Politik dan Nasib Nelayan

Rabu, 08 April 2015 - 09:21 WIB
Politik dan Nasib Nelayan
Politik dan Nasib Nelayan
A A A
Tidak banyak orang mengetahui bahwa 6 April merupakan Hari Nelayan Indonesia. Padahal, perayaan Hari Nelayan sudah dilakukan sejak masa Orde Baru.

Saat ini nelayan Indonesia diperkirakan 2,7 juta dan sebagian besar adalah nelayan tradisional. Kondisi kesejahteraan nelayan tradisional memprihatinkan, nelayan hidup di tengah ancaman pencurian ikan, overfishing, kelangkaan sumber daya ikan, perubahan iklim hingga kurangnya perhatian terhadap pemerintah. Nelayan hanya dijadikan alat politik saat kampanye, ketika terpilih mereka meninggalkan nelayan.

Lalu bagaimana dinamika politik terhadap nasib nelayan? Kondisi politik Indonesia saat ini belum berpihak pada nelayan. Membuat Visi Poros Maritim yang digaungkan hanya akan berjalan di tempat. Pada momentum Hari Nelayan ini, DPR seharusnya segera mengeluarkan terobosan kerja.

Langkah terobosan yang dapat diambil oleh DPR dapat dimulai dari mengawasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), terutama dalam mengawasi dan memberikan masukan peraturan menteri yang bertentangan dengan kebutuhan dan aspirasi nelayan. Seperti peraturan menteri KKP mengenai pelarangan trawl dan pukat yang menuai pro dan kontra.

Kedua, membuat aturan dan perundangan yang sesuai dengan kebutuhan nelayan. DPR seharusnya segera mengesahkan UU Perlindungan Nelayan. UU tersebut bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup para nelayan, penggarap tambak dan untuk memperbesar produksi perikanan.

Oleh karena itu dibutuhkan sistem bagi hasil perikanan, baik perikanan laut maupun perikanan darat. Serta menghilangkan hal-hal yang bersifat pemerasan dan membaginya secara adilbagi semua pihak yang turut serta.

Ketiga, menetapkan anggaran yang dibutuhkan oleh nelayan dan memantau realisasi anggaran di lapangan. Saat ini DPR hanya sibuk menetapkan anggaran yang bermanfaat untuk partai dan golongannya, seperti rencana anggaran satu partai satu triliun.

Selain itu, DPR juga perlu memantau eksekutif dalam realisasi anggaran untuk nelayan, karena sering kali eksekutif keliru, seperti rencana kebijakan baru untuk menaikkan fasilitas uang muka diberikan kepada pejabat negara sebesar Rp116.650.000, diubah menjadi Rp210.890.000 dengan kenaikan terjadi sebesar 85%.

Sungguh ironis, di tengah kerasnya perjuangan nelayan untuk memenuhi kebutuhan protein bangsa, pemerintah dan golongannya hanya mementingkan perut sendiri. Untunglah ketamakan itu dibatalkan.

Pipit Pratama
Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perairan IPB dan Aktivis Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia Institut Pertanian Bogor
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7542 seconds (0.1#10.140)