Polda Bongkar Sindikat Perdagangan Orang
A
A
A
SEMARANG - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Jawa Tengah membongkar praktik percobaan perdagangan orang, penipuan, dan penggelapan dengan modus perekrutan calon tenaga kerja Indonesia (CTKI) untuk ditempatkan di Kanada.
Para korban adalah tamatan maupun siswa SMA sederajat yang hendak lulus dan para sarjana asal Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dalam kasus itu, polisi menetapkan dua tersangka. Tersangka pertama ialah Didi Haryanto, 42, yang mempunyai dua alamat, yakni di Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, dan Kecamatan Tapos, Kota Depok, Jawa Barat.
Didi adalah Kepala Lembaga Pelatihan Keterampilan Ansani Hakwon, Cilacap. Tersangka kedua adalah Wardoyo, 36, warga asli Dusun Jadoan, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Para tersangka ditangkap di rumah masing-masing awal Maret 2015 lalu.
Direktur Reskrimum Polda Jateng Kombes Pol Purwadi Arianto menyatakan, para tersangka melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah. Mereka menjanjikan bisa memberangkatkan korban untuk bekerja di Kanada sebagai karyawan peternakan cacing dengan gaji USD14 Kanada atau sekitar Rp150.000 per jam. ”Mereka menghimpun dana dari para CTKI di sekolah-sekolah. Totalnya sudah mencapai Rp1,95miliar. Itu dilakukan sejak 2013,” ungkap Purwadi di Mapolda Jateng kemarin.
Para tersangka bisa menghimpun uang miliaran dengan mematok pendaftaran dan uang muka Rp35 juta per orang. Itu sebagai syarat memuluskan langkah mereka ke Kanada. Tersangka juga mengatasnamakan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) bernama PT Sabrina Pramitha untuk perekrutan.
”Itu tidak benar. Saat sosialisasi ke sekolah-sekolah, mereka mengatasnamakan PT Sabrina Pramitha. Padahal, tersangka ini hanya kepala LPK,” tambahnya. Uang yang sudah terkumpul ternyata digelapkan sendiri oleh tersangka. Dipakai untuk kepentingan pribadi. Tersangka Didi mengantongi Rp1,45 miliar, sementara tersangka Wardoyo mengantongi Rp500 juta.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Pasal 372 atau Pasal 378 KUH Pidana juncto Pasal 64 KUH Pidana. Ancaman hukumannya adalah 3 sampai 6 tahun penjara. Kepala Sub-Direktorat IV Remaja Anak dan Wanita (Renata) Dit Reskrimum Polda Jawa Tengah AKBP Susilowati menambahkan, para tersangka meminta ijazah SMA atau sederajat kepada korban-korbannya.
Setidaknya, penyidik sudah mengumpulkan 19 ijazah asli, mulai dari SMK di Ponorogo, Klaten, Trenggalek, Yogyakarta, Rembang, Kendal, hingga Boyolali. ”Ada laporan dari beberapa korban, kemudian kami tindak lanjuti. Untuk ijazah-ijazah itu, mungkin para korbannya tidak tahu kalau sekarang (ijazahnya) adadiPoldaJateng,” tambahnya.
Penyidik juga menyita berbagai barang bukti, di antaranya 89 buku paspor CTKI, 15 lembar kuitansi pembayaran, 19 lembar ijazah asli SMU dan SMK hingga S-1, 24 lembar bukti transfer, berbagai perangkat elektronik, mobil Jazz warna hitam nopol B 400 YU, uang tunai Rp1,15 juta, buku tabungan, hingga sertifikat tanah. Perlengkapan di LPK Ansani Hakwon juga disita.
”Baik itu legal atau ilegal (PPTKIS), kalau sudah ada indikasi TPPO, tetap masuk (pidana). Bisa jadi mereka tidak dikirimkan ke Kanada,” tambahnya. Susilowati menyebut, para korban yang merasa memiliki ijazah-ijazah itu bisa mengambil di Polda Jateng dengan menghubungi ponselnya yang bernomor 085210014619.
Sementara, tersangka Didi bersikukuh bahwa dia tidak melakukan perbuatan yang salah. ”PT Sabrina itu betul PJTKI, pernah juga mengirim 12 orang ke Kanada. Kami masuk sekolahan-sekolahan (merekrut),” tegasnya.
Eka setiawan
Para korban adalah tamatan maupun siswa SMA sederajat yang hendak lulus dan para sarjana asal Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dalam kasus itu, polisi menetapkan dua tersangka. Tersangka pertama ialah Didi Haryanto, 42, yang mempunyai dua alamat, yakni di Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, dan Kecamatan Tapos, Kota Depok, Jawa Barat.
Didi adalah Kepala Lembaga Pelatihan Keterampilan Ansani Hakwon, Cilacap. Tersangka kedua adalah Wardoyo, 36, warga asli Dusun Jadoan, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Para tersangka ditangkap di rumah masing-masing awal Maret 2015 lalu.
Direktur Reskrimum Polda Jateng Kombes Pol Purwadi Arianto menyatakan, para tersangka melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah. Mereka menjanjikan bisa memberangkatkan korban untuk bekerja di Kanada sebagai karyawan peternakan cacing dengan gaji USD14 Kanada atau sekitar Rp150.000 per jam. ”Mereka menghimpun dana dari para CTKI di sekolah-sekolah. Totalnya sudah mencapai Rp1,95miliar. Itu dilakukan sejak 2013,” ungkap Purwadi di Mapolda Jateng kemarin.
Para tersangka bisa menghimpun uang miliaran dengan mematok pendaftaran dan uang muka Rp35 juta per orang. Itu sebagai syarat memuluskan langkah mereka ke Kanada. Tersangka juga mengatasnamakan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) bernama PT Sabrina Pramitha untuk perekrutan.
”Itu tidak benar. Saat sosialisasi ke sekolah-sekolah, mereka mengatasnamakan PT Sabrina Pramitha. Padahal, tersangka ini hanya kepala LPK,” tambahnya. Uang yang sudah terkumpul ternyata digelapkan sendiri oleh tersangka. Dipakai untuk kepentingan pribadi. Tersangka Didi mengantongi Rp1,45 miliar, sementara tersangka Wardoyo mengantongi Rp500 juta.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Pasal 372 atau Pasal 378 KUH Pidana juncto Pasal 64 KUH Pidana. Ancaman hukumannya adalah 3 sampai 6 tahun penjara. Kepala Sub-Direktorat IV Remaja Anak dan Wanita (Renata) Dit Reskrimum Polda Jawa Tengah AKBP Susilowati menambahkan, para tersangka meminta ijazah SMA atau sederajat kepada korban-korbannya.
Setidaknya, penyidik sudah mengumpulkan 19 ijazah asli, mulai dari SMK di Ponorogo, Klaten, Trenggalek, Yogyakarta, Rembang, Kendal, hingga Boyolali. ”Ada laporan dari beberapa korban, kemudian kami tindak lanjuti. Untuk ijazah-ijazah itu, mungkin para korbannya tidak tahu kalau sekarang (ijazahnya) adadiPoldaJateng,” tambahnya.
Penyidik juga menyita berbagai barang bukti, di antaranya 89 buku paspor CTKI, 15 lembar kuitansi pembayaran, 19 lembar ijazah asli SMU dan SMK hingga S-1, 24 lembar bukti transfer, berbagai perangkat elektronik, mobil Jazz warna hitam nopol B 400 YU, uang tunai Rp1,15 juta, buku tabungan, hingga sertifikat tanah. Perlengkapan di LPK Ansani Hakwon juga disita.
”Baik itu legal atau ilegal (PPTKIS), kalau sudah ada indikasi TPPO, tetap masuk (pidana). Bisa jadi mereka tidak dikirimkan ke Kanada,” tambahnya. Susilowati menyebut, para korban yang merasa memiliki ijazah-ijazah itu bisa mengambil di Polda Jateng dengan menghubungi ponselnya yang bernomor 085210014619.
Sementara, tersangka Didi bersikukuh bahwa dia tidak melakukan perbuatan yang salah. ”PT Sabrina itu betul PJTKI, pernah juga mengirim 12 orang ke Kanada. Kami masuk sekolahan-sekolahan (merekrut),” tegasnya.
Eka setiawan
(ftr)