Kampus dan Media Perlu Bersinergi
A
A
A
JAKARTA - Akademisi di perguruan tinggi perlu bersinergi dengan kalangan media agar potensi yang ada di kampus dapat dikenal ke seluruh penjuru Tanah Air. Melalui sinergi tersebut, karya-karya kreatif dari kampus bisa terpublikasikan secara efektif.
CEO KORAN SINDO Sururi Alfaruq yang mewakili CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo mengatakan, kampus memang harus dekat dengan media agar kemampuan mahasiswa dan dosennya dapat terekspos ke publik. Karena itu, pihaknya mendorong agar dunia pendidikan makin terbuka, baik itu manajemen, tenaga pendidik, maupun kemasannya.
”Indonesia mempunyai banyak orang pintar dan sesungguhnya dunia pun mengakuinya. Persoalannya orang pintar itu tidak terekspos sehingga pemikiran, intelektual, hasil riset bahkan kemampuan berdiplomasi mereka tidak pernah terungkap,” katanya dalam paparannya tentang ”Peran Media Massa dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)” di Universitas Negeri Jakarta kemarin.
Lebih lanjut Sururi menuturkan, banyak ahli dari Indonesia bekerja di luar negeri lantaran merekatidakteperhatikandidalam negeri. Misalnya saja dokter, insinyur, akuntan yang memilih bekerja di luar negeri daripada berkiprah di negeri sendiri. Padahal jika kampus bekerja sama baik dengan media untuk memperkenalkan mahasiswa atau dosen terbaik mereka bisa saja mendapat tempat di dalam negeri.
Media, ujarnya, mempunyai peranan besar karena Indonesia sebagai negara kepulauan pasti memerlukan media sebagai penyampai informasi. Tidak hanya media cetak, televisi dan online kini media sosial pun mempunyai posisi strategis untuk mempengaruhi masyarakat. Dia menekankan, media akan memfasilitasi penyebaran pikiran dan gagasan positif agar Indonesia semakin besar dan berpengaruh secara global.
Poin lain yang ditekankan Sururi adalah kampus perlu meningkatkan program kompetisi internasional. Bagi media, ucapnya, kompetisi internasional baik dalam bentuk bahasa asing ataupun riset sangat seksi untuk dijadikan berita. Jadi tidak hanya sepak bola Indonesia yang mendapat porsi pemberitaan, namun dalam konteks disiplin ilmu juga bisa mendapat ekspos besar.
Dia merasa akan sangat baik bagi bangsa jika ada kompetisi lantaran menjadikan kampus itu agresif, atraktif, dan inovatif. ”Agar pemikiran dosen itu tidak hanya tersebar di lokal namun forum internasional. Jadi rajinlah menulis atau membuat seminar yang temanya menarik, segar, dan inspiratif bagi masyarakat,” terangnya.
Terkait dengan MEA, ujar dia, seminar yang digagas alumni Pascasarjana Manajemen Pendidikan UNJ ini sangat menarik. MEA sudah tidak dapat ditolak lagi karena ada delapan profesi yang disepakati para negara ASEAN sehingga terbuka untuk diisi pekerja asing seperti akuntan, arsitek, perawat hingga dokter gigi.
”MEA membebaskan orang asing masuk, maka kita secara mental harus bersiap untuk berkompetisi. Meski karena penjajahan yang lama sehingga kita masih merasa inferior kalau ketemu orang asing,” ujarnya. Seiring dengan derasnya orang asing yang masuk, ujarnya, ada hal yang harus diperbaiki dunia pendidikan, yakni mental kebangsaan. Menurut dia, problem bangsa saat ini adalah kurangnya nasionalisme atau rasa kebangsaan.
Dia memberi contoh pada kasus timnas U-23 yang kalah 4-0 oleh Korea Selatan. Padahal secara fisik dan teknik, timnas tidak kalah dengan pemain Negeri Ginseng itu. Yang terjadi adalah, timnas kalah lantaran kurangnya kepercayaan diri sehingga secara mental sudah kalah sebelum bertanding. Menurut dia, peran pemerintah sendiri memang harus diperkuat.
Contoh saja para pemain sepak bola Korsel. Meski fisiknya kecil, ketika Piala Dunia mereka mampu bersaing lantaran mental kebangsaannya kuat. Termasuk budaya K Pop bisa masuk Indonesia, juga atas dukungan budaya dari pemerintah Korsel. ”Pesan saya spirit kebangsaan harus kuat. Tentu di samping itu, juga harus ada iklim kondusif bagi dosen dan mahasiswa untuk dekat dengan media.
Mahasiswa dan dosen jangan hanya didengar namanya saja dan bukan dari kemampuannya,” tegasnya. Ketua Panitia Seminar Tantangan dan Peluang Dunia Pendidikan Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 Iskandar Rahmat mendukung kedekatan kampus dengan media, karena peran media memang sangat penting sebagai perpanjangan kampus untuk menyebarkan pemikirannya ke masyarakat.
Dia mengatakan, kampus jangan hanya jadi menara gading, tetapi juga menara air sehingga tidak hanya merasa hebat di dalam kampus namun juga berguna bagi masyarakat. Sinergitas ini, ujarnya, akan berujung pada semangat membangun bangsa yang lebih baik terutama di era MEA ini.
Iskandar menjelaskan, seminar ini diadakan karena MEA sudah di depan mata sehingga mereka bertanggung jawab untuk menyosialisasikan bagaimana cara berkompetisi pada MEA ke depan. Dalam forum ini, mereka ingin mendorong masyarakat agar tidak hanya menjadi penonton melainkan pelaku di dalam kompetisi ini. ”Kami juga mendorong para alumni untuk mengirimkan tulisan yang terkait tema besar tantangan dan masalah perkembangan MEA ke depan,” terangnya.
Neneng zubaidah
CEO KORAN SINDO Sururi Alfaruq yang mewakili CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo mengatakan, kampus memang harus dekat dengan media agar kemampuan mahasiswa dan dosennya dapat terekspos ke publik. Karena itu, pihaknya mendorong agar dunia pendidikan makin terbuka, baik itu manajemen, tenaga pendidik, maupun kemasannya.
”Indonesia mempunyai banyak orang pintar dan sesungguhnya dunia pun mengakuinya. Persoalannya orang pintar itu tidak terekspos sehingga pemikiran, intelektual, hasil riset bahkan kemampuan berdiplomasi mereka tidak pernah terungkap,” katanya dalam paparannya tentang ”Peran Media Massa dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)” di Universitas Negeri Jakarta kemarin.
Lebih lanjut Sururi menuturkan, banyak ahli dari Indonesia bekerja di luar negeri lantaran merekatidakteperhatikandidalam negeri. Misalnya saja dokter, insinyur, akuntan yang memilih bekerja di luar negeri daripada berkiprah di negeri sendiri. Padahal jika kampus bekerja sama baik dengan media untuk memperkenalkan mahasiswa atau dosen terbaik mereka bisa saja mendapat tempat di dalam negeri.
Media, ujarnya, mempunyai peranan besar karena Indonesia sebagai negara kepulauan pasti memerlukan media sebagai penyampai informasi. Tidak hanya media cetak, televisi dan online kini media sosial pun mempunyai posisi strategis untuk mempengaruhi masyarakat. Dia menekankan, media akan memfasilitasi penyebaran pikiran dan gagasan positif agar Indonesia semakin besar dan berpengaruh secara global.
Poin lain yang ditekankan Sururi adalah kampus perlu meningkatkan program kompetisi internasional. Bagi media, ucapnya, kompetisi internasional baik dalam bentuk bahasa asing ataupun riset sangat seksi untuk dijadikan berita. Jadi tidak hanya sepak bola Indonesia yang mendapat porsi pemberitaan, namun dalam konteks disiplin ilmu juga bisa mendapat ekspos besar.
Dia merasa akan sangat baik bagi bangsa jika ada kompetisi lantaran menjadikan kampus itu agresif, atraktif, dan inovatif. ”Agar pemikiran dosen itu tidak hanya tersebar di lokal namun forum internasional. Jadi rajinlah menulis atau membuat seminar yang temanya menarik, segar, dan inspiratif bagi masyarakat,” terangnya.
Terkait dengan MEA, ujar dia, seminar yang digagas alumni Pascasarjana Manajemen Pendidikan UNJ ini sangat menarik. MEA sudah tidak dapat ditolak lagi karena ada delapan profesi yang disepakati para negara ASEAN sehingga terbuka untuk diisi pekerja asing seperti akuntan, arsitek, perawat hingga dokter gigi.
”MEA membebaskan orang asing masuk, maka kita secara mental harus bersiap untuk berkompetisi. Meski karena penjajahan yang lama sehingga kita masih merasa inferior kalau ketemu orang asing,” ujarnya. Seiring dengan derasnya orang asing yang masuk, ujarnya, ada hal yang harus diperbaiki dunia pendidikan, yakni mental kebangsaan. Menurut dia, problem bangsa saat ini adalah kurangnya nasionalisme atau rasa kebangsaan.
Dia memberi contoh pada kasus timnas U-23 yang kalah 4-0 oleh Korea Selatan. Padahal secara fisik dan teknik, timnas tidak kalah dengan pemain Negeri Ginseng itu. Yang terjadi adalah, timnas kalah lantaran kurangnya kepercayaan diri sehingga secara mental sudah kalah sebelum bertanding. Menurut dia, peran pemerintah sendiri memang harus diperkuat.
Contoh saja para pemain sepak bola Korsel. Meski fisiknya kecil, ketika Piala Dunia mereka mampu bersaing lantaran mental kebangsaannya kuat. Termasuk budaya K Pop bisa masuk Indonesia, juga atas dukungan budaya dari pemerintah Korsel. ”Pesan saya spirit kebangsaan harus kuat. Tentu di samping itu, juga harus ada iklim kondusif bagi dosen dan mahasiswa untuk dekat dengan media.
Mahasiswa dan dosen jangan hanya didengar namanya saja dan bukan dari kemampuannya,” tegasnya. Ketua Panitia Seminar Tantangan dan Peluang Dunia Pendidikan Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 Iskandar Rahmat mendukung kedekatan kampus dengan media, karena peran media memang sangat penting sebagai perpanjangan kampus untuk menyebarkan pemikirannya ke masyarakat.
Dia mengatakan, kampus jangan hanya jadi menara gading, tetapi juga menara air sehingga tidak hanya merasa hebat di dalam kampus namun juga berguna bagi masyarakat. Sinergitas ini, ujarnya, akan berujung pada semangat membangun bangsa yang lebih baik terutama di era MEA ini.
Iskandar menjelaskan, seminar ini diadakan karena MEA sudah di depan mata sehingga mereka bertanggung jawab untuk menyosialisasikan bagaimana cara berkompetisi pada MEA ke depan. Dalam forum ini, mereka ingin mendorong masyarakat agar tidak hanya menjadi penonton melainkan pelaku di dalam kompetisi ini. ”Kami juga mendorong para alumni untuk mengirimkan tulisan yang terkait tema besar tantangan dan masalah perkembangan MEA ke depan,” terangnya.
Neneng zubaidah
(bbg)