AirlineRatings Picu Kontroversi

Minggu, 05 April 2015 - 09:49 WIB
AirlineRatings Picu Kontroversi
AirlineRatings Picu Kontroversi
A A A
SYDNEY - Selain kenyamanan, keamanan juga menjadi faktor utama dalam memilih maskapai penerbangan. Sebuah laman pemeringkat keamanan maskapai global AirlineRatings.com merilis daftar maskapai paling berbahaya didunia.

Namun hasil rilis tersebut mendapat kritik keras dari beberapa pihak. Pengamat penerbangan Gerry Soejatman menilai pemeringkatan yang dilakukan AirlineRating. com tidak berdasar karena hanya mengacu pada peringkat tanpa melakukan riset mendalam.”Saya tidakmelihat adadata-datayang valid yang bisa menjadi acuan rating sehingga bisa dikatakan penilaiannya tidak kredibel,” ujar dia kepadaKORAN SINDO di Jakarta kemarin.

Penilaian AirlineRating.com ini memang berbeda dengan penilaian Skytrax, lembaga yang juga memberikan penilaian peringkat dan reviu tentang penerbangan dunia. Maskapai penerbangan yang bermasalah seperti Malaysia Airlines tidak lagi diberi bintang dan hanya ditulis dengan under review.

Adapun pada AirlineRating.com, maskapai yang pada 2014 lalu dua kali mengalami tragedi paling tragis itu justru mendapat bintang lima dari maksimal bintang tujuh. Bahkan Garuda Indonesia yang mendapat bintang lima (level tertinggi) di Skytrax bersanding dengan beberapa maskapai internasionallainnya justrumendapat penilaian di bawah Malaysia Airlines.

Uniknya, beberapa maskapai yang dinyatakan terbaik oleh AirlineRatings.com seperti Air New Zealand (Selandia Baru), Etihad Airways (Qatar), Qantas Airways (Australia), Emirates (Qatar), EVA Air (Taiwan), Lufthansa (Jerman), dan British Airways (Inggris) justru hanya mendapat bintang empat (level dua) pada Skytrax di bawah Garuda Indonesia Airways.

Pada AirlineRatings.com, beberapa maskapai tanah air mendapat peringkat yang kurang bagus, di antaranya Merpati Airlines, Susi Air, Sriwijaya Air, dan Lion Air. Bahkan Lion Air hanya mendapat satu bintang bersama Kam Air (Afghanistan), Nepal Airlines (Nepal), SCAT Airlines (Kazakhstan), dan Tara Air (Nepal). Gerry mengatakan pemeringkatan dari AirlineRatings. com cukup aneh karena Merpati belum beroperasi sejak dibekukan pemerintah.

”Terus Susi Air, itu landasannya apa mengangkat Susi Air? Sementara kita tahu sendiri Susi Air maskapai yang memang melayani pulau-pulau terluar Indonesia. Pesawatnya apa tidak disebutkan, apalagi data-data pendukung lainnya, sehingga bisa dikatakan bahwa media yang merilis itu hanya mengacu pada argumen koran, baik itu melalui internet atau yang lain,” ujarnya.

Dia mengatakan, kondisi penerbangan di dalam negeri yang dijalankan maskapai dikontrol ketat oleh regulator. Karena itu seharusnya data-data yang menyimpulkan bahwa sejumlah maskapai buruk atau berbahaya harus dilihat dari sisi regulasi yang ada di Indonesia. ”Kita akui standar penerbangan kita belum sempurna. Namun regulator sudah semakin ketat ke arah itu,” jelasnya.

AirlineRatings.com menyebutkan, sebanyak 449 maskapai di berbagai penjuru dunia masuk dalam penilaian yang memberikan satu hingga tujuh bintang untuk peringkat keamanan. Maskapai dengan keamanan terburuk akan mendapat satu bintang dan maskapai dengan keamanan terbaik akan memiliki tujuh bintang. Adapun maskapai yang mengalami kecelakaan dalam dua penerbangan tragis pada 2014, Malaysia Airlines, mendapatkan lima bintang.

Maskapai itu dua kali mengalami kecelakaan pada tahun lalu saat penerbangan MH370 hilang pada Maret 2014 yang membawa 239 orang. Meskipun ada sejumlah kecelakaan mematikan, Airline- Ratings.com menyatakan perjalanan udara masih menjadi metode paling aman dalam transportasi.

Maskapai di berbagai penjuru dunia menerbangkan 3,3 miliar penumpang dalam 27 juta penerbangan. ”Lima puluh tahun silam, tercatat ada 87 kecelakaan yang menewaskan 1.597 orang saat beberapa maskapai membawa hanya 141 juta penumpang atau 5% dari total saat ini,” papar laporan AirlineRatings.com. Gerry menjelaskan bahwa laporan AirlineRatings.com seharusnya tidak asal memvonis tanpa dibekali dengan data-data yang akurat.

Di sisi lain, dia menambahkan bahwa standar penerbangan nasional hanya terkena larangan terbang dari Uni Eropa, kemudian masih dalam kategori II dari FAA serta ICAO atau penerbangan sipil internasional menganggap Indonesia belum bisa menerapkan semua standar yang ditetapkan ICAO.

Senior Manager Corporate Communication PT Sriwijaya Air Agus Soedjono hanya berkata singkat tentang pemeringkatan yang dilakukan Airline- Ratings.com. ”Saya kira saya tidak memberikan komentar banyak karena yang mengeluarkan rilis juga belum kredibel,” ucapnya.

Syarifudin/ muh shamil/ ichsan amin
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7714 seconds (0.1#10.140)