Giliran Harga Elpiji Naik

Jum'at, 03 April 2015 - 08:54 WIB
Giliran Harga Elpiji Naik
Giliran Harga Elpiji Naik
A A A
JAKARTA - Belum reda kontroversi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 28 Maret 2015 lalu, kini masyarakat mendapat kejutan baru. PT Pertamina (Persero) mulai 1 April 2015 menaikkan harga elpiji nonsubsidi 12 kg.

Sejumlah warga mengaku kaget dengan kenaikan harga itu. Mereka keberatan dengan langkah Pertamina tersebut dan sebagian akan beralih menggunakan elpiji kemasan 3 kg. Namun Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Ahmad Bambang menilai wajar kenaikan harga elpiji nonsubsidi, seperti halnya produk bahan bakar nonsubsidi lainnya, premium dan pertamax, yang bergerak sesuai perkembangan harga pasar.

Kenaikan harga elpiji 12 kg dipicu peningkatan harga acuan elpiji Contract Price Aramco (CP Aramco) dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). “CP Aramco mixed bulan Maret USD477 per ton dibandingkan Februari yang USD467 per ton dan Januari USD451 per ton. Adapun kurs naik Rp13.084 dari sebelumnya Rp12.750 per dolar AS,” kata Ahmad Bambang di Jakarta kemarin.

Berdasarkan faktor-faktor acuan tersebut, harga elpiji naik berkisar Rp6.300-8.000 per kg, disesuaikandenganjarakkonsumendenganagen penjualan. Untuk reratanya, kata dia, harga elpiji 12 kg naik dari Rp134.700 menjadi Rp141.000 per tabung. “Sebenarnya sama dengan pertamax, harusnya tidak ribut karena ada dua produk. Pertamax tinggi enggak ada masalah karena ada premium. Elpiji juga sama ada elpiji 3kg,” katanya.

Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengaku, efek migrasi dari elpiji 12 kg ke elpiji 3 kg akibat kenaikan harga pasti terjadi. Meski begitu, Pertamina memperkirakan efeknya hanya sebentar. “Efek ada, tapi hanya seminggu. Kita kembalikan pada peraturan, tapi yang jelas posisinya 3 kg diperuntukkan bagi masyarakat berdaya beli rendah,” tuturnya.

Menurut Wianda, kepentingan Pertamina dalam hal ini memastikan stok elpiji aman sehingga tidak terjadi kelangkaan akibat kekurangan stok. Sementara untuk pengawasan, tidak bisa dibebankan sendiri kepada BUMN energi tersebut. Pengawasan harus melibatkan dinas perindustrian dan perdagangan( disperindag) disetiap daerah serta lembaga yang berwenang, yakni Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas).

Dia mengakui, porsi konsumsi elpiji 12 kg masih sangat kecil, yakni sekitar 400.000 ton per tahun, jauh di bawah elpiji 3 kg yang mencapai 5,7 juta ton per tahun. Karena itu, antisipasi terjadinya penyalahgunaan elpiji bersubsidi kemasan 3 kg memang perlu disiapkan. “Antisipasi kita dengan aparat setempat, tetapi kita juga akan mengatasi jika terdapat indikasi-indikasi kekurangan.

Dengan cepat kita akan operasi pasar,” ujarnya. Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menilai perubahan yang dilakukan sesuai dengan harga pasar CP Aramco wajar dilakukan. Dia menegaskan, 60% kebutuhan elpiji dalam negeri masih harus diimpor di mana harganya mengacu pada CP Aramco.

Menurut perhitungannya, harga jual elpiji nonsubsidi saat ini harusnya justru di kisaran Rp13.000 per kg atau menjadi sekitar Rp150.000 per tabung kemasan 12 kg. Karena itu, jika tidak dilakukan penyesuaian, Pertamina akan menelan kerugian. Kenaikan elpiji 12 kg yang bukan barang subsidi, menurut dia, merupakan hak Pertamina.

Kewenangan itu telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 26/2009 di mana elpiji 12 kg ditetapkan sebagai elpiji umum yang tidak disubsidi pemerintah. Sofyano menambahkan, selama ini Pertamina harus menjual elpiji 12 kg di bawah harga pasar sehingga menanggung kerugian yang nilainya mencapai belasan triliun rupiah.

Padahal, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12/1998 tentang Perseroan, perusahaan diwajibkanmemupukkeuntungan. Dia menambahkan, menurut Undang-UndangNomor19/2003 tentang BUMN, perusahaan juga diwajibkan secara tegas untuk mengejar keuntungan, termasuk ketika melakukan tugas memasarkan produk bersubsidi dari pemerintah.

Deputi Bidang Perencanaan Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo memperkirakan kenaikan harga gas elpiji 12 kg tidak akan terlalu banyak berpengaruh terhadap inflasi. Pasalnya, jumlah masyarakat yang memakai gas elpiji 12 kg jauh lebih sedikit dibandingkan elpiji 3 kg. “Kenaikan (elpiji) sekitar 6%. Paling (inflasi bulan April) tidak sampai 0,05%. Sekitar 0,03% atau 0,02%,” kata dia di Kantor KementerianKoordinatorPerekonomian, Jakarta, kemarin.

Sasmito mengatakan, inflasi akibat kenaikan gas elpiji akan tertutupi dengan harga beras yang diprediksi turun pada April. Hal ini karena imbas panen raya pada bulan ini. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil juga meyakini bahwa inflasi tidak akan terlalu besar pada bulan April. Dengan kemungkinan turunnya harga beras, dia pun berharap pada bulan ini terjadi deflasi. “Tapi yang terpenting kita lihat sepanjang tahun,” kata dia.

Mengagetkan

Kenaikan harga gas elpiji 12 kg mengagetkan masyarakat. Seorang karyawan swasta, Rahman, mengaku tidak mengetahui kenaikan harga elpiji 12 kg tersebut. Dia pun mengaku keberatan dengan kenaikan tersebut. “Enggak tahu tuh, saya kira banyak masyarakat lain yang tidak mengetahui hal ini. Jelas keberatan (kenaikan elpiji 12 kg),” ucapnya.

Halimah yang berprofesi sebagai pedagang kue mengaku tidak mengetahui ihwal kenaikan tersebut. Wanita paruh baya ini bahkan berpikir untuk menjual tabung elpiji 12 kg miliknya dan beralih menggunakan elpiji kemasan 3 kg.

Nanang wijayanto/ rahmat fiansyah/ sindonews
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6152 seconds (0.1#10.140)