Lama Menganggur, Sarjana Bunuh Diri
A
A
A
JAKARTA - Tragis. Seorang sarjana nekat bunuh diri dengan cara menusukkan pisau dapur ke lehernya. Korban diduga stres lantaran kelamaan menganggur.
Nanda Zharpan Saputra, 23, warga Pesanggrahan, Jakarta Selatan, itu kemarin ditemukan oleh sang ibu di kamarnya. Korban mengalami luka menganga di bagian leher. ”Korban sudah sekarat saat ditemukan,” ujar Kapolsek Pesanggrahan Kompol Deddy Arnadi.
Ibu korban langsung histeris melihat buah hatinya sudah bersimbah darah. Dia pun bergegas memanggil suaminya, Madiyo Saputro, 46. Korban kemudian dibawa ke RS Sari Asih Ciledug, tapi nyawanya tidak tertolong. Menurut Deddy, korban merupakan lulusan Universitas Al- Azhar di Jakarta. Setelah lulus kuliah korban terlihat murung. ”Korban sudah sering melamar kerja, tapi tidak pernah ada panggilan,” tuturnya.
Berdasarkan keterangan ayah korban, Nanda hanya sesekali keluar rumah untuk fitnes dan berolahraga. ”Ayahnya bilang, kalau malam, dia selalu begadang main komputer. Tiga hari sebelumnya korban pernah dirukiah. Mungkin karena pikirannya sedang kalut itu,” ucap kapolsek.
Psikolog Universitas Indonesia (UI) Dewi Haroen menilai cara korban bunuh diri dengan menggorok lehernya menandakan korban ingin mencari perhatian dari lingkungan sekitar. Dengan cara demikian, diharapkan membuat lingkungan sekitar terperangah. Orang dengan ciri demikian sebelumnya kuat dugaan pernah melakukan upaya serupa. ”Hanya, mungkin tidak terlalu dipedulikan oleh lingkungan sehingga dia sampai nekat dengan caranya sendiri,” katanya.
Di samping itu, sistem pendidikan di Indonesia sangat instan, di mana seseorang dituntut menjadi sarjana dalam waktu lima tahun kemudian proses belajar dari tingkat dasar yang hanya terpaku pada akademis tanpa ada faktor afektif membuat anak-anak menjadi memiliki daya saing tinggi.
Sayangnya, upaya tersebut tidak dibarengi kemampuan afektif yang bagus. ”Padahal, kemampuan bersosialisasi itu sangat membantu. Jadi tidak sekadar pintar (akademik), tetapi juga bagaimana dia berkomunikasi dan menghadapi masalah sangat diperlukan,” ungkapnya.
Untuk mencegah hal serupa, perlu ditingkatkan bersosialisasi. Peningkatan untuk saling peduli dan tidak individualistis. Jika ada kerabat atau orang terdekat yang memiliki gelagat bertindak nekat, dapat dicegah.
Di bagian lain, Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya menangkap pelaku pembunuhan Jonet Carepepe Sina yang dibantai di Kompleks AL RT 06/08, Rawa Bambu, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada Minggu (5/4) lalu. Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Didik Sugiarto mengatakan, pelaku adalah Iwan Basri Sangadji. Pelaku mengaku dendam karena korban adalah orang yang telah membunuh kakak pertamanya.
”Dia ditangkap di rumah kontrakannya di Jalan Swadaya I, Pejaten, Jakarta Selatan, Selasa (7/4) malam,” katanya kemarin. Pembunuhan bermula ketika Iwan bersama kakak kedua, Ahmad Sangadji, tengah menonton futsal di lokasi kejadian. ”Saat itu pelaku melihat korban. Jonet adalah orang yang pernah membunuh kakak pertamanya,” kata Kanit V Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol Handik Zusen.
Korban melintas diarea futsal lalu menghampiri Ahmad. Korban saat itu hendak berjabat tangan dengan Ahmad, namun ditolaknya. ”Kemudian Ahmad mengusir korban,” ucapnya. Korban pun meninggalkan lokasi sambil menelepon seseorang. ”Menurut tersangka, korban berjalan seperti jagoan sehingga membuatnya emosi. Terlebih dia juga ingat kejadian pada 2004 saat pembunuhan kakak pertamanya yang bernama Parding Sangadji oleh korban,” ungkap Handik.
Kemudian tersangka spontan mengejar korban dan menariknya hingga terjatuh. Saat terjatuh, tersangka menghimpit dada korban dengan mendudukinya lalu memukulinya secara bertubi-tubi. Setelah itu tersangka mengambil konblok dan memukulkannya ke kepala korban.
”Kemudian tersangka berdiri mengambil balok kayu dan memukulkannya ke kepala korban sebanyak dua kali dan kakinya lima kali,” katanya. Akhirnya korban dilarikan ke rumah sakit, namun korban meninggal.
Helmi syarif/ r ratna purnam
Nanda Zharpan Saputra, 23, warga Pesanggrahan, Jakarta Selatan, itu kemarin ditemukan oleh sang ibu di kamarnya. Korban mengalami luka menganga di bagian leher. ”Korban sudah sekarat saat ditemukan,” ujar Kapolsek Pesanggrahan Kompol Deddy Arnadi.
Ibu korban langsung histeris melihat buah hatinya sudah bersimbah darah. Dia pun bergegas memanggil suaminya, Madiyo Saputro, 46. Korban kemudian dibawa ke RS Sari Asih Ciledug, tapi nyawanya tidak tertolong. Menurut Deddy, korban merupakan lulusan Universitas Al- Azhar di Jakarta. Setelah lulus kuliah korban terlihat murung. ”Korban sudah sering melamar kerja, tapi tidak pernah ada panggilan,” tuturnya.
Berdasarkan keterangan ayah korban, Nanda hanya sesekali keluar rumah untuk fitnes dan berolahraga. ”Ayahnya bilang, kalau malam, dia selalu begadang main komputer. Tiga hari sebelumnya korban pernah dirukiah. Mungkin karena pikirannya sedang kalut itu,” ucap kapolsek.
Psikolog Universitas Indonesia (UI) Dewi Haroen menilai cara korban bunuh diri dengan menggorok lehernya menandakan korban ingin mencari perhatian dari lingkungan sekitar. Dengan cara demikian, diharapkan membuat lingkungan sekitar terperangah. Orang dengan ciri demikian sebelumnya kuat dugaan pernah melakukan upaya serupa. ”Hanya, mungkin tidak terlalu dipedulikan oleh lingkungan sehingga dia sampai nekat dengan caranya sendiri,” katanya.
Di samping itu, sistem pendidikan di Indonesia sangat instan, di mana seseorang dituntut menjadi sarjana dalam waktu lima tahun kemudian proses belajar dari tingkat dasar yang hanya terpaku pada akademis tanpa ada faktor afektif membuat anak-anak menjadi memiliki daya saing tinggi.
Sayangnya, upaya tersebut tidak dibarengi kemampuan afektif yang bagus. ”Padahal, kemampuan bersosialisasi itu sangat membantu. Jadi tidak sekadar pintar (akademik), tetapi juga bagaimana dia berkomunikasi dan menghadapi masalah sangat diperlukan,” ungkapnya.
Untuk mencegah hal serupa, perlu ditingkatkan bersosialisasi. Peningkatan untuk saling peduli dan tidak individualistis. Jika ada kerabat atau orang terdekat yang memiliki gelagat bertindak nekat, dapat dicegah.
Di bagian lain, Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya menangkap pelaku pembunuhan Jonet Carepepe Sina yang dibantai di Kompleks AL RT 06/08, Rawa Bambu, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada Minggu (5/4) lalu. Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Didik Sugiarto mengatakan, pelaku adalah Iwan Basri Sangadji. Pelaku mengaku dendam karena korban adalah orang yang telah membunuh kakak pertamanya.
”Dia ditangkap di rumah kontrakannya di Jalan Swadaya I, Pejaten, Jakarta Selatan, Selasa (7/4) malam,” katanya kemarin. Pembunuhan bermula ketika Iwan bersama kakak kedua, Ahmad Sangadji, tengah menonton futsal di lokasi kejadian. ”Saat itu pelaku melihat korban. Jonet adalah orang yang pernah membunuh kakak pertamanya,” kata Kanit V Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol Handik Zusen.
Korban melintas diarea futsal lalu menghampiri Ahmad. Korban saat itu hendak berjabat tangan dengan Ahmad, namun ditolaknya. ”Kemudian Ahmad mengusir korban,” ucapnya. Korban pun meninggalkan lokasi sambil menelepon seseorang. ”Menurut tersangka, korban berjalan seperti jagoan sehingga membuatnya emosi. Terlebih dia juga ingat kejadian pada 2004 saat pembunuhan kakak pertamanya yang bernama Parding Sangadji oleh korban,” ungkap Handik.
Kemudian tersangka spontan mengejar korban dan menariknya hingga terjatuh. Saat terjatuh, tersangka menghimpit dada korban dengan mendudukinya lalu memukulinya secara bertubi-tubi. Setelah itu tersangka mengambil konblok dan memukulkannya ke kepala korban.
”Kemudian tersangka berdiri mengambil balok kayu dan memukulkannya ke kepala korban sebanyak dua kali dan kakinya lima kali,” katanya. Akhirnya korban dilarikan ke rumah sakit, namun korban meninggal.
Helmi syarif/ r ratna purnam
(bhr)