Hentikan Eksperimen Politik

Rabu, 22 April 2015 - 11:34 WIB
Hentikan Eksperimen Politik
Hentikan Eksperimen Politik
A A A
NUR IMAMAH
Mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris,
Universitas Muhammadiyah Malang

Gaduh politik di negeri ini tampaknya belum akan segera mereda. Trennya diperkirakan akan semakin menanjak seiring isuisu baru maupun isu lama yang muncul kembali.

Pendeknya, bagi orang yang berpikir kritis, pada era seperti ini tak kurang bahan untuk dikaji dan dipersoalkan. Meski sudah lebih 15 tahun reformasi, tampaknya negeri ini masih pada era eksperimen politik. Ironisnya, isu-isu tersebut masih justru kurang memperoleh respons dari kalangan mahasiswa.

Dibanding ketika menghadapi pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono, apalagi Soeharto pada Orde Baru, mahasiswa masih mudah bergerak secara masif. Kini gerakan mahasiswa cenderung parsial dan minim massa. Sebaliknya, gerakan massa yang sangat besar justru ditunjukkan pada suporter Persebaya ketika memprotes tim kesayangannya yang tidak diloloskan di Liga Indonesia.

Dunia sepak bola itu penting, kita setuju. Tetapi, terjepitnya ekonomi rakyat akibat kenaikan harga beras dan bahkan bakar minyak (BBM), tercabiknya hukum akibat kriminalisasi, tak terurusnya TKI hingga dipancung, itu jauh lebih penting untuk disuarakan. Entah apa yang ada di benak kaum muda (mahasiswa) saat ini ketika melihat kegaduhan-kegaduhan itu.

Apakah kita sudah cermat menelaah, mana kegaduhan yang sebenarnya dan mana gaduh yang itu disetting oleh pihak tertentu sebagai eksperimen politik tadi. Tampaknya lebih banyak yang memilih diam diri dan mengurusi diri sendiri daripada mengurus negara yang ”lucu” ini. Sebagian mahasiswa sudah apatis, apolitis, cuek dengan kondisi negara akibat terlalu sering dibuai mimpi janji kampanye.

Mereka malas bangun karena toh kalau bangun belum tentu ada yang berubah. Mereka lebih asyik dengan jari-jari tangannya memainkan keypad gadget- nya untuk update status di media sosial. Lalu mem-brodcast meme-meme lucu atau sindiran kritis. Setelah itu sudah, seolah-olah tugas sebagai mahasiswa yang kritis selesai.

Media sosial menjadi katarsis gerakan sosial politik, tetapi tidak di-follow up dengan gerakan pada realitas sosial. Bukankah dalam sejarah gerakan politik negeri ini posisi mahasiswa atau kaum muda selalu strategis? Sejak pra kemerdekaan, kemerdekaan, tahun 60-an, 70- an, lalu 1998, mahasiswa merupakan elemen perubahan yang penting.

Mereka melahirkan era baru yang lebih baik. Nah, era sekarang ini apa namanya? Tidak jelas. Sebetulnya saat ini pun kita bisa melakukan perubahan menghentikan gaduh politik ini. Jika dengan media sosial seorang calon presiden bisa populer, demikian pula dia sebenarnya bisa turun popularitasnya.

Jika perubahan itu berarti menurunkan presiden, dari media sosial bisa dimulai gerakan itu. Cukup sudah masa eksperimen demokrasi prosedural, saatnya kita tentukan nasib negeri dengan kekuatan kita sendiri sebagai rakyat, eh sebagai mahasiswa.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7255 seconds (0.1#10.140)