Menunggu Peran Besar Pemerintah
A
A
A
Perjalanan lembaga keuangan syariah di Indonesia sudah lebih dari 20 tahun, hanya berbeda beberapa tahun saja dengan Malaysia. Namun, kini perkembangan lembaga keuangan syariah di Tanah Air sudah jauh tertinggal bila dibandingkan dengan Malaysia. Apa penyebab?
Indikator tertinggalnya industri keuangan syariah Indonesia dari Malaysia bisa dilihat dari pangsa pasar perbankan syariah nasional yang kurang dari 5%. Sedangkan perbankan syariah di Malaysia sudah menguasai pasar sekitar 20%.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Erwin Noekman mengatakan, hal utama yang menyebabkan belum maksimalnya pertumbuhan lembaga keuangan syariah adalah belum maksimalnya dukungan pemerintah. ”Pertumbuhan keuangan syariah masih lebih banyak didorong masyarakat alias button up,” ujar Erwin.
Padahal, menurut dia, berkembangnya industri keuangan syariah di Malaysia tidak terlepas dari peran pemerintahnya yang mengharuskan institusi maupun lembaga pemerintahan untuk menggunakan bank syariah. Itu terbukti membawa dampak positif bagi perkembangan lembaga keuangan syariah.
Erwin menegaskan, kendati mayoritas penduduk di Indonesia adalah muslim, ternyata kesadaran mempergunakan lembaga keuangan syariah belum sepenuhnya dilakukan. Bahkan belum semua lembaga syariah memilih lembaga keuangan syariah sebagai pilihan.
Misalkan saja dana zakat yang dikelola amir zakat resmi masih banyak diendapkan di bank konvensional. Padahal, jika lembaga syariah tersebut mempergunakan jasa lembaga keuangan syariah, dampaknya akan sangat besar. Sebagai contoh, dana zakat perorangan yang dikelola amir zakat resmi mencapai Rp2 triliun.
Belum lagi pesantren di Tanah Air yang sekarang mencapai 600.000. Jika semuanya mempergunakan rekening dari bank syariah serta jasa keuangan syariah lain, pertumbuhan lembaga keuangan syariah akan sangat pesat. Mungkin, ada baiknya semua stakeholders ekonomi syariah melakukan introspeksi dan mengevaluasi strategi pengembangan keuangan syariah.
Menurut pengamat ekonomi syariah dari Universitas Indonesia, Mustafa Edwin Nasution, dengan duduk bersama, diharapkan bisa menghasilkan strategi bersama dalam mengembangkan keuangan syariah. Saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah merumuskan cetak biru strategi perkembangan keuangan syariah.
Di sisi lain, pemerintah melalui Bapenas juga tengah menyusun hal yang hampir senada. Tentunya akan lebih baik jika keduanya disandingkan agar menghasilkan strategi yang lebih baik. Salah satu strategi yang dinantikan oleh pelaku lembaga keuangan syariah adalah keberpihakan yang lebih besar dari pemerintah.
Di antaranya dengan memberikan instruksi kepada departemen atau instansi tertentu untuk menggunakan jasa lembaga keuangan syariah sebagai payroll. Hal lain yang harus diperhatikan otoritas adalah merevisi atau meninjau ulang beberapa peraturan yang cenderung memberatkan perkembangan keuangan syariah.
Di antaranya menentukan dengan adil ketentuan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) perbankan syariah sesuai dengan kebutuhan. ”Aturannya harus fair dong. Masak anak-anak harus berlomba lari dengan orang dewasa,” kata dia.
Apalagi pada saat ini ada kecenderungan pelayanan bank syariah cenderung kalah bersaing dalam segala bidang dengan konvensional, baik itu yang terkait dengan servis maupun pembiayaan. Di sisi lain, perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia tak akan maju bila tak didukung oleh peran dari lembaga pendidikan sebagai motor inovasi pengembangan ekonomi syariah.
Dalam pendidikan ekonomi syariah melahirkan banyak penelitian yang bermanfaat bagi industri keuangan syariah. Harapan agar peran pemerintah dalam mengembangkan keuangan syariah lebih ternyata direspons positif OJK.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengaku, salah satu strategi yang segera direalisasikan OJK adalah membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah. ”Tugasnya adalah memberikan masukan dan saran. Kami berharap komite ini akan dipimpin Presiden,” ungkap dia.
Keberadaan lembaga tersebut diharapkan bisa meningkatkan peran pemerintah dalam pengembangan keuangan syariah nasional. Jika selama ini pengembangan keuangan syariah bersifat bottom up, dengan ada lembaga ini, pendekatannya juga bisa dilakukan melalui top down.
Perpaduan keduanya diyakininya bisa mempercepat perkembangan keuangan syariah. Pengembangan lembaga keuangan syariah juga banyak ditentukan edukasi dan sosialisasi. Sebab itu, mulai tahun ini OJK mengintensifkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai lembaga keuangan syariah serta mengadakan berbagai acara yang melibatkan lembaga keuangan syariah dan masyarakat.
Itulah sebabnya, OJK akan meningkatkan peran asosiasi dalam meningkatkan perkembangan keuangan syariah Seiring dengan itu, lembaga keuangan syariah harus lebih kreatif dalam mengembangkan produk dan bersinergi dengan institusi lain.
Basis konsumen juga perlu diperluas dengan menambah nasabah baru serta memanfaatkan danadana murah seperti zakat atau danadana sosial lainnya yang dikelola lembaga syariah.
Hermansah
Indikator tertinggalnya industri keuangan syariah Indonesia dari Malaysia bisa dilihat dari pangsa pasar perbankan syariah nasional yang kurang dari 5%. Sedangkan perbankan syariah di Malaysia sudah menguasai pasar sekitar 20%.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Erwin Noekman mengatakan, hal utama yang menyebabkan belum maksimalnya pertumbuhan lembaga keuangan syariah adalah belum maksimalnya dukungan pemerintah. ”Pertumbuhan keuangan syariah masih lebih banyak didorong masyarakat alias button up,” ujar Erwin.
Padahal, menurut dia, berkembangnya industri keuangan syariah di Malaysia tidak terlepas dari peran pemerintahnya yang mengharuskan institusi maupun lembaga pemerintahan untuk menggunakan bank syariah. Itu terbukti membawa dampak positif bagi perkembangan lembaga keuangan syariah.
Erwin menegaskan, kendati mayoritas penduduk di Indonesia adalah muslim, ternyata kesadaran mempergunakan lembaga keuangan syariah belum sepenuhnya dilakukan. Bahkan belum semua lembaga syariah memilih lembaga keuangan syariah sebagai pilihan.
Misalkan saja dana zakat yang dikelola amir zakat resmi masih banyak diendapkan di bank konvensional. Padahal, jika lembaga syariah tersebut mempergunakan jasa lembaga keuangan syariah, dampaknya akan sangat besar. Sebagai contoh, dana zakat perorangan yang dikelola amir zakat resmi mencapai Rp2 triliun.
Belum lagi pesantren di Tanah Air yang sekarang mencapai 600.000. Jika semuanya mempergunakan rekening dari bank syariah serta jasa keuangan syariah lain, pertumbuhan lembaga keuangan syariah akan sangat pesat. Mungkin, ada baiknya semua stakeholders ekonomi syariah melakukan introspeksi dan mengevaluasi strategi pengembangan keuangan syariah.
Menurut pengamat ekonomi syariah dari Universitas Indonesia, Mustafa Edwin Nasution, dengan duduk bersama, diharapkan bisa menghasilkan strategi bersama dalam mengembangkan keuangan syariah. Saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah merumuskan cetak biru strategi perkembangan keuangan syariah.
Di sisi lain, pemerintah melalui Bapenas juga tengah menyusun hal yang hampir senada. Tentunya akan lebih baik jika keduanya disandingkan agar menghasilkan strategi yang lebih baik. Salah satu strategi yang dinantikan oleh pelaku lembaga keuangan syariah adalah keberpihakan yang lebih besar dari pemerintah.
Di antaranya dengan memberikan instruksi kepada departemen atau instansi tertentu untuk menggunakan jasa lembaga keuangan syariah sebagai payroll. Hal lain yang harus diperhatikan otoritas adalah merevisi atau meninjau ulang beberapa peraturan yang cenderung memberatkan perkembangan keuangan syariah.
Di antaranya menentukan dengan adil ketentuan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) perbankan syariah sesuai dengan kebutuhan. ”Aturannya harus fair dong. Masak anak-anak harus berlomba lari dengan orang dewasa,” kata dia.
Apalagi pada saat ini ada kecenderungan pelayanan bank syariah cenderung kalah bersaing dalam segala bidang dengan konvensional, baik itu yang terkait dengan servis maupun pembiayaan. Di sisi lain, perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia tak akan maju bila tak didukung oleh peran dari lembaga pendidikan sebagai motor inovasi pengembangan ekonomi syariah.
Dalam pendidikan ekonomi syariah melahirkan banyak penelitian yang bermanfaat bagi industri keuangan syariah. Harapan agar peran pemerintah dalam mengembangkan keuangan syariah lebih ternyata direspons positif OJK.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengaku, salah satu strategi yang segera direalisasikan OJK adalah membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah. ”Tugasnya adalah memberikan masukan dan saran. Kami berharap komite ini akan dipimpin Presiden,” ungkap dia.
Keberadaan lembaga tersebut diharapkan bisa meningkatkan peran pemerintah dalam pengembangan keuangan syariah nasional. Jika selama ini pengembangan keuangan syariah bersifat bottom up, dengan ada lembaga ini, pendekatannya juga bisa dilakukan melalui top down.
Perpaduan keduanya diyakininya bisa mempercepat perkembangan keuangan syariah. Pengembangan lembaga keuangan syariah juga banyak ditentukan edukasi dan sosialisasi. Sebab itu, mulai tahun ini OJK mengintensifkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai lembaga keuangan syariah serta mengadakan berbagai acara yang melibatkan lembaga keuangan syariah dan masyarakat.
Itulah sebabnya, OJK akan meningkatkan peran asosiasi dalam meningkatkan perkembangan keuangan syariah Seiring dengan itu, lembaga keuangan syariah harus lebih kreatif dalam mengembangkan produk dan bersinergi dengan institusi lain.
Basis konsumen juga perlu diperluas dengan menambah nasabah baru serta memanfaatkan danadana murah seperti zakat atau danadana sosial lainnya yang dikelola lembaga syariah.
Hermansah
(ftr)