Myanmar Menuju Gencatan Senjata

Rabu, 01 April 2015 - 10:15 WIB
Myanmar Menuju Gencatan Senjata
Myanmar Menuju Gencatan Senjata
A A A
YANGON - Pemerintah Myanmar akhirnya menandatangani rancangan perjanjian gencatan senjata dengan 16 kelompok pemberontak. Kesepakatan ini diharapkan menjadi langkah signifikan untuk mengakhiri konflik yang sudah berlangsung 65 tahun.

Myanmar terlibat dalam konflik senjata dengan berbagai kelompok pemberontak yang mencari otonomi sejak merdeka dari penjajahan Inggris pada 1948 silam. Kemarin penandatanganan draf perjanjian gencatan senjata yang disepakati setelah tujuh kali pembicaraan sejak 2013 ini disaksikan langsung Presiden Myanmar Thein Sein.

Namun, para perunding dari kelompok pemberontak masih harus berkonsultasi dengan para pemimpin mereka sebelum memberikan persetujuan akhir. Rancangan perjanjian tersebut kemudian dibawa ke masing-masing pemimpin kelompok pemberontak yang berbeda untuk diratifikasi.

“Jika semuanya berjalan baik, perjanjian gencatan senjata akan ditandatangani para pemimpin kelompok etnis bersenjata di Naypyitaw pada Mei mendatang,” ujar Hla Maung Shwe, penasihat senior Pusat Perdamaian Myanmar, sebuah kelompok yang dibentuk pemerintah untuk memfasilitasi proses perdamaian dengan kelompok pemberontak, dikutip Reuters.

Pemerintah Myanmar menargetkan dapat mencapai kesepakatan sebelum pemilihan umum (pemilu) yang diperkirakan akan berlangsung pada November mendatang. Sebelumnya otoritas Myanmar gagal dalam berbagai pertemuan untuk menyepakati pakta perdamaian nasional dengan beberapa kelompok.

Negosiator perdamaian mengatakan, mereka tidak memiliki wewenang untuk memutuskan kesepakatan damai sehingga perdamaian tertunda sampai saat ini. Kekerasan sporadis dan keluhan peran militer dalam proses kesepakatan damai yang kompleks selama ini menjadi hambatan dalam pembahasan kesepakatan gencatan senjata. Selain itu tidak semua kelompok pemberontak Myanmar terlibat dalam proses perdamaian ini.

Februari lalu Presiden Thein Sein mengumumkan keadaan darurat di wilayah dekat perbatasan China setelah pertempuran sengit antara tentara dan kelompok pemberontak etnis Kokang China. Puluhan ribu pengungsi terpaksa meninggalkan rumah mereka. Beberapa dari mereka bahkan menyeberang ke perbatasan China.

Dewan Federal Persatuan Nasional (UNFC), organisasi yang mewakili kelompok etnis bersenjata, mengatakan, gencatan senjata tidak dapat disepakati apabila militer Myanmar terus menyerang kelompok etnis. “Jika eskalasi perang di darat dan udara terulang, negosiasi ini tidak berhasil,” ungkap UNFC dalam pernyataannya yang dirilis pada 28 Maret lalu. Sementara itu, Amerika Serikat dan sejumlah negara lain mendukung adanya reformasi di Myanmar.

Mereka juga telah berulang kali menyerukan segera dilakukan gencatan senjata antara tentara pemerintah dengan kelompok pemberontak. Satu wakil dari kelompok bersenjata mengatakan, pada Senin (30/3) lalu pemerintah telah diajak berkompromi untuk membuat kemungkinan kesepakatan damai. Pada pembicaraan di Yangon, ada empat poin yang berhasil disepakati.

Yakni adanya penghentian perekrutan oleh kelompok-kelompok bersenjata, wilayah dan status mereka diakui, dan akan dilakukan dialog politik sebagai tindak lanjut. Bagi PBB, penandatanganan rancangan perjanjian gencatan senjata di Myanmar ini sebagai langkah besar untuk mengukir sejarah baru Myanmar.

Kesepakatan gencatan senjata ini bisa menjadi landasan untuk menciptakan kedamaian sejati dan abadi di Myanmar, sebab masyarakat sudah sangat merindukan perdamaian di negeri tersebut. Seruan PBB itu yang juga disampaikan Thein kepada tim negosiator. “Masyarakat membutuhkan ketenangan. Mereka menginginkan perdamaian,” tuturnya.

Ananda nararya
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4599 seconds (0.1#10.140)