Penanganan Kemacetan di Bogor Tidak Berjalan
A
A
A
BOGOR - Program penanganan kemacetan di Kota Bogor tidak berjalan. Masih banyak angkutan perkotaan( angkot), pedagang kaki lima(PKL), pengendara, dan pengguna jalan yang tidak tertib.
”Lalu lintas lancar nyaris tak terasa. Yang ada, banyaknya pusat bisnis seperti mal dan hotel baru malah semakin menambah titik-titik kemacetan baru,” ujar Ketua Umum Organisasi Massa Benteng Padjajaran Dul Samson kemarin.
Bahkan, hingga akhir 2014 tidak ada penambahan jalan baru. Dari panjang jalan di Kota Bogor mencapai 635 kilometer, yang berkualitas baik 351 km (55%). Hampir separuh panjang jalan dalam kondisi rusak ringan sampai berat. ”Jalan rusak lamban diperbaiki,” ucapnya.
Dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban 2014 yang disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD Kota Bogor, Senin (6/4) lalu, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menyebutkan sejumlah program penanganan masalah kemacetan yang sudah dilakukan, namun itu semua warisan rezim wali kota terdahulu, Diani Budiarto.
Misalnya pembangunan jalan baru terusan Seksi 2 Jalan Lingkar R3 sepanjang 1,25 km, akses menuju Stasiun Lawang Taleus (Sukaresmi) 250 meter, 4,8 km drainase, dan 4 km trotoar, semuanya merupakan lanjutan dari Diani Budiarto. Penyelesaian masalah kemacetan yang mandek, yakni tidak berjalannya pembatasan operasi angkot melalui sistem gilir atau shift .
Program tersebut juga warisan wali kota sebelumnya. ”Tapi kenapa tidak dilakukan. Padahal kalau program tersebut jalan, angkot di bawah pengawasan Pemkot Bogor yang berjumlah 3.412 unit tidak akan lagi disebut biang kemacetan,” ujar Dul.
Anggota Masyarakat Transportasi Indonesia Rudy Thehamihardja mengatakan, layanan angkutan umum memang harus berdasarkan standar pelayanan minimal.”Itu memberikan jaminan kebaikan bagi penumpang akan kebutuhan utama, yakni aman, nyaman, terjadwal, dan tarif terjangkau,” ucapnya.
Kepala Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor Achsin Prasetyo berjanji akan membenahi layanan angkot. Kepemilikan harus diubah dari perseorangan ke badan hukum yang ditargetkan selesai Agustus 2015. ”Untuk penataan kembali 23 trayek, tidak bisa berspekulasi kapan terwujud,” katanya.
Pembenahan layanan angkutan umum di Kota Bogor tampaknya terbentur oleh jaringan jalan yang kurang lebar. Terlebih angkutan umum yang ada dengan kapasitas 12 penumpang direncanakan akan dikonversi satu bus berkapasitas 50 penumpang.
”Justru malah membuat macet, karena dengan kondisi jalan sempit akan sulit bermanuver,” ujar Ketua Organda Kota Bogor Mochammad Ischak Abdul Razak.
Haryudi
”Lalu lintas lancar nyaris tak terasa. Yang ada, banyaknya pusat bisnis seperti mal dan hotel baru malah semakin menambah titik-titik kemacetan baru,” ujar Ketua Umum Organisasi Massa Benteng Padjajaran Dul Samson kemarin.
Bahkan, hingga akhir 2014 tidak ada penambahan jalan baru. Dari panjang jalan di Kota Bogor mencapai 635 kilometer, yang berkualitas baik 351 km (55%). Hampir separuh panjang jalan dalam kondisi rusak ringan sampai berat. ”Jalan rusak lamban diperbaiki,” ucapnya.
Dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban 2014 yang disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD Kota Bogor, Senin (6/4) lalu, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menyebutkan sejumlah program penanganan masalah kemacetan yang sudah dilakukan, namun itu semua warisan rezim wali kota terdahulu, Diani Budiarto.
Misalnya pembangunan jalan baru terusan Seksi 2 Jalan Lingkar R3 sepanjang 1,25 km, akses menuju Stasiun Lawang Taleus (Sukaresmi) 250 meter, 4,8 km drainase, dan 4 km trotoar, semuanya merupakan lanjutan dari Diani Budiarto. Penyelesaian masalah kemacetan yang mandek, yakni tidak berjalannya pembatasan operasi angkot melalui sistem gilir atau shift .
Program tersebut juga warisan wali kota sebelumnya. ”Tapi kenapa tidak dilakukan. Padahal kalau program tersebut jalan, angkot di bawah pengawasan Pemkot Bogor yang berjumlah 3.412 unit tidak akan lagi disebut biang kemacetan,” ujar Dul.
Anggota Masyarakat Transportasi Indonesia Rudy Thehamihardja mengatakan, layanan angkutan umum memang harus berdasarkan standar pelayanan minimal.”Itu memberikan jaminan kebaikan bagi penumpang akan kebutuhan utama, yakni aman, nyaman, terjadwal, dan tarif terjangkau,” ucapnya.
Kepala Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor Achsin Prasetyo berjanji akan membenahi layanan angkot. Kepemilikan harus diubah dari perseorangan ke badan hukum yang ditargetkan selesai Agustus 2015. ”Untuk penataan kembali 23 trayek, tidak bisa berspekulasi kapan terwujud,” katanya.
Pembenahan layanan angkutan umum di Kota Bogor tampaknya terbentur oleh jaringan jalan yang kurang lebar. Terlebih angkutan umum yang ada dengan kapasitas 12 penumpang direncanakan akan dikonversi satu bus berkapasitas 50 penumpang.
”Justru malah membuat macet, karena dengan kondisi jalan sempit akan sulit bermanuver,” ujar Ketua Organda Kota Bogor Mochammad Ischak Abdul Razak.
Haryudi
(ftr)