Asia-Afrika Tingkatkan Kemitraan Strategis

Selasa, 21 April 2015 - 09:54 WIB
Asia-Afrika Tingkatkan Kemitraan Strategis
Asia-Afrika Tingkatkan Kemitraan Strategis
A A A
JAKARTA - Negara-negara Asia dan Afrika bersepakat meningkatkan kemitraan strategis dalam kerangka Kemitraan Strategis Baru Asia-Afrika (New Asian-African Strategic Partnership/ NAASP).

Melalui NAASP yang lebih komprehensif, kerja sama di antara negara-negara di kawasan tersebut menjadi lebih terstruktur, sistematis, dan intensif. Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi optimistis kerangka komprehensif NAASP itu dapat membuka jendela baru bagi berbagai kesempatan kerja sama antara negara-negara Asia dan Afrika serta membangun jembatan bagi kedua benua.

”Kerangka NAASP ini berisi mekanisme operasional yang menjelaskan kerja sama penuh negara Asia-Afrika untuk memastikan implementasi yang efektif,” ujar Retno dalam pidato pembukaan Pertemuan Tingkat Menteri KAA 2015 di Jakarta kemarin. Dia juga meyakini kerangka komprehensif NAASP memberikan pendekatan praktis yang tidak hanya bergantung dalam area kerja sama, tetapi melebihi prioritasnya.

NAASP merupakan satu dari tiga dokumen yang pada akhirnya disepakati dalam Pertemuan Tingkat Menteri (AAMM). Rencananya, dokumen tersebut akan diusulkan menjadi hasil Konferensi Asia Afrika (KAA) Ke-60. Selain NAASP, para menteri Asia-Afrika juga menyetujui dokumen Bandung Messages yang berisi visi KAA untuk memperkuat solidaritas dan kerja sama negara-negara Asia- Afrika.

Visi dalam Bandung Messages akan diimplementasikan melalui kerangka kerja NAASP. Adapun dokumen ketiga adalah Deklarasi Palestina yang menegaskan kembali dukungan negara-negara Asia-Afrika terhadap kemerdekaan Palestina, mempersiapkan Palestina sebagai negara merdeka melalui pembangunan kapasitas dan mendorong negara-negara yang belum mengakui Palestina sebagai negara untuk segera melakukannya.

”Tiga dokumen yang telah diadopsi di tingkat menteri kemudian akan disampaikan ke tingkat pemimpin negara untuk disetujui,” kata Menlu Retno. Dia menuturkan, pembahasan NAASP di Pertemuan Pejabat Tinggi (SOM) Asia-Afrika pada Minggu yang berjalan alot dan berlangsung hingga larut malam pada akhirnya berhasil disepakati dengan kembali pada rancangan yang dibahas di New York.

Selanjutnya hasil SOM diserahkan pada tingkat AAMM yang kemudian menyetujui tiga pilar hubungan Asia-Afrika, yakni solidaritas, kerja sama ekonomi, dan kerja sama sosial budaya. Para menteri menyambut baik tiga dokumen SOM karena hal itu tidak hanya mencerminkan penguatan politik, tapi juga menjadi bentuk kekuatan Asia dan Afrika. Saat ini, Asia dan Afrika juga mendukung penuh kerja sama Selatan-Selatan dan kerja sama segitiga.

Menurut Retno, para delegasi bahkan meminta semua negara Asia dan Afrika untuk memuluskan kerja sama itu. ”Pertemuan berjalan baik, produktif, dan konstruktif dengan agenda utama pada pembahasan NAASP karena ini sangat penting bagi political platform para pemimpin,” kata Menlu Retno dalam jumpa pers di Balai Sidang Jakarta tadi malam.

Selain ketiga dokumen tersebut, para menteri Asia-Afrika juga menyetujui usulan untuk memperkuat kerja sama menumpas kejahatan trans-nasional, termasuk terorisme, radikalisme, dan sindikat narkoba. Dalam sambutan pembukaan, Retno menekankan beberapa hal, di antaranya tentang pentingnya demokrasi, kesetaraan, serta penegakan HAM di Asia-Afrika dan seluruh dunia.

Selain itu, dia menambahkan pentingnya kerja sama antarnegara di Asia-Afrika demi mencapai kesejahteraan bersama. Pertemuan AAMM KAA diikuti39menteri, 15 wakil menteri, 2 wakil perdana menteri, dan 34 delegasi berbagai level jabatan dari 92 negara. KAA Ke-60 ini digelar pada 19-23 April 2015 di Jakarta dan 24 April di Bandung. Pada 21-22 April, diselenggarakan Pertemuan Puncak Bisnis Kawasan Asia-Afrika (Asian- African Business Summit).

Selanjutnya pada 22 April digelar pelaksanaan KTT hari pertama. Pada 23 April pelaksanaan KTT hari kedua dan direncanakan akan ada jamuan makan malam oleh Presiden Joko Widodo untuk para kepala negara. Pada 24 April, hari terakhir rangkaian pelaksanaan KAA akan dilakukan napak tilas (historical walk) KAA oleh para kepala negara dan kepala pemerintahan di Bandung.

Sementara itu, sejumlah pengamat hubungan internasional berharap KAA bisa menelurkan terobosan lebih untuk memperkuat posisi negaranegara Asia dan Afrika. Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Teuku Rezasyah, misalnya, menyarankan mereka merancang reformasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) sehingga tidak lagi dikendalikan lima negara pemenang Perang Dunia II.

”Yakni Amerika Serikat, Rusia, Republik Rakyat China , Inggris, dan Prancis yang tidak lagi merepresentasikan kemajuan pembangunan di tingkat nasional dan idealisme perdamaian di tingkat global,” ujar Teuku Rezasyah saat dihubungi di Jakarta kemarin. Dengan demikian, lanjutnya, perlu mengubah struktur Dewan Keamanan PBB dengan menambah keanggotaan yang mewakili kawasan Asia, Afrika, Australia, Amerika Latin, termasuk kawasan Eropa.

Selain itu, ia mengatakan Indonesia sebagai salah satu negara sponsor KAA diharapkan mampu melakukan pemutakhiran Asia- Afrika dengan mengundang keterlibatan seluruh pemerintah dan masyarakat di Asia dan Afrika. ”Sehingga menjadi kawasan yang damai dari konflik berbasis suku, agama maupun ras, kawasan yang demokratis dengan mengutamakan nilai-nilai demokrasi lokal, kawasan yang bebas dari senjata pemusnah massal dan senjata nuklir, kawasan yang bebas dari aksi terorisme, narkotika, dan psikotropika,” ujar dia.

Direktur Program Pascasarjana Universitas Paramadina Jakarta Dinna Wisnu mengaku belum mendengar suara Indonesia mengenai ketidakpercayaan dan berkurangnya rasa hormat di antara negara-negara Asia-Afrika. ”Kompetisi di antara negara-negara Asia-Afrika sangat kompleks, tidak hanya soal ekonomi. Antarnegara sudah muncul ketidakpercayaan dan kurangnya rasa hormat,” kata Dinna Wisnu kemarin.

Dia mengungkapkan, antarnegara di kawasan sering terjadi sengketa, misalnya di Laut China Selatan, yang menyebabkan negara-negara ASEAN terpecah. Selain itu, muncul inkonsistensi di antara negara-negara dunia dalam memandang satu permasalahan dengan permasalahan yang lain. ”Misalnya dalam memandang Palestina sebagai sebuah koloni, padahal masih banyak kawasan lain yang menjadi sengketa tetapi tidak disentuh seperti reklamasi oleh Tiongkok dengan menduduki dan mengklaim sebuah wilayah,” tuturnya.

Pakar hubungan internasional Makarim Wibisono meyakini momen pertemuan KAA berpeluang mengulangi keberhasilan meruntuhkan politik apartheid di Afrika Selatan, tetapi kali ini dalam bentuk deklarasi bersama dukungan kemerdekaan Palestina. ”Kuncinya (kemerdekaan Palestina) ada pada solidaritas kolektif dan dukungan politik yang kuat secara bulat,” ujar Makarim kemarin.

Muh shamil/ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8659 seconds (0.1#10.140)