Tiga Pencari Harta Karun Tewas Keracunan
A
A
A
NIAS - Tiga pria pencari harta karun tewas diduga akibat keracunan asap mesin pompa air saat masuk ke Gua Gaga yang berada di Desa Fadoro Sitoluhili, Kecamatan Lhwa, Kabupaten Nias Utara, Sumatera Utara (Sumut), Selasa (14/4).
Ketiga korban bernama Foarota Gea alias Ama Nota, 35, warga Lubuk Ampolu, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng); Supriadi, 37; dan Iwan, 22, keduanya warga Desa Apolu, Kecamatan Muara Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel).
Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Nias Utara, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Yofie Girianto Putro mengatakan, ketiga korban sedang mencari harta karun dan barang antik yang diduga terpendam di gua itu. ”Mereka (korban) menganggap ada harta karun dan barangbarang antik yang harganya mahal terkubur di gua itu sehingga mencarinya,” katanya kepada KORAN SINDO, kemarin.
Namun di tengah pencarian, ketiganya diduga terhirup asap mesin pompa air yang digunakan untuk menguras air dari dalam gua. Polisi masih menyelidiki kejadian itu sekaligus memeriksa saksi-saksi untuk memastikan penyebab kematian korban. Dari hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) sementara, tidakditemukantanda- tanda kekerasandi tubuh para korban.
Sementara Kepala Subbidang Penerangan Masyarakat (Penmas) Himas Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut), AKBP MP Nainggolan mengatakan, jenazah ketiga korban telah dievakuasi dari dalam gua dan sudah diserahkan kepada keluarga masing-masing. Ketiganya bukan warga Nias. Menurut dia, saat ditemukan korban tidak terlalu jauh dari mulut gua atau di kedalaman 4 meter. ”Saat ditemukan, jarak antara korban tidak jauh sehingga tidak kesulitan mengevakuasi,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Pos Search And Rescue (SAR) Nias, Torang M Hutahean mengungkapkan, peristiwa itu terjadi pada Selasa (14/4) pagi. Sejumlah warga melaporkan ada pencari batu akik yang tewas di gua. ”Jarak tempuh dari kantor SAR di Gunungsitoli ke lokasi kejadian sekitar dua jam perjalanan. Saat korban ditemukan tidak ada bekas tertimbun tanah atau bebatuan. Jenazah korban utuh tanpa ada bekas apa pun. Kemungkinan besar korban tewas karena keracunan atau kehabisan oksigen,” tuturnya.
Seorang warga Nias, Henricus Fao, 40, mengatakan, memang ada isu bahwa di dalam gua itu terdapat harta karun atau barang antik yang nilainya sangat mahal. Selain itu, ada pula berbagai jenis batu akik. ”Memang tersiar kabar bahwa kalau di kampung itu ada bongkahan batu akik dan barang antik yang nilai sangat mahal. Maka mereka (korban) tergiur sehingga dilakukan penggalian,” ujarnya.
Sementara itu, peneliti utama dari Balai Arkeologi Medan, Ketut Wiradnyana, mengatakan, berdasarkan penelitian dan observasi yang pernah dilakukannya di Kepulauan Nias tidak pernah ada lokasi, tempat, atau bahkan gua yang menjadi tempat penyimpanan harta karun.
”Indikasi adanya peninggalan harta karun itu dilihat dari sejarah apakah pernah raja-raja dan penjajah yang menginjakkan kaki di kawasan tersebut. Di Nias tidak kami temukan. Jika pun ada, itu bukan berdasarkan hasil penelitian, tetapi berdasarkan informasi dari dukun atau sejenisnya,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO MEDAN kemarin. Apalagi, harta karun itu diyakini berada dalam gua.
Dia mempertanyakan siapa yang hidup di gua itu dulunya. Di Nias juga tidak ada gua yang memiliki kedalaman lebih dari 200 meter. Jadi, menurut dia, bisa dipastikan informasi tentang harta karun itu bohong belaka. ”Kecuali korban mencari batu akik seperti yang marak terjadi belakangan ini,” katanya.
Frans marbun
Ketiga korban bernama Foarota Gea alias Ama Nota, 35, warga Lubuk Ampolu, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng); Supriadi, 37; dan Iwan, 22, keduanya warga Desa Apolu, Kecamatan Muara Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel).
Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Nias Utara, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Yofie Girianto Putro mengatakan, ketiga korban sedang mencari harta karun dan barang antik yang diduga terpendam di gua itu. ”Mereka (korban) menganggap ada harta karun dan barangbarang antik yang harganya mahal terkubur di gua itu sehingga mencarinya,” katanya kepada KORAN SINDO, kemarin.
Namun di tengah pencarian, ketiganya diduga terhirup asap mesin pompa air yang digunakan untuk menguras air dari dalam gua. Polisi masih menyelidiki kejadian itu sekaligus memeriksa saksi-saksi untuk memastikan penyebab kematian korban. Dari hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) sementara, tidakditemukantanda- tanda kekerasandi tubuh para korban.
Sementara Kepala Subbidang Penerangan Masyarakat (Penmas) Himas Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut), AKBP MP Nainggolan mengatakan, jenazah ketiga korban telah dievakuasi dari dalam gua dan sudah diserahkan kepada keluarga masing-masing. Ketiganya bukan warga Nias. Menurut dia, saat ditemukan korban tidak terlalu jauh dari mulut gua atau di kedalaman 4 meter. ”Saat ditemukan, jarak antara korban tidak jauh sehingga tidak kesulitan mengevakuasi,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Pos Search And Rescue (SAR) Nias, Torang M Hutahean mengungkapkan, peristiwa itu terjadi pada Selasa (14/4) pagi. Sejumlah warga melaporkan ada pencari batu akik yang tewas di gua. ”Jarak tempuh dari kantor SAR di Gunungsitoli ke lokasi kejadian sekitar dua jam perjalanan. Saat korban ditemukan tidak ada bekas tertimbun tanah atau bebatuan. Jenazah korban utuh tanpa ada bekas apa pun. Kemungkinan besar korban tewas karena keracunan atau kehabisan oksigen,” tuturnya.
Seorang warga Nias, Henricus Fao, 40, mengatakan, memang ada isu bahwa di dalam gua itu terdapat harta karun atau barang antik yang nilainya sangat mahal. Selain itu, ada pula berbagai jenis batu akik. ”Memang tersiar kabar bahwa kalau di kampung itu ada bongkahan batu akik dan barang antik yang nilai sangat mahal. Maka mereka (korban) tergiur sehingga dilakukan penggalian,” ujarnya.
Sementara itu, peneliti utama dari Balai Arkeologi Medan, Ketut Wiradnyana, mengatakan, berdasarkan penelitian dan observasi yang pernah dilakukannya di Kepulauan Nias tidak pernah ada lokasi, tempat, atau bahkan gua yang menjadi tempat penyimpanan harta karun.
”Indikasi adanya peninggalan harta karun itu dilihat dari sejarah apakah pernah raja-raja dan penjajah yang menginjakkan kaki di kawasan tersebut. Di Nias tidak kami temukan. Jika pun ada, itu bukan berdasarkan hasil penelitian, tetapi berdasarkan informasi dari dukun atau sejenisnya,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO MEDAN kemarin. Apalagi, harta karun itu diyakini berada dalam gua.
Dia mempertanyakan siapa yang hidup di gua itu dulunya. Di Nias juga tidak ada gua yang memiliki kedalaman lebih dari 200 meter. Jadi, menurut dia, bisa dipastikan informasi tentang harta karun itu bohong belaka. ”Kecuali korban mencari batu akik seperti yang marak terjadi belakangan ini,” katanya.
Frans marbun
(ars)