DKI Dinilai Tak Serius Menata Angkutan Umum
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta dinilai tidak bersungguh- sungguh untuk meningkatkan pelayanan angkutan umum di Ibu Kota.
Opsi yang diberikan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta agar Angkutan Perbatasan Terintegrasi Bus Transjakarta (APTB) hanya beroperasi hingga perbatasan merupakan salah satu bukti ketidakseriusan tersebut. Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) dari unsur pengusaha, Donny Andy Saragih, mengatakan, ketidaksepakatan harga rupiah per kilometer yang ditawarkan Dishub kepada operator APTB membuat rencana integrasi angkutan umum di bawah pengelolaan PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) belum terwujud. Jika Dishub serius, akan ada kesepakatan harga.
”Memang konsep awalnya hanya sampai perbatasan, tetapi kalau itu diambil dari opsi ketidaksepakatan, ya itu berarti Pemprov DKI Jakarta tidak serius. Harusnya Pemprov DKI Jakarta memberikan harga sesuai dengan kajian operator APTB. Pemprov DKI Jakarta harus berusaha meyakinkan pengusaha APTB agar mau ikut, jangan diberikan opsi,” kata Donny Andy Saragih di Kantor DTKJ dalam diskusi ”Lambatnya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Mengurusi Izin Angkutan Umum” kemarin.
Donny menjelaskan, semua operator saat ini sangat menunggu realisasi sistem pembayaran rupiah per kilometer. Sistem rupiah per kilometer merupakan sistem yang mendorong keuntungan investasi operator dan pelayanan angkutan umum. Kendati demikian, lanjut Donny, Pemprov DKI Jakarta harus mengedepankan musyawarah mufakat dalam menentukan harga rupiah per kilometer tersebut.
”Kalau APTB saja tidak berhasil, bagaimana dengan bus kota yang katanya mau diberlakukan sistem rupiah per kilometer pada Juni mendatang? Apalagi mau datangin 700 bus sampai akhir tahun nanti. Pemprov terlalu banyak wacana, masyarakat yang tadinya antusias jadi kecewa,” ucapnya.
Pengamat transportasi dari Universitas Tarumanagara Leksmono Suryo Putranto meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sadar diri dalam menyusun kebijakan, khususnya transportasi. Selama ini dia melihat apa yang dinginkan Ahok tidak pernahdikoordinasikanterlebih dahulu dengan pihak terkait.
Misalnya, pernyataan bahwa 5 Juni mendatang semua bus kota berada di bawah PT Transjakarta. Padahal, direktur utama PT Transjakarta sendiri tidak tahu rencana tersebut. Menurut Leksmono, DTKJ merupakan mitra pemerintah lantaran anggaran DTKJ bersumber dari Dishub DKI Jakarta. Sayangnya, setiap rekomendasi yang diberikan DTKJ tidak pernah digunakan.
Penataan transportasi massal pun saat ini terlihat terlalu banyak wacana. ”Pemprov harus fokus dalam membenahi transportasi. Kalau mau melaksanakan sistem rupiah per kilometer, ya lanjutkan. Jangan lagi membuat wacana bus Kopaja menjadi bus besar. Jakarta masih butuh bus sedang,” ungkapnya. Menanggapi hal tersebut, Ahok mengaku tidak mengambil pusing apabila para operator APTB tidak mau mengikuti sistem rupiah per kilometer.
Pihaknya akan terus membeli bus dengan agen pemegang merek (APM)-nya berada di Indonesia. Mantan Bupati Belitung Timur itu menjelaskan, sistem rupiah per kilometer yang diberlakukan untuk APTB saat ini masih dalam proses tender.
Bima setiyadi
Opsi yang diberikan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta agar Angkutan Perbatasan Terintegrasi Bus Transjakarta (APTB) hanya beroperasi hingga perbatasan merupakan salah satu bukti ketidakseriusan tersebut. Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) dari unsur pengusaha, Donny Andy Saragih, mengatakan, ketidaksepakatan harga rupiah per kilometer yang ditawarkan Dishub kepada operator APTB membuat rencana integrasi angkutan umum di bawah pengelolaan PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) belum terwujud. Jika Dishub serius, akan ada kesepakatan harga.
”Memang konsep awalnya hanya sampai perbatasan, tetapi kalau itu diambil dari opsi ketidaksepakatan, ya itu berarti Pemprov DKI Jakarta tidak serius. Harusnya Pemprov DKI Jakarta memberikan harga sesuai dengan kajian operator APTB. Pemprov DKI Jakarta harus berusaha meyakinkan pengusaha APTB agar mau ikut, jangan diberikan opsi,” kata Donny Andy Saragih di Kantor DTKJ dalam diskusi ”Lambatnya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Mengurusi Izin Angkutan Umum” kemarin.
Donny menjelaskan, semua operator saat ini sangat menunggu realisasi sistem pembayaran rupiah per kilometer. Sistem rupiah per kilometer merupakan sistem yang mendorong keuntungan investasi operator dan pelayanan angkutan umum. Kendati demikian, lanjut Donny, Pemprov DKI Jakarta harus mengedepankan musyawarah mufakat dalam menentukan harga rupiah per kilometer tersebut.
”Kalau APTB saja tidak berhasil, bagaimana dengan bus kota yang katanya mau diberlakukan sistem rupiah per kilometer pada Juni mendatang? Apalagi mau datangin 700 bus sampai akhir tahun nanti. Pemprov terlalu banyak wacana, masyarakat yang tadinya antusias jadi kecewa,” ucapnya.
Pengamat transportasi dari Universitas Tarumanagara Leksmono Suryo Putranto meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sadar diri dalam menyusun kebijakan, khususnya transportasi. Selama ini dia melihat apa yang dinginkan Ahok tidak pernahdikoordinasikanterlebih dahulu dengan pihak terkait.
Misalnya, pernyataan bahwa 5 Juni mendatang semua bus kota berada di bawah PT Transjakarta. Padahal, direktur utama PT Transjakarta sendiri tidak tahu rencana tersebut. Menurut Leksmono, DTKJ merupakan mitra pemerintah lantaran anggaran DTKJ bersumber dari Dishub DKI Jakarta. Sayangnya, setiap rekomendasi yang diberikan DTKJ tidak pernah digunakan.
Penataan transportasi massal pun saat ini terlihat terlalu banyak wacana. ”Pemprov harus fokus dalam membenahi transportasi. Kalau mau melaksanakan sistem rupiah per kilometer, ya lanjutkan. Jangan lagi membuat wacana bus Kopaja menjadi bus besar. Jakarta masih butuh bus sedang,” ungkapnya. Menanggapi hal tersebut, Ahok mengaku tidak mengambil pusing apabila para operator APTB tidak mau mengikuti sistem rupiah per kilometer.
Pihaknya akan terus membeli bus dengan agen pemegang merek (APM)-nya berada di Indonesia. Mantan Bupati Belitung Timur itu menjelaskan, sistem rupiah per kilometer yang diberlakukan untuk APTB saat ini masih dalam proses tender.
Bima setiyadi
(ars)