Industri Mebel Terancam Stop Produksi
A
A
A
JAKARTA - Industri mebel (furnitur) nasional terancam merugi bahkan berpotensi menghentikan produksinya menyusul diterapkan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) sebesar 40% kepada produk mebel yang harganya di atas Rp5 juta.
”Jika PPnBM itu diterapkan, industri mebel dipastikan rugi, bahkan bisa tutup produksi,” ujar David Surya SH, lawyer PT Indo Creative Mebel, kepada KORAN SINDO di Jakarta, kemarin. PT Indo Creative Mebel merupakan produsen furnitur asal Singapura yang memiliki pabrik di sebuah kawasan industri di Indonesia.
Menurut David, pemberlakuan PPnBM tersebut berdampak buruk bagi keberlangsungan industri furnitur nasional. Apabila aturan tersebut dipaksakan, pengusaha dipastikan keberatan membayar PPnBM tersebut. Sejak aturan tersebut diberlakukan pada 2000, pengusaha tidak menerapkan PPnBM tersebut terhadap setiap produk mebel yang dijual kepada konsumen.
”Bagaimana klien kami akan menyetor PPnBM ke kantor pajak kalau klien kami tidak memungut PPnBM tersebut kepada pembeli,” kata David. Sejatinya beleid ini mulai berlaku sejak 2000. Ketika itu setiap produk mebel yang harganya di atas Rp2 juta dikenai PPnBM sebesar 40%. Pengusaha mebel menolak aturan tersebut dan meminta ambang batas bawah harga mebel tersebut dinaikkan menjadi minimal Rp20 juta.
Namun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mulai 2005 hanya menaikkan ambang batas bawah tersebut menjadi hanya Rp5 juta. Penolakan pun berlanjut. Pelaku usaha tetap tidak menyetor PPnBM kepada pemerintah sehingga setiap produk mebel yang dijual, pembeli tidak dipungut PPnBM. Apabila setiap produk yang dijual tersebut pembelinya dikenai tambahan biaya PPnBM, dipastikan tidak mampu bersaing dengan produk impor.
”Pasar kita ini dibanjiri mebel impor yang tidak dikenai bea masuk (BM) yang kebanyakan asal China. Ini kan ironis, industri di dalam negeri dikenai disinsentif berupa penerapan PPnBM, sementara produk impor masuk ke pasar kita BMnya nol,” cetusnya. Baru-baru ini, menurut David, Ditjen Pajak memberikan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) kepada setiap industri mebel.
Dalam surat tersebut setiap industri mebel wajib membayar PPnBM terhitung mulai aturan tersebut diberlakukan yakni 2005. PPnBM yang harus dibayar setiap perusahaan mebel, kata David, dihitung berdasarkan total omzet dikalikan 40%. ”Jelas pengusaha tidak mampu membayar.
Keuntungannya saja tidak sampai 40% dari total penjualan,” katanya. Karena itu, saat ini pihaknya mengajukan banding ke pengadilan pajak dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk membatalkan aturan itu. Di tempat terpisah, Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Taufik Gani minta pemerintah menghapus PPnBM tersebut.
”Ini yang menghambat pemasaran produk di pasar domestik. Sayang sekali, produk kita di luar negeri dihargai, di dalam negeri justru susah mendapat tempat,” kata Taufik. Dia mengaku, pihaknya akan terus memperjuangkan pembebasan PPnBM tersebut ke pemerintah. ”Usulan kami mulai ditanggapi. Kami sudah dipanggil Dirjen Pajak, Badan Kebijakan Finansial (BKF), dan Wantimpres untuk diajak berdiskusi,” ungkap dia.
Taufik berharap, respons pemerintah terhadap usulan ini cepat. Produk mebel lokal juga harus bersaing dengan mebel impor yang semakin membanjiri pasar domestik. Pencabutan PPnBM 40% tersebut akan berdampak besar bagi kemajuan bisnis mebel lokal. Ekspor mebel tahun ini, lanjut Taufik, diperkirakan bisa mencapai USD2,4 miliar, tumbuh 20% dibanding tahun lalu.
”Ekspor mebel akan naik terus dan diharapkan bisa mencapai USD8 miliar dalam lima tahun ke depan, dan menjadi USD20 miliar dalam dua dekade mendatang,” ungkap dia. Ketua Umum Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (Amkri) Soenoto mengatakan sejak dulu pihaknya menolak penerapan PPnBM sebesar 40% tersebut. Jika ada PPnBM, akan memberatkan pengusaha dan menurunkan daya saing produk mebel.
Sudarsono/oktiani endarwati
”Jika PPnBM itu diterapkan, industri mebel dipastikan rugi, bahkan bisa tutup produksi,” ujar David Surya SH, lawyer PT Indo Creative Mebel, kepada KORAN SINDO di Jakarta, kemarin. PT Indo Creative Mebel merupakan produsen furnitur asal Singapura yang memiliki pabrik di sebuah kawasan industri di Indonesia.
Menurut David, pemberlakuan PPnBM tersebut berdampak buruk bagi keberlangsungan industri furnitur nasional. Apabila aturan tersebut dipaksakan, pengusaha dipastikan keberatan membayar PPnBM tersebut. Sejak aturan tersebut diberlakukan pada 2000, pengusaha tidak menerapkan PPnBM tersebut terhadap setiap produk mebel yang dijual kepada konsumen.
”Bagaimana klien kami akan menyetor PPnBM ke kantor pajak kalau klien kami tidak memungut PPnBM tersebut kepada pembeli,” kata David. Sejatinya beleid ini mulai berlaku sejak 2000. Ketika itu setiap produk mebel yang harganya di atas Rp2 juta dikenai PPnBM sebesar 40%. Pengusaha mebel menolak aturan tersebut dan meminta ambang batas bawah harga mebel tersebut dinaikkan menjadi minimal Rp20 juta.
Namun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mulai 2005 hanya menaikkan ambang batas bawah tersebut menjadi hanya Rp5 juta. Penolakan pun berlanjut. Pelaku usaha tetap tidak menyetor PPnBM kepada pemerintah sehingga setiap produk mebel yang dijual, pembeli tidak dipungut PPnBM. Apabila setiap produk yang dijual tersebut pembelinya dikenai tambahan biaya PPnBM, dipastikan tidak mampu bersaing dengan produk impor.
”Pasar kita ini dibanjiri mebel impor yang tidak dikenai bea masuk (BM) yang kebanyakan asal China. Ini kan ironis, industri di dalam negeri dikenai disinsentif berupa penerapan PPnBM, sementara produk impor masuk ke pasar kita BMnya nol,” cetusnya. Baru-baru ini, menurut David, Ditjen Pajak memberikan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) kepada setiap industri mebel.
Dalam surat tersebut setiap industri mebel wajib membayar PPnBM terhitung mulai aturan tersebut diberlakukan yakni 2005. PPnBM yang harus dibayar setiap perusahaan mebel, kata David, dihitung berdasarkan total omzet dikalikan 40%. ”Jelas pengusaha tidak mampu membayar.
Keuntungannya saja tidak sampai 40% dari total penjualan,” katanya. Karena itu, saat ini pihaknya mengajukan banding ke pengadilan pajak dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk membatalkan aturan itu. Di tempat terpisah, Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Taufik Gani minta pemerintah menghapus PPnBM tersebut.
”Ini yang menghambat pemasaran produk di pasar domestik. Sayang sekali, produk kita di luar negeri dihargai, di dalam negeri justru susah mendapat tempat,” kata Taufik. Dia mengaku, pihaknya akan terus memperjuangkan pembebasan PPnBM tersebut ke pemerintah. ”Usulan kami mulai ditanggapi. Kami sudah dipanggil Dirjen Pajak, Badan Kebijakan Finansial (BKF), dan Wantimpres untuk diajak berdiskusi,” ungkap dia.
Taufik berharap, respons pemerintah terhadap usulan ini cepat. Produk mebel lokal juga harus bersaing dengan mebel impor yang semakin membanjiri pasar domestik. Pencabutan PPnBM 40% tersebut akan berdampak besar bagi kemajuan bisnis mebel lokal. Ekspor mebel tahun ini, lanjut Taufik, diperkirakan bisa mencapai USD2,4 miliar, tumbuh 20% dibanding tahun lalu.
”Ekspor mebel akan naik terus dan diharapkan bisa mencapai USD8 miliar dalam lima tahun ke depan, dan menjadi USD20 miliar dalam dua dekade mendatang,” ungkap dia. Ketua Umum Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (Amkri) Soenoto mengatakan sejak dulu pihaknya menolak penerapan PPnBM sebesar 40% tersebut. Jika ada PPnBM, akan memberatkan pengusaha dan menurunkan daya saing produk mebel.
Sudarsono/oktiani endarwati
(bbg)