Tata Kelola Pengiriman TKI di Daerah Bermasalah
A
A
A
JAKARTA - Tata kelola penempatan tenaga kerja Indonesia yang dilakukan pemerintah daerah dianggap masih berantakan.
Daerah pun didesak membuat layanan terpadu satu pintu (LTSP) untuk membereskan itu. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri mengatakan, salah satu masalah yang dialami para TKI yang bekerja di luar negeri umumnya bersumber dari proses rekrutmen di dalam negeri.
Harus ada pembenahan mekanisme rekrutmen di daerah asal agar menjadi solusi perlindungan terhadap pekerja migran ini. ”Sistem pendataan TKI di daerah penempatan harus diperbarui. Para pencari kerja yang berminat kerja di luar negeri harus mendaftarkan diri pada dinas-dinas tenaga kerja dan jangan sekali-kali dipungut biaya,” katanya pada Rapat Koordinasi dengan Gubernur Penempatan TKI Keluar Negeri di Kantor Kemenaker kemarin.
Hanif menjelaskan, Kemenaker secara khusus meminta para gubernur di seluruh Indonesia membentuk dan menetapkan lokasi LTSP penempatan TKI di wilayah kerjanya masing-masing. Selama ini yang disorot dalam tata kelola penempatan TKI hanya pemerintah pusat.
Karena itu, pemerintah pusat mengajak pemerintah daerah turut aktif mewujudkan pelayanan penempatan TKI yang terkontrol, aman, transparan, murah, cepat, serta memastikan aspek perlindungan TKI yang lebih terjamin. Dia menjelaskan, LTSP bentukan gubernur harus menghimpun seluruh stakeholder terkait rekrutmen dan penempatan TKI di masing-masing provinsi.
Keanggotaan dalam LTSP penempatan TKI terdiri atas SKPD atau institusi daerah yang membidangi Ketenagakerjaan (sebagai koordinator), Kependudukan dan Catatan Sipil, Keimigrasian, Kesehatan dan Psikologi, Perbankan Pemerintah, Asuransi TKI, dan Kepolisian. ”Jika pelayanan dilakukan melalui satu pintu saja, akan memudah pengawasan juga. Baik pengawasan di daerah dan pusat,” ungkapnya.
Gubernur yang mendirikan dan menetapkan lokasi LTSP mesti mempertimbangkan usulan bupati dan wali kota daerah asal yang banyak mengirimkan TKI ke luar negeri dengan anggaran yang berasal dari APBN dan APBD.
Menurut Hanif, dalam pembenahan tata kelola TKI, pemerintah mendorong memberdayakan aparat di tingkat provinsi kabupaten/ kota serta aparat pemerintahan di bawah.
Anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka berpendapat, semestinya pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan apa pun mengenai penempatan TKI sebelum revisi UU No 39/2014 mengenai tenaga kerja selesai. Menurut dia, revisi UU tersebut sudah menjadi prioritas Prolegnas dan diperkirakan empat bulan lagi kelar.
Namun, sebelum ada revisi semua kebijakan mengenai TKI harus dimoratorium terlebih dulu. ”Berbagai kebijakan TKI saat ini masih tumpang tindih dan tidak mengakomodasi perlindungan bagi pekerja,” ujarnya.
Neneng zubaidah
Daerah pun didesak membuat layanan terpadu satu pintu (LTSP) untuk membereskan itu. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri mengatakan, salah satu masalah yang dialami para TKI yang bekerja di luar negeri umumnya bersumber dari proses rekrutmen di dalam negeri.
Harus ada pembenahan mekanisme rekrutmen di daerah asal agar menjadi solusi perlindungan terhadap pekerja migran ini. ”Sistem pendataan TKI di daerah penempatan harus diperbarui. Para pencari kerja yang berminat kerja di luar negeri harus mendaftarkan diri pada dinas-dinas tenaga kerja dan jangan sekali-kali dipungut biaya,” katanya pada Rapat Koordinasi dengan Gubernur Penempatan TKI Keluar Negeri di Kantor Kemenaker kemarin.
Hanif menjelaskan, Kemenaker secara khusus meminta para gubernur di seluruh Indonesia membentuk dan menetapkan lokasi LTSP penempatan TKI di wilayah kerjanya masing-masing. Selama ini yang disorot dalam tata kelola penempatan TKI hanya pemerintah pusat.
Karena itu, pemerintah pusat mengajak pemerintah daerah turut aktif mewujudkan pelayanan penempatan TKI yang terkontrol, aman, transparan, murah, cepat, serta memastikan aspek perlindungan TKI yang lebih terjamin. Dia menjelaskan, LTSP bentukan gubernur harus menghimpun seluruh stakeholder terkait rekrutmen dan penempatan TKI di masing-masing provinsi.
Keanggotaan dalam LTSP penempatan TKI terdiri atas SKPD atau institusi daerah yang membidangi Ketenagakerjaan (sebagai koordinator), Kependudukan dan Catatan Sipil, Keimigrasian, Kesehatan dan Psikologi, Perbankan Pemerintah, Asuransi TKI, dan Kepolisian. ”Jika pelayanan dilakukan melalui satu pintu saja, akan memudah pengawasan juga. Baik pengawasan di daerah dan pusat,” ungkapnya.
Gubernur yang mendirikan dan menetapkan lokasi LTSP mesti mempertimbangkan usulan bupati dan wali kota daerah asal yang banyak mengirimkan TKI ke luar negeri dengan anggaran yang berasal dari APBN dan APBD.
Menurut Hanif, dalam pembenahan tata kelola TKI, pemerintah mendorong memberdayakan aparat di tingkat provinsi kabupaten/ kota serta aparat pemerintahan di bawah.
Anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka berpendapat, semestinya pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan apa pun mengenai penempatan TKI sebelum revisi UU No 39/2014 mengenai tenaga kerja selesai. Menurut dia, revisi UU tersebut sudah menjadi prioritas Prolegnas dan diperkirakan empat bulan lagi kelar.
Namun, sebelum ada revisi semua kebijakan mengenai TKI harus dimoratorium terlebih dulu. ”Berbagai kebijakan TKI saat ini masih tumpang tindih dan tidak mengakomodasi perlindungan bagi pekerja,” ujarnya.
Neneng zubaidah
(bhr)