Otak Peredaran Narkoba dari Penjara
A
A
A
JAKARTA - Mabes Polri berusaha menyetop peredaran narkoba dengan menangkap otak bisnis haram tersebut yang selama ini bebas mengendalikan dari penjara.
Tak tanggung-tanggung, Bareskrim Polri langsung menggeledah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang, Jakarta Timur, dan Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat, beberapa hari lalu untuk menciduk dua anak buah bandar narkoba besar Freddy Budiman. Polisi juga menyita ratusan narkoba jenis baru, CC4, yang diduga beredar di penjara dan luar penjara.
”Mereka pikir sudah aman karenaberanggapanpihakkepolisian tidak bisa menyentuh mereka,” ujar Kepala Bagian PeneranganUmumDivisiHumasPolri Kombes Pol Rikwanto kemarin. Di Lapas Cipinang, narkoba CC4 diperoleh dari narapidana bernama Andre Syamsul Malik, tersangka kasus narkotika dan kepemilikan puluhan senjata api yang sudah divonis 10 tahun.
Di Lapas Salemba, polisi menangkap Mr Kim dan A Cuan. Dalam penggeledahan tersebut memang yang dicari jaringan Freddy Budiman. Freddy terlibat jaringan narkoba internasional. Itu pula yang menjadi alasan Bareskrim Polri membawa keluar Freddy dari Lapas Nusakambangan.
”Membongkar jaringan narkoba itu harus diungkap secara utuh,” katanya. Menurut Rikwanto, para bandar narkoba bisa mengendalikan jaringannya di penjara d i d u g a k a r e n a lemahnya pengawasan di l e m b a g a pemasyarakatan. Bahkan, hanya dengan ponsel dan akses internet yang didapat mereka bisa memasukkan narkoba CC4 yang cukup langka di Indonesia.
Pihaknya telah membahas dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kementerian Hukum dan HAM terkait maraknya narapidana narkoba yang mengendalikan peredaran narkoba dari penjara. ”Namun, para napi saat ini sudah semakin pintar,” tandasnya. Kasubdit Komunikasi Ditjen Pas Kemenkumham M Akbar Hadi mengatakan, selalu berkoordinasi dengan pihak kepolisian, bahkan tidak segansegan menindak personel yang terlibat.
”Tapi, pemasyarakatan juga mengakui lapas/rutan masih ada kekurangan seperti tidak ada pendeteksi narkoba atau ponsel,” ucapnya. Menurut kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala, peredaran narkoba di dalam penjara sudah menjadi masalah akut. Selama ini tak ada tindakan yang tepat untuk menyelesaikannya. Dia sudah mendengar bisnis narkoba di penjara sejak 10 tahun lalu.
Dia menjelaskan, peredaran narkoba di penjara seperti memiliki sistem sendiri. Padahal, jika dipandang sederhana, cuma ada dua jawaban tepat bagaimana narkoba bisa ada di tempat yang seharusnya tertutup untuk barang haram tersebut. ”Pertama kecolongan dan kedua memang diberi izin atau dibiarkan. Ini yang harus segera diselesaikan,” katanya.
Peredaran narkoba diduga dijadikan mesin ATM oleh sipir maupun tahanan. Maka itu, untuk memutus mata rantai masalah peredaran narkoba di penjara, kepala penjara harus bertanggung jawab. Sebagai sebuah organisasi tentu yang harus disalahkan adalah pimpinannya.
”Mudah menyelesaikannya. Kalau ada narkoba di penjara, yang harus bertanggung jawab adalah kepala lapas atau rutan, dicopot jabatannya sehingga tidak akan ada lagi yang berani mengedarkannya. Selama ini kan yang disalahkan sipir atau tahanannya,” ucap Adrianus. Psikolog Universitas Indonesia Dewi Haroen menilai peredaran narkotika di penjara terjadi juga di negara berkembang lain. Justru dari balik jeruji besi mereka para pengedar yang notabene narapidana lebih bebas melakukan pengendalian.
Diduga ada kerja sama antara narapidana dan oknum sipir. ”Tentunya ada yang melindungi kalau sampai terjadi peredaran di lapas. Dalam penjara mereka justru lebih berkiprah. Mereka lebih bisa bebas,” katanya. Menurut dia, hukuman kurungan badan yang dijatuhkan kepada narapidana juga seyogianya diharapkan bisa memberikan efek jera. Kenyataannya kurungan badan tak membuat mereka jera sehingga harus ada hukuman tegas yang dijatuhkan misalnya hukuman mati.
”Kemudian dirilis siapa saja yang dijerat (hukuman mati),” ucapnya. Untuk memberikan efek jera kepada oknum petugas penjara yang bekerja sama dengan tahanan, oknum tersebut harus dijatuhi hukuman setimpal. Artinya, oknum petugas atau pejabat di atasnya yang kedapatan bekerja sama bisa terancam hukuman mati.
Yang tidak kalah penting adalah ketegasan negara dalam memberikan hukuman pada pengedar narkoba.
Helmi syarif/ r ratna purnama
Tak tanggung-tanggung, Bareskrim Polri langsung menggeledah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang, Jakarta Timur, dan Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat, beberapa hari lalu untuk menciduk dua anak buah bandar narkoba besar Freddy Budiman. Polisi juga menyita ratusan narkoba jenis baru, CC4, yang diduga beredar di penjara dan luar penjara.
”Mereka pikir sudah aman karenaberanggapanpihakkepolisian tidak bisa menyentuh mereka,” ujar Kepala Bagian PeneranganUmumDivisiHumasPolri Kombes Pol Rikwanto kemarin. Di Lapas Cipinang, narkoba CC4 diperoleh dari narapidana bernama Andre Syamsul Malik, tersangka kasus narkotika dan kepemilikan puluhan senjata api yang sudah divonis 10 tahun.
Di Lapas Salemba, polisi menangkap Mr Kim dan A Cuan. Dalam penggeledahan tersebut memang yang dicari jaringan Freddy Budiman. Freddy terlibat jaringan narkoba internasional. Itu pula yang menjadi alasan Bareskrim Polri membawa keluar Freddy dari Lapas Nusakambangan.
”Membongkar jaringan narkoba itu harus diungkap secara utuh,” katanya. Menurut Rikwanto, para bandar narkoba bisa mengendalikan jaringannya di penjara d i d u g a k a r e n a lemahnya pengawasan di l e m b a g a pemasyarakatan. Bahkan, hanya dengan ponsel dan akses internet yang didapat mereka bisa memasukkan narkoba CC4 yang cukup langka di Indonesia.
Pihaknya telah membahas dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kementerian Hukum dan HAM terkait maraknya narapidana narkoba yang mengendalikan peredaran narkoba dari penjara. ”Namun, para napi saat ini sudah semakin pintar,” tandasnya. Kasubdit Komunikasi Ditjen Pas Kemenkumham M Akbar Hadi mengatakan, selalu berkoordinasi dengan pihak kepolisian, bahkan tidak segansegan menindak personel yang terlibat.
”Tapi, pemasyarakatan juga mengakui lapas/rutan masih ada kekurangan seperti tidak ada pendeteksi narkoba atau ponsel,” ucapnya. Menurut kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala, peredaran narkoba di dalam penjara sudah menjadi masalah akut. Selama ini tak ada tindakan yang tepat untuk menyelesaikannya. Dia sudah mendengar bisnis narkoba di penjara sejak 10 tahun lalu.
Dia menjelaskan, peredaran narkoba di penjara seperti memiliki sistem sendiri. Padahal, jika dipandang sederhana, cuma ada dua jawaban tepat bagaimana narkoba bisa ada di tempat yang seharusnya tertutup untuk barang haram tersebut. ”Pertama kecolongan dan kedua memang diberi izin atau dibiarkan. Ini yang harus segera diselesaikan,” katanya.
Peredaran narkoba diduga dijadikan mesin ATM oleh sipir maupun tahanan. Maka itu, untuk memutus mata rantai masalah peredaran narkoba di penjara, kepala penjara harus bertanggung jawab. Sebagai sebuah organisasi tentu yang harus disalahkan adalah pimpinannya.
”Mudah menyelesaikannya. Kalau ada narkoba di penjara, yang harus bertanggung jawab adalah kepala lapas atau rutan, dicopot jabatannya sehingga tidak akan ada lagi yang berani mengedarkannya. Selama ini kan yang disalahkan sipir atau tahanannya,” ucap Adrianus. Psikolog Universitas Indonesia Dewi Haroen menilai peredaran narkotika di penjara terjadi juga di negara berkembang lain. Justru dari balik jeruji besi mereka para pengedar yang notabene narapidana lebih bebas melakukan pengendalian.
Diduga ada kerja sama antara narapidana dan oknum sipir. ”Tentunya ada yang melindungi kalau sampai terjadi peredaran di lapas. Dalam penjara mereka justru lebih berkiprah. Mereka lebih bisa bebas,” katanya. Menurut dia, hukuman kurungan badan yang dijatuhkan kepada narapidana juga seyogianya diharapkan bisa memberikan efek jera. Kenyataannya kurungan badan tak membuat mereka jera sehingga harus ada hukuman tegas yang dijatuhkan misalnya hukuman mati.
”Kemudian dirilis siapa saja yang dijerat (hukuman mati),” ucapnya. Untuk memberikan efek jera kepada oknum petugas penjara yang bekerja sama dengan tahanan, oknum tersebut harus dijatuhi hukuman setimpal. Artinya, oknum petugas atau pejabat di atasnya yang kedapatan bekerja sama bisa terancam hukuman mati.
Yang tidak kalah penting adalah ketegasan negara dalam memberikan hukuman pada pengedar narkoba.
Helmi syarif/ r ratna purnama
(ars)