Prostitusi di DKI Akan Dilokalisasi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mewacanakan lokalisasi prostitusi agar penyakit masyarakat tidak menyebar ke mana-mana. Menurut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), prostitusi itu ibarat sampah di lingkungan masyarakat, di mana ada masyarakat pasti akan ada sampah.
Bila tidak dikumpulkan sampah pasti akan berceceran. ”Jangan sampai lokalisasi prostitusi ditutup, terus terjadi di kos-kosan. Kita semua tahu pelacuran itu sampah masyarakat, mirip kotoran manusia itu pelacuran. Ini pelacuran kalau kita terjemahkan kan enggak mau kotoran ada di mana-mana, maka diadakan lokalisasi,” ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta kemarin.
Dia menjelaskan, kepemimpinan Gubernur DKI Sutiyoso berhasil memberantas lokalisasi prostitusi Kramat Tunggak kemudian mengubahnya menjadi Islamic Center, namun yang terjadi praktik prostitusi tercecer ke mana-mana sehingga kontrol sosial terhadap penyakit masyarakat sulit dilakukan. Kendati demikian, mantan Bupati Belitung Timur itu bukan bermaksud membuka lokalisasi prostitusi di wilayah Jakarta sebagai solusi.
Sebab, selain harus dibahas dengan DPRD, lokasi prostitusi itu akan mendapatkan pertentangan dari berbagai pihak. ”Maksud saya, kalau koskosan enggak boleh, daripada pelacuran lari ke kos-kosan bagaimana? Makanya saya pikir itulah guna adanya lokalisasi,” ungkapnya. Saat ini Ahok memerintahkan pimpinan di wilayah lebih intensif mengawasi keberadaan rumah kos. Sebab, wali kota, camat, dan lurah mengetahui persis keseharian penghuni kos.
Jika ditemukan penyimpangan, dia meminta wali kota membongkar kos tersebut. Penyimpangan rumah kos sebagai hunian menjadi tempat esek-esek terungkap dari kasus kematian Deudeuh Alfisahrin alias Tata Chubby, 26, di kamar kosnya yang berada di Jalan Tebet Utara, Jakarta Selatan, 11 April lalu.
Korban kerap melayani tamu pria di kamarnya karena pengawasan di rumah kos tersebut tidak ketat. Menanggapi wacana lokalisasi prostitusi, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Wahyu Dewanto meminta Ahok tidak terburu-buru mencari solusi untuk mencegah penyebaran prostitusi.
Sebagai regulator, Pemprov DKI semestinya memfungsikan elemen masyarakat dalam pengawasan dan pencegahan. ”Lurah dan camat, saya yakin punya data semua. Ini kan sudah dibuat lama. Fungsi kontrol sosial masyarakat lebih diutamakan,” katanya. Menurut dia, selama ini Pemprov DKI terlalu lama membiarkan keberadaan rumah kos, perumahan, dan apartemen beralih fungsi.
Lokasari Surga Kos-kosan Terselubung
Di kawasan Tebet mungkin dijumpai beberapa rumah kos yang diam-diam dialihfungsikan menjadi tempat prostitusi. Kondisi berbeda justru ditemui di rumah-rumah kos yang berada di kawasan Lokasari, Mangga Besar, Taman Sari, Jakarta Barat. Di sini hampir seluruh pekerja tempat hiburan seperti pub, karaoke, dan panti pijat menghuni rumah-rumah kos.
Setiap harinya ada saja aktivitas pengunjung dari pria remaja sampai orang tua, dari yang bermobil hingga yang mengendarai sepeda motor datang ke rumahrumah kosan tersebut. Demikian pula yang terpantau di ujung Jalan Mangga Besar XI. Di sini sedikitnya ada tiga rumah kos. ”Banyak pekerja tempat hiburan yang tinggal di situ. Kami enggak aneh kalau mereka bawa teman, apalagi sampai nginap ,” kata Icang, 34, salah satu pemuda yang kerap nongkrong di kawasan tersebut.
Bima setiyadi/yan yusuf
Bila tidak dikumpulkan sampah pasti akan berceceran. ”Jangan sampai lokalisasi prostitusi ditutup, terus terjadi di kos-kosan. Kita semua tahu pelacuran itu sampah masyarakat, mirip kotoran manusia itu pelacuran. Ini pelacuran kalau kita terjemahkan kan enggak mau kotoran ada di mana-mana, maka diadakan lokalisasi,” ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta kemarin.
Dia menjelaskan, kepemimpinan Gubernur DKI Sutiyoso berhasil memberantas lokalisasi prostitusi Kramat Tunggak kemudian mengubahnya menjadi Islamic Center, namun yang terjadi praktik prostitusi tercecer ke mana-mana sehingga kontrol sosial terhadap penyakit masyarakat sulit dilakukan. Kendati demikian, mantan Bupati Belitung Timur itu bukan bermaksud membuka lokalisasi prostitusi di wilayah Jakarta sebagai solusi.
Sebab, selain harus dibahas dengan DPRD, lokasi prostitusi itu akan mendapatkan pertentangan dari berbagai pihak. ”Maksud saya, kalau koskosan enggak boleh, daripada pelacuran lari ke kos-kosan bagaimana? Makanya saya pikir itulah guna adanya lokalisasi,” ungkapnya. Saat ini Ahok memerintahkan pimpinan di wilayah lebih intensif mengawasi keberadaan rumah kos. Sebab, wali kota, camat, dan lurah mengetahui persis keseharian penghuni kos.
Jika ditemukan penyimpangan, dia meminta wali kota membongkar kos tersebut. Penyimpangan rumah kos sebagai hunian menjadi tempat esek-esek terungkap dari kasus kematian Deudeuh Alfisahrin alias Tata Chubby, 26, di kamar kosnya yang berada di Jalan Tebet Utara, Jakarta Selatan, 11 April lalu.
Korban kerap melayani tamu pria di kamarnya karena pengawasan di rumah kos tersebut tidak ketat. Menanggapi wacana lokalisasi prostitusi, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Wahyu Dewanto meminta Ahok tidak terburu-buru mencari solusi untuk mencegah penyebaran prostitusi.
Sebagai regulator, Pemprov DKI semestinya memfungsikan elemen masyarakat dalam pengawasan dan pencegahan. ”Lurah dan camat, saya yakin punya data semua. Ini kan sudah dibuat lama. Fungsi kontrol sosial masyarakat lebih diutamakan,” katanya. Menurut dia, selama ini Pemprov DKI terlalu lama membiarkan keberadaan rumah kos, perumahan, dan apartemen beralih fungsi.
Lokasari Surga Kos-kosan Terselubung
Di kawasan Tebet mungkin dijumpai beberapa rumah kos yang diam-diam dialihfungsikan menjadi tempat prostitusi. Kondisi berbeda justru ditemui di rumah-rumah kos yang berada di kawasan Lokasari, Mangga Besar, Taman Sari, Jakarta Barat. Di sini hampir seluruh pekerja tempat hiburan seperti pub, karaoke, dan panti pijat menghuni rumah-rumah kos.
Setiap harinya ada saja aktivitas pengunjung dari pria remaja sampai orang tua, dari yang bermobil hingga yang mengendarai sepeda motor datang ke rumahrumah kosan tersebut. Demikian pula yang terpantau di ujung Jalan Mangga Besar XI. Di sini sedikitnya ada tiga rumah kos. ”Banyak pekerja tempat hiburan yang tinggal di situ. Kami enggak aneh kalau mereka bawa teman, apalagi sampai nginap ,” kata Icang, 34, salah satu pemuda yang kerap nongkrong di kawasan tersebut.
Bima setiyadi/yan yusuf
(bbg)