Perpres Tunjangan Mobil Perlu Diinvestigasi
A
A
A
JAKARTA - Komisi II DPR perlu melakukan investigasi mengenai lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39/2015 tentang Penambahan Tunjangan Pembelian Mobil Pejabat Negara.
Ketidaktahuan Presiden Jokowi atas perpres ini dinilai janggal. ”Saya akan usulkan ke Komisi II untuk panggil mensesneg (menteri sekretaris negara) dan seskab (sekretaris kabinet) untuk menanyakan apakah ini (Presiden) kecolongan?” kata Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto dalam diskusi yang bertajuk ”Pencabutan Perpres Mobil, Jokowi Pencitraan atau Prorakyat?” di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Menurut Yandri, perlu dicari tahu mengenai runutan cara surat-menyurat di Istana seperti apa dan bagaimana runyamnya dan menumpuknya surat itu. Jokowi sebagai presiden, tidak bisa dengan mudahnya bahwa dia kecolongan dan tidak tahu menahu sama sekali mengenai surat tersebut. ”Jadi, saya setuju bahwa ini perlu diinvestigasi,” kata Anggota Komisi II DPR itu.
Yandri berpendapat, persoalan perpres ini tidak bisa dilihat dengan kacamata sesederhana itu. Meski ini telah dicabut oleh Presiden, ini sebuah kebijakan dan sebagai panglima pemerintahan Presiden tidak bisa semudah itu meralat kebijakan yang telah ditandatangani sendiri. ”Bahkan kalau bisa dibentuk panja soal ini. Benar enggak ini enggak dibaca? Enggak dikonsultasikan? Bagaimana rapatnya?” ucap ketua DPP PAN itu.
Dia menilai ada yang salah denganPresidensaat inilantaran apa yang dikatakannya dianggap seolah benar. Maka, harus dibuktikan ke publik bahwa Presiden bukan dewa dan bisa melakukan kesalahan juga dan tidak sesuai harapan. ”Intinya, saya enggak percaya itu kecolongan. Itu suatu kecerobohan luar biasa dari Presiden,” tandasnya.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPU) DPD Gede Pasek Suardika. Dia berpendapat, pencabutan perppu ini tindakan pengalihan isu pemerintah atas kenaikan harga BBM bersubsidi dan sejumlah kenaikan bahan pokok lainnya. ”Pengalihan isu kenaikan BBM dan Jokowi telah berhasil membully yang di Senayan yang enggak ikut bahas kebijakan ini,” kata Pasek di kesempatan sama.
Menurut Pasek, bukan hanya panja untuk mendalami lahirnya perpres ini, melainkan panja tunjangan pejabat untuk menyisir tunjangan-tunjangan pejabat yang pada dasarnya tidak perlu dan merupakan suatu pemborosan. Lebih jauh Pasek menjelaskan, pada dasarnya telah terjadi ketidakadilan dalam kebijakan penambahan tunjangan mobil pejabat tersebut.
Di satu sisi para pejabat eselon I sampai eselon III mendapatkan fasilitas mobil dinas beserta dengan supir dan perawatannya. Sementara anggota DPR dan DPD yang telah dipilih oleh ribuan bahkan jutaan masyarakat justru tidak mendapatkan mobil dinas. ”Tidak pantas saja. Ini yang sering terjadi dalam negara kita,” pungkasnya.
Kiswondari
Ketidaktahuan Presiden Jokowi atas perpres ini dinilai janggal. ”Saya akan usulkan ke Komisi II untuk panggil mensesneg (menteri sekretaris negara) dan seskab (sekretaris kabinet) untuk menanyakan apakah ini (Presiden) kecolongan?” kata Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto dalam diskusi yang bertajuk ”Pencabutan Perpres Mobil, Jokowi Pencitraan atau Prorakyat?” di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Menurut Yandri, perlu dicari tahu mengenai runutan cara surat-menyurat di Istana seperti apa dan bagaimana runyamnya dan menumpuknya surat itu. Jokowi sebagai presiden, tidak bisa dengan mudahnya bahwa dia kecolongan dan tidak tahu menahu sama sekali mengenai surat tersebut. ”Jadi, saya setuju bahwa ini perlu diinvestigasi,” kata Anggota Komisi II DPR itu.
Yandri berpendapat, persoalan perpres ini tidak bisa dilihat dengan kacamata sesederhana itu. Meski ini telah dicabut oleh Presiden, ini sebuah kebijakan dan sebagai panglima pemerintahan Presiden tidak bisa semudah itu meralat kebijakan yang telah ditandatangani sendiri. ”Bahkan kalau bisa dibentuk panja soal ini. Benar enggak ini enggak dibaca? Enggak dikonsultasikan? Bagaimana rapatnya?” ucap ketua DPP PAN itu.
Dia menilai ada yang salah denganPresidensaat inilantaran apa yang dikatakannya dianggap seolah benar. Maka, harus dibuktikan ke publik bahwa Presiden bukan dewa dan bisa melakukan kesalahan juga dan tidak sesuai harapan. ”Intinya, saya enggak percaya itu kecolongan. Itu suatu kecerobohan luar biasa dari Presiden,” tandasnya.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPU) DPD Gede Pasek Suardika. Dia berpendapat, pencabutan perppu ini tindakan pengalihan isu pemerintah atas kenaikan harga BBM bersubsidi dan sejumlah kenaikan bahan pokok lainnya. ”Pengalihan isu kenaikan BBM dan Jokowi telah berhasil membully yang di Senayan yang enggak ikut bahas kebijakan ini,” kata Pasek di kesempatan sama.
Menurut Pasek, bukan hanya panja untuk mendalami lahirnya perpres ini, melainkan panja tunjangan pejabat untuk menyisir tunjangan-tunjangan pejabat yang pada dasarnya tidak perlu dan merupakan suatu pemborosan. Lebih jauh Pasek menjelaskan, pada dasarnya telah terjadi ketidakadilan dalam kebijakan penambahan tunjangan mobil pejabat tersebut.
Di satu sisi para pejabat eselon I sampai eselon III mendapatkan fasilitas mobil dinas beserta dengan supir dan perawatannya. Sementara anggota DPR dan DPD yang telah dipilih oleh ribuan bahkan jutaan masyarakat justru tidak mendapatkan mobil dinas. ”Tidak pantas saja. Ini yang sering terjadi dalam negara kita,” pungkasnya.
Kiswondari
(bhr)