Harga BBM Tekan Sektor Transportasi

Rabu, 01 April 2015 - 09:34 WIB
Harga BBM Tekan Sektor...
Harga BBM Tekan Sektor Transportasi
A A A
TEGAL - Kenaikan kembali harga bahan bakar minyak (BBM) makin meresahkan pengusaha maupun awak angkutan. Mereka dihadapkan pada kondisi dilematis karena kenaikan harga BBM tak bisa langsung diikuti dengan penyesuaian tarif angkutan.

Berdasarkan pantauan di sejumlah daerah, para awak angkutan umumnya tak berani menaikkan tarif karena takut akan mendapat protes dari penumpang. Mereka semakin bingung karena pihak berwenang juga tak segera menetapkan tarif baru setelah harga BBM dinaikkan, Sabtu lalu (28/3). Di Kota Tegal, Jawa Tengah, para sopir angkutan masih menggunakan tarif lama kendati risikonya akan mengurangi pendapatan harian.

Tarmo, 50, sopir angkutan kota jurusan Kaligangsa-Terminal mengaku belum menaikkan tarif karena belum ada sosialisasi penyesuaian tarif dari dinas terkait. “Tarif masih tetap. Kami belum tahu ada keputusan perubahan tarif,” katanya kemarin. Tarif yang berlaku saat ini adalah ketetapan pada pertengahan Januari lalu.

Tarmo mengatakan, kenaikan harga BBM membuat sopir angkutan dihadapkan pada posisi dilematis. Sebab penumpang akan protes jika tarif dinaikkan mengikuti kenaikan harga BBM. Di sisi lain, jika tidak dinaikkan, biaya operasional telanjur membengkak. Jika biasanya sekali beroperasi dia mengeluarkan Rp120.000 untuk membeli premium, kini membengkak menjadi Rp200.000.

“Kalau dinaikkan tarif tanpa ada dasar aturan yang bisa ditunjukkan ke penumpang ya ribut akhirnya,” timpal Toro, 42, sopir angkutan jurusan Kemantran-Tegal. Di Kabupaten Bantul DIY, Organisasi Angkutan Daerah (Organda) setempat masih menunggu petunjuk pusat untuk mengusulkan kenaikan tarif.

Ketua Organda Bantul Slamet Wijayanto mengaku kenaikan harga BBM sangat membingungkan pengelola angkutan umum lantaran terjadi dengan cepat. Ketidakpastian harga BBM berakibat pada ketidakpastian biaya produksi yang ditanggung pengelola angkutan. Saat ini, penetapan tarif masih berdasarkan ketentuan lama.

Organda masih berpegang pada tarif lama, yaitu Rp210 per kilometer untuk batas atas dan batas bawah sebesar Rp143 perkilo meter. Dia berharap agar penetapan harga BBM diusulkan dilakukan minimal enam bulan sekali sehingga awak angkutan umum bisa melakukan antisipasi dan penyesuaian sebelumnya. “Kalau tiap bulan berubah, kami jadi bingung,” katanya. Di Kulonprogo dan Malang, lantaran tak kunjung ada kejelasan tarif baru, awak angkutan nekat menaikkan sendiri tarif. Kenaikan bervariasi tergantung jarak tempuh.

Di Kulonprogo, rata-rata awak angkutan menaikkan Rp1.000 dengan alasan tidak ingin merugi. “Kenaikan sebesar itu masih wajar dan tidak mungkin kami naikkan lebih tinggi,” papar sopir angkutan kota dalam provinsi (AKDP) Binaryo. Menurut Ketua Organda Kulonprogo Djuwardi, mestinya dalam setiap mengeluarkan kebijakan harga BBM, pemerintah juga menentukan penyesuaian tarif.

“Kalau harga naik turun seperti ini, kita yang dibuat bingung,” jelasnya. Rencananya baru hari ini Organda kabupaten/kota di DIY juga akan diundang untuk berkoordinasi dalam penentuan tarif baru bersama Dinas Perhubungan (Dishub) DIY. “Agar tidak ada gejolak memang tarif ini harus segera dinaikkan,” sebutnya. Sementara di Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan, Bengkulu dan Nusa Tenggara Timur, Organda setempat memastikan tidakakanmengusulkankenaikan tarif karena tarif saat ini masih dalam batas aman.

“Pengusaha masih bisa bermain di batas tarif atas dan tarif bawah sesuai kesepakatan sebelumnya,” kata Ketua Organda Sumatera Barat Budi Syukur. Di Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), kenaikan harga BBM memicu melonjaknya harga sayur-sayuran dan sembako secara serentak. Dinas Perindustrian dan Perdagangan mendata, rata-rata harga sayuran naik Rp500 per kilogram.

Bahkan ada juga yang naik Rp6.000 seperti kacang panjang naik dari Rp8.0000 menjadi Rp14.000 per kilogram. Kenaikan harga sayur-sayuran dan sembako itu disebabkan perubahan tarif angkutan untuk pendistribusian komoditas tersebut. Mayoritas sembako dan sayur-sayuran yang dijual di Tanjungpinang berasal dari Pulau Jawa dan Sumatera.

Di tengah protes dan kecaman publik atas kenaikan harga BBM ini, Menteri ESDM Sudirman Said berdalih, kenaikan harga BBM saat ini masih dalam batas yang wajar dan bisa ditoleransi. Menurutnya, kenaikan harga BBM tidak sepenuhnya mengikuti mekanisme pasar mengingat pemerintah masih memberikan subsidi. “Kalau mengikuti mekanisme pasar, kenaikan yang kita berikan tidak segitu (Rp500/liter), tetapi lebih tinggi dari itu.

Kemudian (pemerintah) masih memberikan subsidi yang Rp1000/liter solar, masih tetap dipertahankan,” ujar Sudirman di Kantor Kepresidenan Jakarta kemarin. Dia menjelaskan, beberapa kementerian saat ini terus berupaya mengontrol dampak kenaikan harga-harga setelah naiknya harga BBM beberapa hari lalu. Diharapkan kenaikan harga BBM sebesar Rp500/liter tidak berimbas secara berlebihan.

“Misalnya Pak (Menhub) Jonan mengatakan beliau tidak punya kebijakan untuk menaikkan tarif angkutan yang dalam domain beliau. Begitu pun penjelasan harga-harga dari Gubernur BI kan sangat minimal pada inflasi,” jelasnya. Pemerintah, menurutnya, tidak akan tiba-tiba menaikkan harga BBM sehingga memberikan beban kepada masyarakat, melainkan melakukan modernasi terhadap harga BBM. “Jadi nanti kita lihat pertengahan tahun, akhir tahun, seperti apa (hasilnya) sehingga pada waktunya kita akan melihat win-win,” tandasnya.

Perhatikan Stabilitas Ekonomi

Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) meminta pemerintah memperhatikan stabilitas ekonomi dalam membuat kebijakan yang menyangkut masyarakat kecil, terutama terkait kenaikan harga BBM. Sebab, dampak kebijakan BBM sangat luas, terutamabagi masyarakat ekonomi lemah. HT berharap ke depan pemerintah harus hati-hati dalam membuat keputusan.

Pemerintah juga harus memikirkan dampak dari keputusan tersebut terhadap kondisi perekonomian masyarakat bawah. “Kalau turun tidak apa-apa, banyak yang senang. Tapi kalau naik masyarakat di bawah susah,” ujar HT kemarin. HT juga melihat harga yang gampang berubah akan menyusahkan masyarakat karena akan kesulitan menyesuaikan diri dengan naik turunnya harga minyak. Menurut dia, kondisi ekonomi yang kekurangan membuat sulit untuk beradaptasi.

“Di luar negeri kesejahteraan masyarakat terjamin. Masyarakat kita di bawah ini kekurangan,” katanya. Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika meminta Menteri ESDM mempertimbangkan kembali kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM sebesar Rp500. Menurut Kardaya, di samping pemilihan waktu pelaksanaan kebijaksanaan tidak tepat karena bersamaan dengan naiknya tarif listrik dan harga barang pokok, pemerintah juga perlu menjelaskan dan menyosialisasikan secara masif.

Sosialisasi khususnya tentang mekanisme atau skema pengalihan subsidi dari sektor konsumtif ke sektor produktif, yakni infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. “Yang paling penting pemerintah juga harus menjelaskan kepada masyarakat tentang selisih antara harga keekonomian dengan harga jual premium karena subsidi BBM jenis premium tidak dialokasikan dalam APBN-P 2015,” ujarnya.

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Gerindra Kurtubi meminta kepada pemerintah agar meninjau kembali Perpres Nomor 191/2014 yang mengatur periodisasi penetapan harga BBM. Dari perpres itu diketahui bahwa penetapan harga dapat dilakukan setiap satu bulan atau apabila dianggap perlu lebih dari satu kali dengan memperhitungkan perkembangan harga minyak, kurs, dan sektor riil. “Sebaiknya dilakukan setiap setahun sekali karena frekuensi (penetapan harga BBM) yang terlaluseringakanmenimbulkan ‘kegaduhan’ dari masyarakat,” ujarnya.

Farid firdaus/erfanto linangkung/kuntadi/mula akmal/rarasati syarief/ maman adisaputro/ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7664 seconds (0.1#10.140)