Bawa Anak Sewaan dan Diberi CTM agar Tertidur
A
A
A
JAKARTA - Demi mendapatkan rupiah lebih banyak, sejumlah pengemis di Ibu Kota terus melakukan terobosan. Salah satu modus yang dilakukan adalah menyewa bayi untuk mengemis.
Tujuannya agar masyarakat yang melihat menjadi lebih iba dan memberikan uangnya. Untuk melancarkan aksinya, tidak jarang para pengemis memberikan obat CTM kepada anak sewaan yang dibawanya. Dengan diberi CTM, anak sewaan tersebut akan tertidur dan mudah dibawa untuk mengemis. Beberapa waktu lalu petugas Sudin Sosial Jakarta Pusat melakukan razia dengan sasaran pengemis yang membawa balita.
Hasilnya 17 pengemis ditangkap dengan enam orang di antaranya kedapatan membawa balita. Kepala Sudin Sosial Jakarta Pusat Susana Budi Susilowati mengatakan, pihaknya sudah melihat indikasi ada pemberian obat CTM kepada balita. Untuk itu, pihaknya gencar melakukan razia. Biasanya saat Sudin Sosial gencar melakukan razia, para pengemis mengubah jam operasionalnya.
Sudin Sosial kerap melakukan razia pada pukul 10.00 WIB dan 16.00 WIB. Namun, saat ini para pengemis bergeser ke waktu yang lebih malam antara pukul 18.00-20.00 WIB. ”Kemarin kita menjaring beberapa pengemis dan joki 3 in 1 membawa balita,” katanya kemarin. Untuk mengetahui ada dugaan penggunaan CTM yang digunakan pengemis, Sudin Sosial bekerja sama dengan Sudin Kesehatan.
”Kita sebatas menertibkan PMKS (penyandang masalah kesejahteraan sosial). Bila ada dicurigakan penggunaan obat tidur, kita minta dari kesehatan melakukan pemeriksaan,” paparnya. Pemberian CTM, sambung Susan, dilakukan pengemis terhadap balita dengan tujuan agar si anak lelap saat diajak mengemis hingga membuat warga iba. ”Dengan begitu, pengemis juga mendapat uang lebih banyak,” sebutnya.
Warningsih, 35, salah satu PMKS yang tertangkap petugas, membantah dia memberikan CTM kepada balita saat mengemis. ”Ini anak kandung saya Pak. Masak saya tega. Nanti kalau kenapa-kenapa, saya juga yang susah,” ucapnya. Wali Kota Jakarta Pusat Mangara Pardede mengatakan, Sudin Kesehatan sudah memberikan hasil tes urine terhadap enam balita yang diduga diberikan obat tidur.
Namun, setelah dilakukan tes urine tidak ditemukan zat obat tidur, melainkan obat alergi yakni CTM. Meski hanya obat alergi, efek dari obat tersebut adalah mengantuk. Jika diberikan secara terusmenerus kepada balita tentu akan ada efek sampingnya. Efek samping yang pertama adalah berkurangnya fungsi otak dari anak tersebut.
Ini terjadi karena anak tersebut dipaksa tidur sehingga otak yang seharusnya berkembang tidak bekerja efektif. Efeksampinglainadalahgagal ginjal. Ginjal balita masih terbilang halus, namun terus dimasukkanobatyangmerupakanhasil olahan bahan kimia, tentu akan terjadi efek samping. Lebih lanjut Manggara mengatakan, obat tersebut banyak beredar dan mudah didapat serta murah.
Para pengemis pun bisa mendapatkannya. ”Ke depan kita akan melakukan pembinaan terhadap para pengemis agar tidak menggunakan balita untukmencarirupiah,” ucapnya. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda mengatakan, menggunakan bayi untuk mengemis sudah merupakan child abuse.
Apalagi memberikan obat agar anak tidak rewel, tentu hal tersebut sudah merupakan pelanggaran. Untuk mengatasi hal tersebut, KPAI kerap mendatangi kawasan yang ada pengemis dan melakukan pembinaan bahwa penggunaan balita untuk tujuan mengemis tidak dibenarkan. ”Kita sudah sering berikan penyuluhankePMKS, namun kenyataan di lapangan cukup berbeda,” ujarnya.
Ridwansyah
Tujuannya agar masyarakat yang melihat menjadi lebih iba dan memberikan uangnya. Untuk melancarkan aksinya, tidak jarang para pengemis memberikan obat CTM kepada anak sewaan yang dibawanya. Dengan diberi CTM, anak sewaan tersebut akan tertidur dan mudah dibawa untuk mengemis. Beberapa waktu lalu petugas Sudin Sosial Jakarta Pusat melakukan razia dengan sasaran pengemis yang membawa balita.
Hasilnya 17 pengemis ditangkap dengan enam orang di antaranya kedapatan membawa balita. Kepala Sudin Sosial Jakarta Pusat Susana Budi Susilowati mengatakan, pihaknya sudah melihat indikasi ada pemberian obat CTM kepada balita. Untuk itu, pihaknya gencar melakukan razia. Biasanya saat Sudin Sosial gencar melakukan razia, para pengemis mengubah jam operasionalnya.
Sudin Sosial kerap melakukan razia pada pukul 10.00 WIB dan 16.00 WIB. Namun, saat ini para pengemis bergeser ke waktu yang lebih malam antara pukul 18.00-20.00 WIB. ”Kemarin kita menjaring beberapa pengemis dan joki 3 in 1 membawa balita,” katanya kemarin. Untuk mengetahui ada dugaan penggunaan CTM yang digunakan pengemis, Sudin Sosial bekerja sama dengan Sudin Kesehatan.
”Kita sebatas menertibkan PMKS (penyandang masalah kesejahteraan sosial). Bila ada dicurigakan penggunaan obat tidur, kita minta dari kesehatan melakukan pemeriksaan,” paparnya. Pemberian CTM, sambung Susan, dilakukan pengemis terhadap balita dengan tujuan agar si anak lelap saat diajak mengemis hingga membuat warga iba. ”Dengan begitu, pengemis juga mendapat uang lebih banyak,” sebutnya.
Warningsih, 35, salah satu PMKS yang tertangkap petugas, membantah dia memberikan CTM kepada balita saat mengemis. ”Ini anak kandung saya Pak. Masak saya tega. Nanti kalau kenapa-kenapa, saya juga yang susah,” ucapnya. Wali Kota Jakarta Pusat Mangara Pardede mengatakan, Sudin Kesehatan sudah memberikan hasil tes urine terhadap enam balita yang diduga diberikan obat tidur.
Namun, setelah dilakukan tes urine tidak ditemukan zat obat tidur, melainkan obat alergi yakni CTM. Meski hanya obat alergi, efek dari obat tersebut adalah mengantuk. Jika diberikan secara terusmenerus kepada balita tentu akan ada efek sampingnya. Efek samping yang pertama adalah berkurangnya fungsi otak dari anak tersebut.
Ini terjadi karena anak tersebut dipaksa tidur sehingga otak yang seharusnya berkembang tidak bekerja efektif. Efeksampinglainadalahgagal ginjal. Ginjal balita masih terbilang halus, namun terus dimasukkanobatyangmerupakanhasil olahan bahan kimia, tentu akan terjadi efek samping. Lebih lanjut Manggara mengatakan, obat tersebut banyak beredar dan mudah didapat serta murah.
Para pengemis pun bisa mendapatkannya. ”Ke depan kita akan melakukan pembinaan terhadap para pengemis agar tidak menggunakan balita untukmencarirupiah,” ucapnya. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda mengatakan, menggunakan bayi untuk mengemis sudah merupakan child abuse.
Apalagi memberikan obat agar anak tidak rewel, tentu hal tersebut sudah merupakan pelanggaran. Untuk mengatasi hal tersebut, KPAI kerap mendatangi kawasan yang ada pengemis dan melakukan pembinaan bahwa penggunaan balita untuk tujuan mengemis tidak dibenarkan. ”Kita sudah sering berikan penyuluhankePMKS, namun kenyataan di lapangan cukup berbeda,” ujarnya.
Ridwansyah
(bbg)