisa menjadikan hal itu pencemaran institusi negara,” tandas Gayus saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk ”Pro-Kontra Hukuman Mati di Indonesia” yang digelar BAMAG Nasional bekerja sama dengan GBI di Jakarta kemarin.
Gayus mengatakan, pemerintah seharusnya memikirkan hal itu agar bisa melakukan langkah politik. Salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan memberikan peringatan kepada Bishop terkait tindakan yang secara tidak langsung melecehkan lembaga pengadilan Indonesia. ”Ya, kita mengingatkan ke mereka kalau itu adalah bentuk contempt of court,” ungkapnya.
Hasyim ashari/ alfian faisal
”Sekarang kita masih prioritas kasus narkoba karena pemerintah sekarang memerangi narkoba secara habis-habisan,” tandas Jaksa Agung HM Prasetyo di Kejagung, Jakarta, kemarin. Menurut Prasetyo, sebelum melaksanakan eksekusi tahap III, Kejagung terlebih dulu menggelar evaluasi pelaksanaan eksekusi mati tahap II yang sudah dilaksanakan beberapa hari yang lalu.
Dalam evaluasi eksekusi mati tahap II ini, Kejagung akan meminta masukan dari jaksa eksekutor, Kejati Banten, Kejati Jatim, Kejati Sumsel, Kejati DKI Jakarta, termasuk dari Polri, Kemenkes, Kemenkumham, dan Kemlu agar pelaksanaan eksekusi mati ke depan lebih baik. Mengenai kabar yang beredar bahwaDPRakanmenghapuskan eksekusi mati dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Prasetyo tidak mau berkomentar banyak.
”Baruwacana, kita bicarakan yang sekarang saja. Wacana nanti saja kita bahas, kita jalankan undangundang saja,” tandasnya. Anggota Komisi III DPR Asrul Sani mengklarifikasi atas beredarnya isu bahwa DPR akan menghapuskan hukuman mati dalam revisi KUHP. Menurut dia, kabar tersebut tidak benar. ”Itu tidak benar, hukuman mati tidak dihapus, hanya digeser sedikit posisinya,” ungkap Asrul.
Menurutdia, posisihukuman mati dalam KUHP masuk dalam pidana pokok, namun pelaksanaannya ada syarat dan ketentuannya. ”Tetapi tidak berdiri sendiri karena pelaksanaannya dipersyaratkan,” ungkapnya. Dia menjelaskan bahwa terpidana mati hanya akan dieksekusi jika mengulangi lagi seperti kasus Freddy Budiman. Namun jika terpidana mati itu berkelakuan baik, hukumannya bisa berubah.
”Orang bisa berubah status hukumannya apabila berkelakuan baik. Karena itu, status hukuman mati juga bisa berubah menjadi hukuman seumur hidup,” ujarnya. Tujuan pergeseran posisi hukuman mati ini, lanjutnya, untuk menghindari kesalahan dalam penjatuhan hukuman. ”Agar hukuman mati tidak salah sasaran,” tandasnya. Dia juga menjelaskan bahwa eksekusi harus disegerakan apabila hukumannya sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
”Prinsipnya, eksekusi terhadap terpidana mati yang sudah inkracht dan semua upaya hukum sudah dipergunakan. Apalagi kalau yang bersangkutan mengulangi kejahatan, seperti Freddy Budiman yang kendalikan bisnis narkoba dari lapas, maka ini harus disegerakan,” paparnya. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony T Spontana mengatakan, Kejagung masih menunggu laporan dari pihak terkait mengenai pelaksanaan eksekusi mati tahap III.
”Masih menunggu laporan dari masing- masing jaksa eksekutor. Demikian pula saran/masukan dari pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan eksekusi baik itu dari Polri, Kanwilkumham, Kanwil Kemenag, Kanwil Kemenkes, dan lainnya,” ujarnya. Sementara itu, hakim agung Gayus Lumbuun menyayangkan sikap pemerintah Australia yang sudah melontarkan isu adanya penyuapan dalam persidangan duo Bali Nine.
Menurut Gayus, tudingan yang diembuskan oleh Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop itu sebagai bentuk penghinaan terhadap institusi pengadilan di Indonesia. Menurut Gayus, isu itu merupakan bentuk pencemaran atas sebuah lembaga negara dan dinilai sebagai upaya pencemaran nama baik serta harga diri bangsa Indonesia.
”Itu adalah contempt of court dan itu bisa dimungkinkan terjadi tidak hanya didalam pengadilan, namun bisa saja di luar pengadilan yang bisa menjadikan hal itu pencemaran institusi negara,” tandas Gayus saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk ”Pro-Kontra Hukuman Mati di Indonesia” yang digelar BAMAG Nasional bekerja sama dengan GBI di Jakarta kemarin.
Gayus mengatakan, pemerintah seharusnya memikirkan hal itu agar bisa melakukan langkah politik. Salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan memberikan peringatan kepada Bishop terkait tindakan yang secara tidak langsung melecehkan lembaga pengadilan Indonesia. ”Ya, kita mengingatkan ke mereka kalau itu adalah bentuk contempt of court,” ungkapnya.
Hasyim ashari/ alfian faisal
(ars)