Bonaran Dituntut 6 Tahun
A
A
A
JAKARTA - JPU pada KPK menjatuhkan tuntutan penjara selama enam tahun kepada Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara (Sumut) nonaktif Raja Bonaran Situmeang.
Hal itu tertuang dalam surat tuntutan TUT-10/24/04/2015 yang dibacakan secara bergantian oleh JPU, yang terdiri atas Pulung Rindandoro selaku ketua merangkap anggota, dengan anggota Sigit Waseso, Budi Nugraha, Tri Anggoro Mukti, dan Irman Yudiandri di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin.
JPU meyakini Bonaran terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum memberikan suap Rp1,8 miliar kepada M Akil Mochtar selaku hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Uang suap itu dimaksudkan untuk memengaruhi Akil dalam mengambil keputusan menolak permohonan keberatan pasangan Albiner Sitompul- Steven PB Simanungkalit dan Dina Riana Samosir-Hikmal Batubara terhadap keputusan KPU Kabupaten Tapteng yang memenangkan pasangan Raja Bonaran Situmeang-Sukran Jamilan Tanjung dalam Pilkada Tapteng 2011. ”Serta pidana denda sebesar Rp300 juta subsider empat bulan kurungan,” kata Pulung Rindandoro saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin.
JPU pun meyakini bahwa perbuatan Bonaran terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tipikor sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana dakwaan primer.
JPU juga meminta majelis menjatuhkan hukuman tambahan kepada Bonaran. ”Dengan pidana tambahan, berupa pencabutan hak memilih dan di-pilih pada pemilihan yang dilakukan menurut aturan-aturan umum selama delapan tahun sejak putusan mempunyai kekuatan hukum tetap,” ujar Pulung.
Dia melanjutkan, dalam menyusun tuntutan, JPU mempertimbangkan hal meringankan dan memberatkan. Pertimbangan meringankan yakni Bonaran berlaku sopan di persidangan dan belum pernah dihukum, sedangkan hal memberatkan ada tiga. Pertama, perbuatan Bonaran dilakukan pada saat pemerintah sedang giat-giatnya melakukan upaya pemberantasan tipikor. Kedua, perbuatannya mencederai lembaga peradilan terutama MK. ”(Ketiga ) perbuatan terdakwa mencederai nilai pemilihan umum yang dilakukan secara jujur dan adil,” ucap Pulung.
Irman Yudiandri membeberkan, pertimbangan tambahan memberatkan bagi Bonaran adalah, selaku calon bupati Tapteng terpilih memberikan sejumlah uang kepada Akil selaku hakim konstitusi adalah dimaksudkan agar permohonan para pemohon di MK ditolak sehingga terdakwa dapat menduduki posisi sebagai bupati Tapteng.
Bonaran yang berprofesi sebagai praktisi hukum seharusnya tidak melakukan perbuatan tersebut. Namun karena ambisi kekuasaan, Bonaran telah menghalalkan segala cara untuk dapat menduduki jabatan selaku bupati Tapteng. Kemudian, perbuatan Bonaran dilakukan dengan sengaja dan tercela.
Perbuatan yang mencederai lembaga peradilan dan mencederai nilai-nilai pilkada secara langsung yang dilaksanakan secara jujur dan adil menjadi dasar agar Bonaran dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih pada pemilihan yang dilakukan menurut aturan-aturan umum.
Seusai sidang, Bonaran menyatakan tidak melihat penjatuhan tuntutan selama enam tahun. Namun, dia melihat ada tidaknya perbuatan pidana yang benar-benar dilakukannya. Dalam dakwaan, ujar Bonaran, dirinya didakwa melakukan perbuatan pidana dengan mentransfer uang ke rekening CV Ratu Samagad di Bank Mandiri Depok pada 17 Juni dan Bank Mandiri Cibinong pada 20 Juni.
”Pertanyaannya, adatidaksaya di Mandiri Cibinong dan Mandiri Depok? Saya nggak pernah. Apakah saya pernah melakukan pidana?” tanya Bonaran. Dia melanjutkan, kepentingan menyuap Akil pun tidak ada sebab Akil bukanlah hakim panel. Seharusnya, menurut dia, JPU melihat runtutan peristiwa pidana termasuk apakah Bonaran ada di lokasi pentransferan uang atau tidak.
Sabir laluhu
Hal itu tertuang dalam surat tuntutan TUT-10/24/04/2015 yang dibacakan secara bergantian oleh JPU, yang terdiri atas Pulung Rindandoro selaku ketua merangkap anggota, dengan anggota Sigit Waseso, Budi Nugraha, Tri Anggoro Mukti, dan Irman Yudiandri di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin.
JPU meyakini Bonaran terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum memberikan suap Rp1,8 miliar kepada M Akil Mochtar selaku hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Uang suap itu dimaksudkan untuk memengaruhi Akil dalam mengambil keputusan menolak permohonan keberatan pasangan Albiner Sitompul- Steven PB Simanungkalit dan Dina Riana Samosir-Hikmal Batubara terhadap keputusan KPU Kabupaten Tapteng yang memenangkan pasangan Raja Bonaran Situmeang-Sukran Jamilan Tanjung dalam Pilkada Tapteng 2011. ”Serta pidana denda sebesar Rp300 juta subsider empat bulan kurungan,” kata Pulung Rindandoro saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin.
JPU pun meyakini bahwa perbuatan Bonaran terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tipikor sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana dakwaan primer.
JPU juga meminta majelis menjatuhkan hukuman tambahan kepada Bonaran. ”Dengan pidana tambahan, berupa pencabutan hak memilih dan di-pilih pada pemilihan yang dilakukan menurut aturan-aturan umum selama delapan tahun sejak putusan mempunyai kekuatan hukum tetap,” ujar Pulung.
Dia melanjutkan, dalam menyusun tuntutan, JPU mempertimbangkan hal meringankan dan memberatkan. Pertimbangan meringankan yakni Bonaran berlaku sopan di persidangan dan belum pernah dihukum, sedangkan hal memberatkan ada tiga. Pertama, perbuatan Bonaran dilakukan pada saat pemerintah sedang giat-giatnya melakukan upaya pemberantasan tipikor. Kedua, perbuatannya mencederai lembaga peradilan terutama MK. ”(Ketiga ) perbuatan terdakwa mencederai nilai pemilihan umum yang dilakukan secara jujur dan adil,” ucap Pulung.
Irman Yudiandri membeberkan, pertimbangan tambahan memberatkan bagi Bonaran adalah, selaku calon bupati Tapteng terpilih memberikan sejumlah uang kepada Akil selaku hakim konstitusi adalah dimaksudkan agar permohonan para pemohon di MK ditolak sehingga terdakwa dapat menduduki posisi sebagai bupati Tapteng.
Bonaran yang berprofesi sebagai praktisi hukum seharusnya tidak melakukan perbuatan tersebut. Namun karena ambisi kekuasaan, Bonaran telah menghalalkan segala cara untuk dapat menduduki jabatan selaku bupati Tapteng. Kemudian, perbuatan Bonaran dilakukan dengan sengaja dan tercela.
Perbuatan yang mencederai lembaga peradilan dan mencederai nilai-nilai pilkada secara langsung yang dilaksanakan secara jujur dan adil menjadi dasar agar Bonaran dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih pada pemilihan yang dilakukan menurut aturan-aturan umum.
Seusai sidang, Bonaran menyatakan tidak melihat penjatuhan tuntutan selama enam tahun. Namun, dia melihat ada tidaknya perbuatan pidana yang benar-benar dilakukannya. Dalam dakwaan, ujar Bonaran, dirinya didakwa melakukan perbuatan pidana dengan mentransfer uang ke rekening CV Ratu Samagad di Bank Mandiri Depok pada 17 Juni dan Bank Mandiri Cibinong pada 20 Juni.
”Pertanyaannya, adatidaksaya di Mandiri Cibinong dan Mandiri Depok? Saya nggak pernah. Apakah saya pernah melakukan pidana?” tanya Bonaran. Dia melanjutkan, kepentingan menyuap Akil pun tidak ada sebab Akil bukanlah hakim panel. Seharusnya, menurut dia, JPU melihat runtutan peristiwa pidana termasuk apakah Bonaran ada di lokasi pentransferan uang atau tidak.
Sabir laluhu
(ftr)