Pelaku Peragakan 5 Adegan Pembunuhan

Sabtu, 18 April 2015 - 11:13 WIB
Pelaku Peragakan 5 Adegan Pembunuhan
Pelaku Peragakan 5 Adegan Pembunuhan
A A A
JAKARTA - M Prio Santoso, 25, memperagakan lima adegan dalam prarekonstruksi pembunuhan Deudeuh Alfisahrin alias Tata Chubby, 26. Reka ulang tersebut hanya berlangsung selama 20 menit.

Seluruh adegan dilakukan di kamarNo 28 indekosTatadiJalan Tebet Utara, Jakarta Selatan, kemarin. ”Ada lima adegan, mulai dari kamar mandi, tempat tidur, hingga proses pembunuhan yang dilakukan tersangka,” ujar Kanit I Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol Budi Towoliu.

Dalam prarekonstruksi itu, warga berkerumun di pinggir jalan depan indekos untuk menyaksikan langsung wajah pelaku yang bekerja sebagai guru privat bimbingan belajar. Kondisi ini membuat arus lalu lintas di Jalan Tebet Utara 1 sempat macet. ”Saya penasaran saja lihat pelakunya kaya gimana. Soalnya saya juga ikutin beritanya,” kata Ipung, 45, warga Tebet di lokasi.

Setelah prarekonstruksi di indekos Tata, polisi membawa Prio untuk mencari kunci kamar indekos yang dibuang di sekitar Stasiun Cawang, Jakarta Timur. Kunci akhirnya ditemukan di sebuah selokan kering di samping stasiun yang berada di Jalan Tebet Timur Dalam XI.

”Rekonstruksinya akandilakukanpekan depan. Saat ini masih pemberkasan dan mencari barang bukti lain,” ujar Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Herry Heryawan. Untuk menyempurnakan bukti-bukti dalam kasus pembunuhan disertai pencurian dengan kekerasan itu, penyidik juga akan memeriksa bekas gigitan Tata di jari pelaku di laboratorium forensik. ”Sifatnya sebagai bukti pelengkap saja untuk memastikan benar itu adalah luka bekas gigitan korban,” katanya.

Pemeriksaan dilakukan dengan mencocokkan gigi korban dengan bekas luka di jari tersangka. Ketika Prio menjalani prarekonstruksi di Tebet, kemarin jugaseharusnya menjadimomen penting bagi pelaku. Istri Prio melakukan prosesi wisuda di Institut Pertanian Bogor (IPB). Prio menyesal karena akibat perbuatannya tidak bisa menghadiri wisuda sang istri tercinta.

Prio dan istri memang samasama mengenyam pendidikan di IPB. Namun, dia terpaksa tak melanjutkan studinya karena terkendala biaya. ”Saya kuliah di IPB sekitar 2007-2008. Saya keluar pada 2011 karena tidak ada biaya dan kebetulan saat itu keterimabekerja,” ujar Prio. Ditengah proses hukum yang sedang dijalaninya, sang istri memahami kondisi tersebut.

Bahkan, dia terus menyemangati suaminya. ”Istri saya berpesan agar tetap tegar dan bertanggung jawab dengan apa yang sudah saya lakukan,” kata pelaku yang bekerja di sebuah rumah bimbingan belajar di Kedoya, Jakarta Barat itu. Sekadar mengingatkan perjalanan kasus pembunuhan Tata Chubby.

Pada 11 April, Tata ditemukan tewas dalam kondisi tanpa busana hanya ditutupi selimut, mulut disumpal kaus kaki, dan lehernya terlilit kabel. Barang-barang korban juga hilang seperti empat ponsel, Macbook, iPad, serta laptop. Pada 12 April, polisi melakukan penyelidikan ke indekos Tata dengan mengambil barang bukti berupa botol air mineral, kondom yang berisis perma, dan buku daftar tamu milik korban.

Kemudian, 15 April polisi menangkap pelaku pembunuhan Tata bernama M Prio Santoso, 25, di rumah kontrakannya di Bojonggede, Bogor. Pelaku nekat membunuh Tata karena kesal diejek bau badan saat berhubungan intim.

Media Sosial Tak Terkendali

Kasus pembunuhan Tata berawal dari pergeseran praktik prostitusi dari dunia nyata ke dunia maya (virtual). Pergeseran itu dipicu kemajuan teknologi, namun tidak dibarengi kemampuan individu dalam memahami kemajuan teknologi tersebut.

Dulu praktik prostitusi hanya terjadi di dunia nyata, di mana pelaku dan pelanggan bertransaksi secara langsung. Kini dengan adanya kemajuan teknologi, pelaku bisnis esekesek ikut memanfaatkan. Mereka ”menjual” jasanya menggunakan internet. Ketua Indonesia Computer Emergency Response Team (IDCERT) Budi Raharjo menilai pengguna internet di Indonesia saat ini belum terkendali dan belum memahami penggunaannya.

Kemajuan teknologi yang seharusnya mempermudah komunikasi justru digunakan untuk hal negatif. ”Media online di Indonesia belum terkendali. Ini ibarat menciptakan suatu karya, tapi tidak bisa mengendarainya. Saya ibaratkan seperti binatang liar. Kita menciptakan kuda liar, namun tidak bisa mengendalikan,” ujarnya. Menurut dia, dunia maya menghilangkan ruang dan batas.

Dalam dunia maya biasanya orang lebih merasa bebas karena mereka merasa dunia maya adalah ruang privat. Padahal, dunia maya merupakan dunia yang bebas dan terbuka. ”Dunia maya itu sebenarnya bukan bersifat pribadi, tapi sebaliknya,” kata dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.

Mengenai jeratan hukum, baik pelaku maupun penyedia jasa (mucikari) dapat dijerat meskipun memanfaatkan fasilitas dunia maya. Hanya, saat ini Indonesia masih kekurangan penegak hukum untuk fokus pada kasus seperti ini.

Helmi syarif/r ratna purnama/sindonews
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7462 seconds (0.1#10.140)