Jelang Pilkada, Dana Desa Rawan Dipolitisasi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dan DPR mengkhawatirkan ada politisasi dana desa menjelang pelaksanaan pilkada serentak.
Karena itu, pengawasan penyaluran dana desa perlu diperketat agar tidak disalahgunakan. Anggota Komisi II DPR Rufinus Hotmaulana Hutauruk menyampaikan, dana desa memerlukan mekanisme pengawasan keuangan agar daerah bisa mengatur dana tersebut untuk infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat desa saja.
Menurut dia, dengan agenda pilkada yang akan berlangsung sebentar lagi, dana desa rawan dimanfaatkan untuk pemangku daerah yang bertarung dalam pemilihan tersebut. ”Saya ini takut dana desa akan menjadi tools kepala daerah untuk dana pemilihan. Kekhawatiran ini dirasakan semua pihak karena politik di daerah pun memerlukan dana besar,” katanya dalam rapat kerja Komisi II DPR dengan Kementerian Desa Pembangunan DaerahTertinggald an Transmigrasi (Kemendes PDTT) di ruang Komisi II DPR kemarin.
Rufinus menuturkan, agar dana desa tidak diselewengkan, harus ada mekanisme pertanggungjawaban dan penyaluran yang tidak dibebankan ke satu pemimpin perangkat desa saja sehingga dana desa tidak dikelola tunggal, melainkan pertanggungjawaban bersama satu desa. Selain itu juga perlu ada mekanisme mana desa yang layak mendapat bantuan dan yang tidak.
Anggota Komisi II DPR EE Mangindaan berpendapat, harus ada fungsi pengawasan fungsional yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah. Lalu ada fungsi pengawasan dari parlemen di mana Komisi II DPR yang bertanggung jawab. Dia juga meminta Kemendes membuat skema sanksi bila dana desa ini dipolitisasi daerah.
Politikus senior Demokrat ini mempertanyakan, sudah sejauh mana draf revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 tentang Dana Desa dibahas pemerintah. Peraturan tersebut dapat menjadi pedoman pelaksanaan dan pengawasan dana desa. ”Kapan revisi PP diteken Presiden karena PP bisa menjadi buku pintar penyaluran dana desa. Jangan sampai PP belum selesai, lalu menjadi penghambat dana desa,” ungkapnya.
Anggota Komisi II DPR Yanuar Prihatin menyampaikan, kesiapan kepala desa dan perangkat desa harus menjadi isu pokok karena mereka ujung tombak apakah program pemberdayaan masyarakat desa ini berjalan baik atau malah jadi malapetaka nasional. ”Kapasitas kemampuan perangkat desa jadi satu isu penting yang harus ditangani nasional. Siapa yang berwenang menangani kapasitas kompetensi aparatur ini,” ucapnya.
Mendes PDTT Marwan Jafar menyampaikan, agar dana desa tidak dipolitisasi, pemerintah sudah menyusun prosedur dan tata cara pemakaian dana desa. Sebesar 40% untuk pemberdayaan masyarakat dan 60% untuk pembangunan infrastruktur desa. Tidak akan ada kepala daerah ataupun perangkat desa yang bisa memolitisasi karena dana desa adalah uang negara yang akan diperketat pengawasannya oleh Kemendes dan BPK.
Selain itu, dia juga mengapresiasi Komisi II DPR yang akan membentuk Panja Desa karena bisa mendukung pengawasan di lapangan. Marwan menyampaikan perlunya revisi PP 60/2014 tentang Dana Desa. Formulasi dana desa yang dibagikan berdasarkan variabel jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis telah menghasilkan ketimpangan yang tinggi antardesa.
Untuk menghindari kesenjangan yang relatif besar terhadap dana desa yang akan diterima setiap desa, Menurut Marwan, pengalokasian perlu dilakukan dengan menggunakan alokasi yang dibagi secara merata ke seluruh desa.
Neneng zubaidah
Karena itu, pengawasan penyaluran dana desa perlu diperketat agar tidak disalahgunakan. Anggota Komisi II DPR Rufinus Hotmaulana Hutauruk menyampaikan, dana desa memerlukan mekanisme pengawasan keuangan agar daerah bisa mengatur dana tersebut untuk infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat desa saja.
Menurut dia, dengan agenda pilkada yang akan berlangsung sebentar lagi, dana desa rawan dimanfaatkan untuk pemangku daerah yang bertarung dalam pemilihan tersebut. ”Saya ini takut dana desa akan menjadi tools kepala daerah untuk dana pemilihan. Kekhawatiran ini dirasakan semua pihak karena politik di daerah pun memerlukan dana besar,” katanya dalam rapat kerja Komisi II DPR dengan Kementerian Desa Pembangunan DaerahTertinggald an Transmigrasi (Kemendes PDTT) di ruang Komisi II DPR kemarin.
Rufinus menuturkan, agar dana desa tidak diselewengkan, harus ada mekanisme pertanggungjawaban dan penyaluran yang tidak dibebankan ke satu pemimpin perangkat desa saja sehingga dana desa tidak dikelola tunggal, melainkan pertanggungjawaban bersama satu desa. Selain itu juga perlu ada mekanisme mana desa yang layak mendapat bantuan dan yang tidak.
Anggota Komisi II DPR EE Mangindaan berpendapat, harus ada fungsi pengawasan fungsional yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah. Lalu ada fungsi pengawasan dari parlemen di mana Komisi II DPR yang bertanggung jawab. Dia juga meminta Kemendes membuat skema sanksi bila dana desa ini dipolitisasi daerah.
Politikus senior Demokrat ini mempertanyakan, sudah sejauh mana draf revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 tentang Dana Desa dibahas pemerintah. Peraturan tersebut dapat menjadi pedoman pelaksanaan dan pengawasan dana desa. ”Kapan revisi PP diteken Presiden karena PP bisa menjadi buku pintar penyaluran dana desa. Jangan sampai PP belum selesai, lalu menjadi penghambat dana desa,” ungkapnya.
Anggota Komisi II DPR Yanuar Prihatin menyampaikan, kesiapan kepala desa dan perangkat desa harus menjadi isu pokok karena mereka ujung tombak apakah program pemberdayaan masyarakat desa ini berjalan baik atau malah jadi malapetaka nasional. ”Kapasitas kemampuan perangkat desa jadi satu isu penting yang harus ditangani nasional. Siapa yang berwenang menangani kapasitas kompetensi aparatur ini,” ucapnya.
Mendes PDTT Marwan Jafar menyampaikan, agar dana desa tidak dipolitisasi, pemerintah sudah menyusun prosedur dan tata cara pemakaian dana desa. Sebesar 40% untuk pemberdayaan masyarakat dan 60% untuk pembangunan infrastruktur desa. Tidak akan ada kepala daerah ataupun perangkat desa yang bisa memolitisasi karena dana desa adalah uang negara yang akan diperketat pengawasannya oleh Kemendes dan BPK.
Selain itu, dia juga mengapresiasi Komisi II DPR yang akan membentuk Panja Desa karena bisa mendukung pengawasan di lapangan. Marwan menyampaikan perlunya revisi PP 60/2014 tentang Dana Desa. Formulasi dana desa yang dibagikan berdasarkan variabel jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis telah menghasilkan ketimpangan yang tinggi antardesa.
Untuk menghindari kesenjangan yang relatif besar terhadap dana desa yang akan diterima setiap desa, Menurut Marwan, pengalokasian perlu dilakukan dengan menggunakan alokasi yang dibagi secara merata ke seluruh desa.
Neneng zubaidah
(ftr)